MEMPERINGATI HUT KE 100 BUNG KARNO

BUNG KARNO
‘FOUNDING FATHER’ TERKEMUKA
NASION INDONESIA

(Bagian III)

MENGAPA BELANDA MENUDUH BUNG KARNO 'KOLABORATOR'?
DAN MENCAP REPUBLIK INDONESIA 'MADE IN JAPAN'?

Tue, 13 Mar 2001 18:15:36 +0100

(Ditulis dalam rangka Peringatan HUT KE-100 BUNG KARNO)

SUATU TUDUHAN KEJI

Pemerintah kolonial Belanda adalah yang pertama-tama yang melontarkan tuduhan keji bahwa Republik Indonesia yang diproklamasikan oleh Ir Sukarno dan drs Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945, adalah 'republik buatan Jepang' dan bahwa Sukarno adalah boneka dan 'kolaborator' Jepang. Pada instansi pertama tuduhan tsb ditujukan untuk menipu dunia internasional. Strategi Belanda yang utama untuk bisa kembali sebagai penguasa di Indonesia, adalah membangun kembali kekuatan militer dan administratifnya. Ini dilakukannya dengan bantuan dari Inggris dan Amerika Serikat, yang mempunyai kepentingan sama dengan Belanda di Asia, yaitu memulihkan dominasi mereka atas Asia, sesudah Jepang menyerah kepada Sekutu. Tapi, sebelum kekuatan militernya cukup besar, Belanda memerlukan waktu. Selama itu Belanda harus menemukan senjata politik dan propaganda yang dianggapnya ampuh untuk menghadapi situasi di 'bekas' jajahannya Hindia Belanda, yang samasekali tidak pernah diimpikannya. Situasi yang samasekali tidak diduga-duga oleh Belanda tsb, ialah diproklamasikannya Republik Indonesia.

Yang semula tidak disadari dan tidak hendak dimengerti oleh Belanda ialah, bahwa dalam kurun waktu tiga setengah tahun pendudukan Jepang, situasi mental dan fisik bangsa kita telah mengalami perubahan yang fundamentl. Bangsa kita sudah tidak merasa inferiur lagi terhadap bangsa lainnya. Khususnya terhadap bangsa Belanda yang sudah begitu lama menjajah Indonesia. Bangsa kita sudah tidak takut kepada Belanda dan siapapun yang mau merintangi pelaksanaan cita-citanya. Hasrat dan tekad bangsa kita untuk merdeka tanpa bantuan siapapun telah mencapai puncaknya dengan meletusnya Revolusi Agustus 1945. Ini yang sampai dewasa ini masih belum bisa difahami dan tidak hendak dimengerti oleh sementara kalangan di Belanda. Makanya bagi mereka itu, kemerdekaan Indonesia jatuh pada bulan Desember 1949, yaitu tanggal 'penyerahan kedaulatan' oleh pemerintah Belanda kepada Indonesia, sesuai persetujuan KMB. Jadi bukan pada tanggal 17 Agustus 1945, saat diproklamasikannya Republik Indonesia.

Inggris dan apalagi Belanda tadinya sangat mensepelekan perubahan besar dengan telah diproklamasikannya Republik Indonesia. Tetapi kemudian mereka mulai khawatir, karena perkembangan politik selanjutnya tidak sesuai dengan pridiksinya. Bagaimana menghadapi situasi baru dimana di bekas jajahannya, di 'Hindia Belanda' telah berdiri sebuah negara merdeka. Sebuah Republik yang dalam waktu yang begitu singkat telah melengkapi dirinya dengan sebuah pemerintah yang meliputi semua kekuatan nasional patriotik, memiliki undang-undang dasar serta sebuah Komite Nasional yang berfungsi sebagai parlemen. Yang lebih krusial lagi bagi Belanda bahwa Republik yang muda itu telah mampu membangun kekuatan bersenjata dan aparat keamanan negara.

PERUBAHAN FUNDAMENTAL

Dalam usahanya untuk kembali menguasai 'Hindia Belanda' yang sudah lenyap dari geopolitik Indonesia itu, pemerintah Belanda di Den Haag telah mendirikan NICA berpusat di 'Batavis', dengan Van Mook sebagai kepalanya. NICA pada hakikatya adalah reinkarnasi dari pemerinah Hindia Belanda dulu. Belanda juga menyadari bahwa situasi internasional sesudah dikalahkannya fasisme Jerman, Itali dan Jepang, jauh berbeda dengan keadaan dunia sebelumnya. Perubahan geopolitik dunia yang fundamental ialah bahwa fasisme dunia yang tergabung di dalam persekutuan poros 'A s' (Jerman, Itali dan Jepang) telah mengalami kekalahan total dalam Perang Dunia II. Suatu gejala baru sesudah Perang Dunia II, yang mencirii perubahan tsb ialah bahwa dalam kekuatan gabungan Sekutu itu, termasuk Uni Sovyet yang telah muncul sebagai salah satu pemenang perang.

Munculnya negeri Sosialis Uni Sovyet sebagai salah satu pemenang dalam Perang Dunia II, telah membawa perubahan dalam imbangan kekuatan politik antara gerakan kemerdekaan rakyat dan bangsa-bangsa terjajah melawan kolonialisme di satu fihak dengan kolonialisme dan imperialisme di ujung lainnya. Penyebab penting dari perubahan ini, a.l., karena Uni Sovyet dengan konsisten memberikan sokongan yang kuat kepada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah, khususnya di Asia dan Afrika. Kenyataan lain ialah bahwa kekuatan negeri-negeri kolonialis seperti Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, dll, telah menjadi amat lemah. Negeri Sosialis seperti Uni Sovyet dan Republik Sosialis Ukraina, anggota dari URSS, yang punya kedudukan sendiri di PBB, bersama Kerajaan Mesir, menyokong kemerdekaan Indonesia, yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kita masih ingat pidato utusan Ukraina di PBB yang membela Republik Indonesia. Dalam konstelasi politik internasional seperti itu, sambil merebut waktu memperbesar kekuatan militernya, Belanda memanfaatkan suasana anti-fasis di dunia internasional, dengan mempergiat kampanya mencap Republik Indonesia sebagai negara boneka bikinan Jepang, dan bahwa presiden kepala negaranya, Ir Sukarno, adalah seorang 'kolaborator' Jepang, 'Quisling-nya Indonesia'. Melalui kapamnye fitnah itu Belanda berharap bisa mengicuh pendapat umum dunia, bahwa tindakan Belanda menindas Republik Indonesia bisa dibenarkan, karena negara baru itu adalah buatan fasis Jepang dan karena pimpinan utamanya, Sukarno, adalah seorang 'kolaborator fasis'.Dengan gampang-gampangan saja kaum kolonialis Belanda dan orang-orang yang sefaham dengan mereka, mempersamakan Bung Karno dengan seorang pengkhianat bangsa seperti Vidkum Quisling.

BUNG KARNO BUKAN QUISLING

Siapa Vidkum Quisling? Quisling adalah seorang opsir tentara Norwegia sebelum Perang Dunia II. Ia pernah menjabat sebagai menteri. Ia mendirikan sebuah partai fasis, bernama Nasyonal Samling , sebuah partai fasis di Norwegia. Ketika Quisling bertemu dengan Adolf Hitler dalam tahun 1939, tahun permulaan Perang Dunia II, ia mengusulkan kepada Hitler agar Jerman menduduki Norwegia. Sesudah Norwegia diduduki oleh Jerman, Quisling diangkat oleh Hitler sebagai kepala pemerintahan Norwegia. Quisling bertanggungjawab atas penidasan dan eksekusi terhadap pejuang-pejuang Nowegia yang melawan pendudukan Jerman, dan juga bertanggungjawab mengenai pengiriman ribuan orang-orang Jahudi asal Norwegia, yang oleh Hitler dibunuh di kamp-kamp eksterminasi. Dengan berakhirnya Perang Dunia II dan Norwegia bebas kembali, Quisling dihukum mati sebagai pengkhianat bangsa. Nama Quisling adalah identik dengan pengkhianat bangsa, pengkhianatan terhadap negeri.

Siapa Ir. Sukarno? Setiap pejuang kemerdekaan Indonesia mengenal Bung Karno sebagai patriot pejuang kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan Belanda, yang kesetiaannya terhadap rakyat dan tanahair Indonesia tidak sedikitpun diragukan. Bung Karno adalah bapak nasion Indonesia. Bung Karno adalah proklamator negara Republik Indonesia. Sebagaimana halnya dr Sun Yatsen tercatat dalam sejarah sebagai pencipta konsepsi dan program dari negara Tiongkok modern, yang terkenal dengan nama 'San Min Chu Yi', serta diakui sebagai bapak negara Republik Tiongkok; sebagaimana halnya George Washington bersama teman-teman seperjuangannya melahirkan 'Declaration of Independence' dan adalah bapak negara Amerika Serikat; maka begitulah pula halnya Bung Karno tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai pencipta dari konsepsi dasar negara Indonesia, yaitu 'Panca Sila' dan adalah bapak negara dari negara kesatuan Republik Indonesia.

Adakah alasan ataupun dasar untuk menuduh Bung Karno sebagai kolaborator seperti Quisling? Baik kita periksa bersama!

BAGAIMANA KENYATAANNYA?

Bagaimana situasi Indonesia sebelum pendudukan Jepang? Bagaimana sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia, khususnya terhadap pemimpin-pemimpin perjuangan seperti Bung Karno, Hatta, dan Syahrir? Semua pemimpinn utama tsb bertahun-tahun lamanya dipenjarakan atau dibuang oleh Belanda. Banyak pejua ng kemerdekaan yang dibuang ke tempat pembuangan terkenal yaitu BOVEN DIGOEL, menemui ajalnya di sana. Tuntutan kaum nasionalis yang mengambil sikap masih mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda, yang masih mengharap terbetiknya hatinurani pemerintah Belanda, untuk mempersiapkan rakyat Indonesia dengan baik menghadapi invasi balatentara kerajaan Jepang, telah ditolak. Pemerintah kolonial Hindia Belanda tidak berani mempersenjatai bangsa kita menghadapi balatentara Jepang yang sudah jelas mengancam Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda tidak berani mengambil risiko mempersenjatai rakyat Indonesia. Mereka memperhitungkan bahwa bila rakyat Indonesia dipersenjatai menghadapi Jepang, sekali Jepang terusir dari Indonesia, maka akan terjadi situasi 'senjata makan tuan'.

Maka bisa dibayangkan betapa geramnya hati para pejuang kemerdekaan Indonesia terhadap sikap pemerintah Hindia Belanda. Kecewa dan marah! Pemerintah Hindia Belanda tetap mencurigai bangsa Indonesia dan samasekali tidak ada rasa tanggungjawab apalagi tindakan nyata terhadap bahaya yang mengancam rakyat dan negeri. Pemerintah Belanda tetap menganggap pejuang-pejuang kemerdekaan yang konsisten berjuang terus sebagai musuh negara. Itulah sebabnya mengapa mereka masih tetap disekap Belanda dalam penjara, dalam pembuangan, ataupun di kamp terasing Boven Digoel, Nieuw Guinea (sekarang Irian Barat) yang penuh dengan penyakit malaria. Sikap kepala batu pemerintah kolonial Belanda tsb tetap tidak berubah sampai saat mendaratnya serdadu pendudukan yang pertam di bumi Indonesia.

Dalam situasi demikian itu, bagaimana sifat hubungan politik antara penjajah Hindia Belanda dengan bangsa kita, khususnya dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia? Hubungan itu adalah hubungan antara penjajah dan yang terjajah, hubungan antara penindas dan yang tertindas, hubungan antara dua fihak yang secara politik dan perasaan bersifat antagonistik. Bagi kaum patriot Indonesia yang masih mendekam di balik jeruji besi penjara-penjara pemerintah, yang masih terasing di pembuangan, pemerintah Hindia Balanda itu adalah m u s u h. Pemerintah Hindia Belanda yang menghadapi ancaman dari balatentara Jepang, samasekali bukan pemerintah Indonesia yang membela kepentingan rakyat Indonesia. Maka sedikitpun tidak ada niat para pejuang kemerdekaan dan rakyat yang luas untuk membela pemerintah Hindia Belanda. Semakin cepat pemerintah kolonial Hindia Belanda ambruk dan lenyap dari Indonesia, bagi para pejuang kemerdekaan yang konsisten, hal itu semakin baik. Itulah logika perjuangan untuk kemerdekaan dan keadilan. Itulah logika para founding fathers kita. Itulah logika Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir dan para pejuang lainnya.

Ketika balatentara Jepang datang menyerbu, tentara Hindia Belanda, yaitu KNIL lari lintang pukang. Dalam beberapa hari saja, di Kalijati, Jawa Berat, panglima KNIL Jendral Ter Poorten, telah menandatangani perjanjian menyerah tanpa syarat kepada balatentara Dai Nippon.

MENYUSUN STRATEGI DAN TAKTIK YANG TEPAT

Bagaimana sikap Jepang, penguasa baru Indonesia? Para pejuang kemerdekaan Indonesia, lebih-lebih para pemimpinnya seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dll bukannya tidak tahu siapa Jepang sebagai suatu negeri imperialis yang militeristis dan fasis. Tetapi yang pokok bagi para pejuang kemerdekaan ialah bagaimana memanfaatkan situasi dimana kekuasaan kolonialisme Belanda yang telah bercokol begitu lama, saat itu oleh Jepang telah disapu lenyap dari permukaan bumi Indonesia. Bagaimanapun gejala ini adalah menguntungkan bagi perkembangan perjuangan rakyat kita untuk kemerdekaan nasional. Maka haruslah melihat dan mempelajari kongkrit bagaimana menghadapi kekuatan militer Jepang yang datang menduduki Indonesia. Melihat dulu bagaimana sikap Jepang.

Pertama-tama yang Jepang lakukan ialah membebaskan semua tahanan politik Hindia Belanda. Termasuk para pemimpin seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sharir dll.

Demi untuk merealisasi ambisi imperialisnya, menjadi pembimbing dan pemimpin Asia Timur Raya, yang berjanji akan membebaskan Asia Timur Raya, Jepang tidak sertamerta memusuhi rakyat Indonesia dan pemimpin-pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia. Sebaliknya Jepang menawarkan kerjasama, agar rakyat Indonesia tidak memusuhi kekuasaan pendudukanJepang di Indonesia. Sebagai imbalannya, Jepang akan memberikan konsesi-konsesi tertentu, yang memungkinkan para pejuang kemerdekaan Indonesia, khususnya para pemimpin nasional seperti Bung Karno dan Bung Hatta, memperoleh kesempatan melakukan pekerjaan politik dan organisasi guna mempersiapkan seluruh rakyat untuk datangnya 'D-DAY'. Para pemimpin menyadari betul bahwa perlu waktu dan kesempatan untuk melakukan pekerjaan besar pendidikan politik dan organisasi mempersiapkan revolusi yang akan memerdekakan bangsa dan tanah air kita. Tanpa pendidikan politik, tanpa pemobilisasian yang bisa menyatukan hati dan fikiran rakyat yang luas, tanpa persiapan-persiapan organisasi, maka tidaklah mungkin diharapkan akan ada kesiapan yang cukup bila datang saatnya bangsa kita harus mengambil nasib ditangannya sendiri.

Mempertimbangkan faktor-faktor kongkrit sperti itu, serta situasi berkecamuknya Perang Pasifik, dimana Jepang memerlukan suatu garis belakang yang 'stabil' yang tidak mengganggunya menghadapi tentara Sekutu, khususnya Amerika Serikat, halmana memaksa Jepang memberikan janji-janji dan konsesi-konsesi tertentu kepada para pemimpin perjuangan kemerdekaan; mempertimbangkan perlunya merebut kesempatan dan waktu, maka sesudah matang-matang bertukar fikiran, Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir dan sementara pemimpin lainnya, memutuskan untuk menempuh strategi dan taktik yang paling cocok. Strategi dan taktik itu merupakan satu-satunya yang tepat, lagipula tidak ada alternatif lain yang lebih sesuai dan tepat. Strategi dan taktik itu adalah : menerima uluran tangan Jepang tsb dan dengan sebaiknya memanfaatkan waktu dan kesempatan.

Para pemimpin nasional saat itu dengan sendirinya telah mempertimbangkan masak-masak bahwa Jepang juga menuntut konsesi politik dan konsesi lain-lain, dalam rangka pelaksanaan agenda perangnya. Jepang menghendaki agar bangsa Indonesia mendukung usaha perang Jepang melawan Sekutu. Konsesi ini juga dengan amat berat terpaksa diterima oleh para pemimpin kita itu. Para pemimpin itu menyimpulkan bahwa Bung Karno dan Bung Hatta harus bekerjasama dengan Jepang, agar bisa menggunakan konsesi yang diberikan Jepang untuk melakukan pekerjaan persiapan untuk kemerdekaan tanah air dan bangsa. Sedangkan Bung Syahrir dan pejuang-pejuang lainnuya melakukan pekerjaan di bawah tanah, untuk persiapan yang sama. Dengan demikian terbentuklah suatu kordinasi, pembagian pekerjaan dan tugas di antara para pemimpin tsb menghadapi perjuangan selanjutnya.

Strategi dan taktik yang diambil oleh Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir dalam meneruskan perjuangan di bawah syarat yang sulit semasa pendudukan tentara Jepang, ternyata adalah strategi yang tepat, yang telah membawa perjuangan ke puncaknya, yaitu meletusnya Revolusi Agustus 1945 yang telah memerdekakan tanah air kita dari kolonialisme Belanda. Menamakan pelaksanaan strategi dan taktik perjuangan kemerdekaan yang diciptakan oleh para founding fathers kita sebagai 'kolaborasi dengan musuh', sebagai 'pengkhianatan', adalah suatu kesimpulan yang asing dari logika bangsa kita. Kesimpulan yang menuduh Bung Karno sebagaqi 'kolaborator' hanya bisa dilakukan oleh orsng-orang yang tidak mengenal sejarah dan semangat dari perjuangan rakyat Indonesia untuk kemerdekaan. Mereka-mereka itu adalah kaum kolonialis dan segelintit pendukung-pendukungnya.

************
Sumber informasi a.l. dari literatur sbb:
1. Dibawah Bendera Reolusi I, II. (Ir. Sukarno)
2. SUKARNO, (J.D Legge).
3. Sukarno an autobiography as told to Cindy Adams.
4. Recollections of an Indonesian diplomat in the Sukarno era (Ganis Harsono)
5. Leaders (Richard Nixon).
6. Memoar OEI TJOE TAT (Oei Tjoe Tat)
7. SYAHRIR Politics and exile in Indonesia (Rudolf Mrazek)
8. Problems of the Indonesian Revolution (DN Aidit)


Amsterdam

* * * *

Back

Forward




(c) 2000 compiled by [email protected]