Sent: Friday, May 12, 2000 1:39 PM
Subject: Nasib "orang buangan"
Salam dari Tanahair,
Saya mohon maaf karena cukup lama membisu mengenai nasib kawan-kawan yang terhalang pulang ke Tanahair. Bulan Maret yang lalu kita masih optimis karena percakapan terakhir dengan Yusril dan Romli (Dirjen Kumdang) kita diyakinkan bahwa draft Keppres mengenai pemulihan kewarganegaraan orang-orang Indonesia yang terahalang pulang sudah dibuat dan tinggal ditandatangani Presiden. Waktu itu Romli pun mengatakan prosesnya akan memakan waktu maksimal 3 bulan yang berarti Juni nanti kawan-kawan sudah bisa mengisi formulir "renaturalisasi".
Bagian kedua bulan Maret saya berada di Palangkaraya untuk Sidang Raya PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) pada waktu itulah Presiden Gus Dur melontarkan usul pencabutan Tap MPRS XXV/1966. Saya terus terang saja agak kaget karena atas pertimbangan keadaan situasi maka KAP T/N sebenarnya baru akan mengangkat usulan pencabutan TAP tsb pada bulan Juli, yaitu menjelang SU Tahunan MPR bulan Agustus agar tidak memberikan terlalu banyak waktu untuk perdebatan yang tidak produktif. Munculnya usul Gus Dur itu telah menciptakan resistensi yang sangat kuat dan bahkan makin kuat dari berbagai kalangan, terutama kelompok Islam tertentu dan kaum militer tertentu. Perkembangannya sekarang kita saksikan semua bahwa telah terjadi keruwetan situasi politik yang makin mengkhawatirkan bagi kelanjutan proses reformasi dan demokratisasi di negeri tercinta ini. Bahkan sekarang ancaman terhadap Pemerintah Gus Dur bukan lagi hal yang basa basi. Saya sangat merasakan bagaimana harapan yang cukup membara sejak pertemuan Den Haag 17 Januari 2000 itu kini dapat dikatakan padam dan membeku kembali. Hal ini pun saya sampaikan kepada Yusril tgl 4 Mei yang lalu.
Perkembangan situasi politik di Tanahair telah mulai mengancam kehidupan ekonomi yang indikasinya nampak antara lain dari keengganan investor untuk masuk ke Indonesia dan terpuruknya nilai tukar Indonesia pada hari-hari ini. Beberapa langkah/kebijakan Gus Dur tidak menolong situasi melainkan bahkan memperburuk. Makin nampak sekarang bahwa kepemimpinan Gus Dur hampir sama dengan Suharto, misalnya kurang nampak keterbukaan dan transparansi. Alasan pencopitan Laksamana Sukardi tidak masuk akal hingga hari ini. Pembenaran terhadap tingkahlaku militeristis Banser NU terhadap kantor surat kabar Jawa Pos di Surabaya sangat menyakitkan nurani saya. Kembalinya Prabowo ke Tanahair dan mulai berbunyi perlu dicermati. Gerakan mahasiswa memang makin marak tapi menurut hemat saya soliditasnya jauh dari soliditas '98.
Mengamati perkembangan yang cukup suram ini KAP T/N mulai berupaya melangkah melanjutkan perjuangan penuntasan masalah korban-korban politik rezim Suharto. Karena kelompok-kelompok korban lainnya (Tanjung Priok, Lampung, Aceh,dan Timtim) sudah terbentuk untuk memperjuangakan klarifikasi dam pertanggungjawaban penguasa atas kasus-kasus mereka, maka tinggallah kelompok korban 1965 yang menjadi pokok perjuangan kami. Namun kami masih tetap terlibat dalam perjuangan kelompok-kelompok tsb di atas. Dalam kaitan dengan masalah 65 ini dapat dikatakan ada 2 sisi perjuangan, yaitu untuk kawan-kawan yg masih berada di luar negeri dan rehabilitasi untuk mantan tapol/napol di Tanahair. Dalam hubungan ini beberapa langkah yang diambil adalah:
1. Bersama-sama dengan 11 LSM lain mengadakan dialog dengan Fraksi TNI/Polri pada tgl 2 Mei 2000. Kami diterima oleh Brigjen TNI Ngatminanto, Brigjen Pol Supriyadi dan Kol inf Prayogo. Dalam pertemuan itu KAP T/N mengusulkan 3 hal :
- 1) Agar TNI mendukung usul pencabutan TAP MPRS XXV/1966 karena secara jujur harus kita lihat bahwa keputusan mengenai TAP tsb tidak lebih dari sandiwara politik kala itu.
- 2) Agar TNI memprakarsai pengkajian/penelitian mengenai G30S karena apabila di jaman rezim Suharto dipaksakan untuk melihat G30S sebagai ulah PKI maka sekarang ini berkembang pandangan/persepsi bahwa itu sesungguhnya adalah ulah TNI AD. Karena itu prakarsa TNI utk pengkajian/penelitian ini akan sangat positif bagi bangsa untuk menuju rekonsiliasi dan juga bagi TNI AD utk membersihkan diri.
- 3) agar TNI mengambil prakarsa utk mengungkap peran CIA (Amerika) dan badan-badan inteligen barat lainnya seperti Inggris, Australia dan Belanda dlm G30S. Inipun akan sangat positif bagi TNI.
Kami pun minta agar fraksi TNI yg pada satu sisi dianggap wakil rakyat tetapi pada sisi lain adalah perpanjangan tangan Mabes TNI utk menyampaikan ususl-usul kami kepada Mabes TNI dan mendorong Mabes utk melaksanakannya. Menanggapi usul ini F TNI menyatakan akan menyampaikannya sbg masukan utk Badan Pekerja MPR. Kami menyatakan siap utk memberikan masukan-masukanbila diperlukan menjelang sidang-sidang badan pekerja MPR
2. Mengadakan dialog dgn Menkumdang Yusril pada tgl 4 Mei 2000. Delegasi KAP T/N terdiri dari :Apong, Judy (ass KAP T/N) dan saya sendiri. Yusril memang nampak lesu, menurut hemat kami karena pertama dia tidak setuju dengan usul pencabutan TAP MPRS XXV/1966 itu dan kedua dia sedang menghadapi kemelut partainya sendiri aantara lain karena masalah dana 1 miliar yg diterimanya utk PBB. Kami berusaha mendorong dia utk menuntaskan misi dia ke Eropa dan rehabilitasi mantan napol yang sudah disepakati dgn dia pada Pebruari yang lalu. Yusril mengatakan bahwa:
-
1) mengenai MAHID perlu cooling down dulu karena perkembangan situasi politik sekarang tdk kondusif. Ketika kami tanyakan cooling down itu sampai kapan dia menjawab sampai 20 Mei yaitu hari dimana menurut rencana Presiden Gus Dur akan memberikan penjelasan mengenai tekadnya utk tetap mengusulkan pencabutan TAP MPRS XXV/1966. Yusril menyatakan akan mengundurkan diri dari kabinet bila Gus Dur bersikeras dgn usulnya. Ternyata Yusril memang telah mengajukan surat pengunduran diri sbg Menkumdang tetapi sudah pula ditolak oleh Gus Dur. Ketika kami tanyakan tentang keberadaan draft Kepres teantang MAHID Yusril tidak dapat memberikan jawaban yg tegas.
-
2) mengenai rehabilitasi, prosesnya bisa diteruskan. Dalam hal ini Depkumdang menurut Yusril berfungsi sbg pos yang meneruskan permohonan- permohonan rehabilitasi kpd Presiden yg pada gilirannya akan meminta pertimbangan Mahkamah Agung.
Dalam pertemuan itu pun Yusril menyatakan sangat menyayangkan bahwa ketika dia diserang tidak ada LSM yang membela termasuk PBHI. kami jelaskan padanya bahwa beberapa langkah kami ambil tapi tidak dibunyikan media. Perlu dicatat bahwa Apong ternyata lebih keras dari saya dalam menghadapi Yusril.
3. Bersama Solidamor kami mengadakan dialog dgn Menneg HAM Hasballah pada tgl 9 Mei. Selain membicarakan berbagai masalah HAM, secara kusus kami angkat maslah penuntasan korban-korbnan politik ORde Baru, khususnyaG30S. Dalam hubungan ini Hasballah menyatakan bahwa selain kelompok Islam tertentu pihak inteligen TNI juga nampaknya masih memelihara ketakutan thd kemunculan bangkitnya PKI. Kami menjelaskan panjanglebar mengenai apa yg didambakan mantan tapol/napol, yaityu tidak lain dari hidup tentram mengisi hari tua mereka. Dan sesungguhnya situasi dan kondisi lokal maupun mondial tdk mendukung kebangkitan organisasi PKI. Pada ssisi lain masalah ideologi tdk dapat dilarang dgn peraturan apapun. Hasballah nampaknya memahami dan mendukung pencabutan TAP MPRS
4. Hari ini 12 Mei saya dgn Pak Latief menemui Dirjen Kumdang Romly. Dari percakapan dgn Romli kami dapati bahwa:
- 1) Draft Kepres ttg MAHID ternyata masih nongkrong di Depkumdang
- 2) untuk rehabilitasi belum ada landasan hukumnya, karena itu baru akan dibuatkan kepres lagi.
Yang mengagetkan sekaligus menyedihkan hati kami adalah bahwa beberapa berkas permohonan rehabilitasi yg kami sampaikan pada Yusril tgl 4 mei yang lalu dan dia katakan akan segera diteruskan ke Romly utk ditindaklanjuti ternyata sampaik hari ini belum diterima Romly. Tapi Romli berjanji akan mencari berkas tsb mudah-mudahan. Dari Romli juga kami memperoleh kejalasan bahwa permohonan rehabilitasi utk mantan anggota ABRI/Polri harus diproses melalui Mabes TNI.
5. Sejak pekan silam kami mengajukan permohonan audensi dgn Presiden Gus Dur akan tetapi sampaikan hari ini (tadi pagi kami telepon lagi ke Binagraha tetapi) belum ada tanggapan positif. Bahkan pola dan prosedurnya nampaknya kembali pada prosedur jaman Habibie. Aneh tapi nyata ! Kami meminta waktu Presiden sebelum tgl 20 Mei karena tgl 22 Mei kami akan berangkat ke Manado utk Sidang Raya Dewan Gereja Asia dan baru akan kembali ke Jaklarta awal Juni.
Inilah laporan kami utk kawan-kawan, bukan sebagai pelipur lara melainkan sebagai bukti solidaritas kami dengan harapan dan kekecewaan kawan-kawan dan sekaligus sbg komitmen kami utk bersama-sama membawa bangsa ini kpd suatu kehidupan yg demokratis, yang bebas dari segala macam stigmatisasi dan diskriminasi. Hampir setiap hari KAP T/N menerima pengaduan dan permohonan bantuan utk memperjuangkan nasib mantan tapol/napol, yang pada satu sisi memberika dorongan bagi kami utk tidak mundur dari perjuangan ini dan pada sisi lain memperdalam keprihatinan kami mengenai betapa beratnya upaya mencari kebenaran dan keadilan dlm masyarakat yg katanya sudah reformasi dan barangkali dianggap sudah demokrasi. Baiklah kawan-kawan inilah berita hari ini.
Wassalam
Gustaf Dupe
Koordinator KAP T/N
Back to Top *********************** Related Message
|