Silahkan Logo Pakorba di-klik

Duka Para Korban Orde Baru





Dikutip dari : Oposisi

Balada Bebasnya Kolonel Latief Cs

TIDAK ada air mata yang tumpah ketika empat narapidana politik (napol) perkara Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI), Abdul Latief, Boengkoes, Asep Suryaman, dan Natanael Marsudi memulai prosesi pembebasannya di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, hari Kamis (25/3) malam. Mereka dapat meninggalkan LP yang dihuninya tak kurang dari 33 tahun setelah mendapatkan grasi dari Presiden BJ Habibie bersama enam napol G30S/PKI lainnya.

Prosesi pelepasan itu dimulai pukul 20.00 WIB. Keempatnya harus mengucapkan sumpah setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan Ketetapan (Tap) MPR. Abdul Latief, mantan Kolonel Angkatan Darat, berdiri dengan gagah, berbaju putih dan berdasi warna gelap. Tiga rekannya berdiri sejajar bersama-sama mengucapkan sumpah di depan Kepala Kanwil Departemen Kehakiman DKI Jakarta Hasanuddin, yang mewakili pemerintah, Kepala LP Cipinang Sobari, serta dua kuasa hukum Napol Jhonson Panjaitan dan Hendardi dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI).

Beberapa anggota keluarga empat napol itu dan mantan napol lain yang hadir dalam prosesi pelepasan itu malah tampak mengusap airmata di pipi mereka. Mereka tampak terharu. Sebaliknya, Abdul Latief dan tiga napol yang berusia antara 72-75 tahun itu tampak tabah, menahan haru.

Usai menandatangani berita acara pelepasan dan menerima salinan Keppres, keempat napol G30S/PKI itu bebas. "Saya mau istirahat dulu," tutur Latief. Dia juga belum memikirkan untuk terjun ke pentas politik. "Lihat keadaan. Itu soal nanti," lanjutnya terbata-bata. Ia sejak tahun 1997 terkena stroke, sehingga tidak bisa lancar bicara. Sambil duduk, Latief mengakui, selama di penjara sudah membikin banyak tulisan, sebagai bagian untuk meluruskan sejarah. Tulisan itu menyangkut perang gerilya di Yogyakarta, otobiografi, maupun buku sekitar peristiwa G30S/ PKI.

Ketika ditanya apakah akan menjelaskan soal pertemuannya dengan mantan Pangkostrad (waktu itu) Mayjen TNI Soeharto di Rumah Sakit Angkatan Darat, Latief berkata, masalah itu sudah dijelaskan pada buku pembelaannya. Namun, Latief menyatakan, kedekatannya hanya sebatas hubungan komandan tentara dengan anak buahnya saja.

"Siapa yang mengkudeta Bung Karno waktu itu? Kami atau mereka? Itu yang tidak pernah bisa dibuktikan hingga kini, makanya kejelasan sejarah itu penting sekali," katanya terbata-bata sembari emosional.

Menurut dia, di dalam buku pembelaannya, usaha penjelasan kemelut seputar peristiwa itu telah dilakukannya. "Saya menolak dikatakan PKI, karena saya hanya prajurit yang menjalankan perintah komandan. Saya ingin istirahat dulu, tetapi nanti ada keinginan untuk meluruskan sejarah yang selama ini disajikan Orde Baru. Hal itu pasti saya lakukan," kata Latief seusai menghirup udara bebas, dan ia menginginkan namanya direhabilitasi karena berkaitan dengan masa depan anak cucunya yang tidak bisa mengecap perikehidupan lebih baik sehubungan status orang tuanya itu.

Boengkoes yang menjadi juru bicara keempat napol menambahkan, sebenarnya mereka ingin menolak pemberian grasi. Mereka mau seluruh napol/tapol lain dibebaskan. "Sebenarnya kami ingin menolak pemberian grasi ini. Namun atas dorongan napol lain yang lebih muda, kami menerimanya," tegas Boengkoes, mantan anggota Angkatan Darat yang membaca pernyataan bersama mantan napol G30S/PKI tersebut.

Sama seperti Latief, mantan bintara Angkatan Darat itu berkata, sejarah mengenai G30S/PKI yang selama ini diajarkan di sekolah dan dalam film lebih banyak tidak benarnya. Kemudian Latief menegaskan, tidak ada proses penganiayaan yang luar biasa terhadap para Pahlawan Revolusi. "Dalam film G30S/PKI yang benar hanya satu, yakni para jenderal dimasukkan ke lubang. Tidak ada Gerwani dalam peristiwa itu," tandasnya.

Walau demikian, Boengkoes mengakui belum tahu apakah akan menulis buku untuk meluruskan sejarah. "Terus terang, kami ini seperti buta. Kami kan 33 tahun mendekam di LP. Jakarta kini sudah banyak berubah. Sebab itu, tolong kami untuk bisa berbuat sesuatu...," ujarnya.

Berbeda dengan kedua rekannya yang lebih banyak bicara sejarah, Asep Suryaman dan Natanael Marsudi--mantan anggota Angkatan Udara--lebih banyak berbicara tentang pribadinya. Bahkan, Asep tak bersedia bicara banyak saat ditanya wartawan. Dia baru berbinar-binar sewaktu ditanya tentang kegiatannya selama di LP Cipinang.

"Saya di penjara memelihara ikan gurami. Ikan itu saya pelihara sejak kecil sampai sebesar ini, sambil menunjukkan lengannya. Kini semua saya tinggalkan. Saya membawa dua ekor untuk kenang-kenangan," papar Asep yang dijemput menantu dan cucunya.

Selain Asep yang memelihara ikan, Latief mempunyai banyak ayam dan itik. Jumlahnya sampai puluhan ekor. Unggas itu sebagian besar dipotongnya sebelum keluar dari LP Cipinang. Dari pagi sampai malam, napol G30S/PKI itu memang berpesta dengan sesama penghuni LP lain dengan makan daging ayam. "Masih ada beberapa ekor ayam yang saya tinggalkan di sini. Biarlah ayam itu dipelihara teman-teman," tutur ayah enam anak itu.

Begitulah cara pelepasan napol G30S/PKI pada era pemerintahan Habibie, beberapa waktu lalu. Kini mereka telah menghirup udara bebas, sembari mempersiapkan pelurusan sejarah. ****

Back to Top ****************** Related Message

************ Back to the Welcome Site ************


© 1996 - 2000
Last Update on 10.05.2000