Megawati
Chairwoman
DPP PDI
(Perjuangan)
Jl. Diponegoro 58
Jakarta


Date: Wed, 3 Jun 1998 15:08:57 -0700 (PDT)
From: seorang yang <>
Subject: Gerakan Reformasi belum berani sentuh ABRI
To:

==========================================
GERAKAN REFORMASI BELUM BERANI SENTUH ABRI
==========================================

Gerakan reformasi yang terlihat garang dan meledak - ledak ternyata
belum berani bersinggungan langsung dengan akar permasalahan yang
selama ini menjadi Penyebab utama berkuasanya rezim Soeharto selama 32
tahun.

Gerakan Reformasi apabila diibaratkan "tikus" maka ia akan tersipu
sipu bila sudah berhadapan dengan "Kucing" ABRI.

Buktinya sebelum runtuhnya soeharto banyak spanduk yang berbunyi
hapuskan dwi fungsi "ABRI" tapi saat ini hanya lamat-lamat terdengar
suara yang menuntut hal seperti itu.

Apakah tergesernya let-jen Prabowo dari posisi strategisnya sudah
berhasil mengobati luka yang diakibatkan oleh rejim militernya
Soeharto ?.

Tergesernya Prabowo justru meningkatkan persatuan didalam tubuh ABRI
itu sendiri, karena Wiranto berhasil menghibur orang-orang yang dulu
sakit hati karena kesempatan yang seharusnya mereka peroleh, malah
diserobot oleh mantu Pak Harto itu, yang jauh lebih muda dari segi
angkatannya dibandingkan para bawahannya. Sehingga sekarang ini
dikalangan ABRI. Wiranto dapat dikatakan sebagai orang yang
memperhatikan aspirasi yang berkembang di tubuh ABRI sehingga justru
malah memperkuat posisinya.

Jadi jika ada anggapan Bahwa Prabowo digeser karena wiranto lebih
mengutamakan aspirasi yang berkembang dikalangan masyarakat, itu salah
besar.

Bukti lain bahwa rejim militer masih kuat menancapkan kukunya ditubuh
pemerintahan,banyak sekali dan dapat para netter lihat sendiri. dalam
Keanggotaan kabinet HABIBIE saat ini ada beberapa nama kecuali wiranto
sendiri tentunya sebagai menhamkam-pangab.

Diantara nama-nama Gubernur dan Bupati coba dihitung berapa orang yang
dari kalangan sipil. Jika ada sipil apakah mereka benar-benar dipilih
melalui proses penyerapan aspirasi rakyat ?.

Dan yang lebih kelihatan lagi, apa alasannya Bupati Bantul yang masih
aktip sebagai anggota ABRI tetap bercokol sebagai Bupati, apa ini
namanya kalau bukan Rejim militer masih berkuasa.

Memang bukan pekerjaan mudah untuk berhadapan langsung dengan ABRI,
untuk mengingatkan mereka agar kembali kejalan yang benar, sebagai
alat keamanan negara, tanpa resiko dikemplang oleh mereka, mengingat
selama ini mereka sudah 32 tahun menikmati masa-masa indah apabila
mereka berhasil meniti karir hingga menduduki pucuk pimpinan ABRI,
setelah menjadi Purnawirawanpun sudah menunggu jabatan empuk, sebagai
menteri, duta besar, Presiden direktur di BUMN-BUMN, Ketua koni,
Gubernur, Bupati, Camat, Lurah, Sampai sampai kepala desapun boleh
jugalah.

Di tubuh ABRI ditanamkan semacam kepercayaan bahwa hanya ABRI lah
(dengan disiplin Militernya) yang mampu menjadi pemimpin yang cakap,
sedangkan sipil cenderung tidak mampu bertindak tegas dan lambat
mengambil keputusan karena terlalu banyak pertimbangan.

Usaha Untuk memperlihatkan ketidak mampuan orang sipil ini pernah pula
ditunjukkan kepada masyarakat Luas terhadap Habibie, melalui Unjuk
rasa di IPTN dan PT. PAL. Hal ini dikarenakan ABRI mengetahui bahwa
Soeharto akan mencalonkan Habibie sebagai wakil Presiden, sedangkan
pihak ABRI tetap bersikeras agar Salah seorang Putra terbaiknya yang
lebih pantas menduduki jabatan tersebut. ini bukan rumor tapi secara
kebetulan saya memperoleh informasi dari sumber dikalangan ABRI yang
dapat dipercaya.

Saat ini ABRI yang sudah semakin solid ini setiap saat bisa keluar
sebagai "Pahlawan" yang dapat mengambil alih kepemimpinan Negara
apabila dirasakan sudah saatnya dan apabila cukup alasan untuk
menuding Bahwa pemerintah sipil tidak mampu mengendalikan kestabilan
politik, yang berarti pula tidak mampu menyelesaikan masalah
perekonomian Bangsa ini.

Oleh karena itu sudah seharusnyalah digemakan lagi suara yang menuntut
dicabutnya dwi fungsi ABRI, sekaligus hal-hal berikut :

1. Setuju untuk memisahkan Kepolisian dari tubuh ABRI.

2. Pengendalian massa, hanya apabila dianggap membahayakan keselamatan
Negara baru ABRI boleh turun untuk mengendalikan massa, selama hanya
dihadapkan dengan unjuk-rasa tanpa senjata, maka hanya pihak
kepolisian sajalah yang berkewajiban mengendalikan massa tanpa campur
tangan ABRI, Perlu didukung oleh undang-undang.

3. Mengingat Presiden sebagai kepala negara sekaligus panglima
tertinggi ABRI maka ABRI tidak selayaknya duduk sebagai anggota
DPR/MPR, karena bagaimana mungkin seorang bawahan diberi kedudukan
sebagai pengawas terhadap atasannya. hal ini berpotensi untuk disalah
gunakan. oleh sebab itu Abri tidak boleh memilih ataupun dipilih dalam
pemilu, juga tidak boleh ada utusan golongan (ABRI) di dalam
keanggotaan MPR. sanak keluarga ABRI memiliki hak suara untuk memilih
tapi tidak memiliki hak untuk dipilih, selama Suami atau Istri atau
Orang tuanya masih aktif. Kecuali setelah purnawirawan dan menjadi
orang sipil.

4. Sebagai anggota kabinet boleh saja, karena kita menganut azas
presidentil Kabinet seorang purnawiawan ABRI tidak berhalangan menjadi
salah seorang menteri. dan Mengingat Gubernur ataupun Bupati merupakan
kepanjangan tangan Pemerintah pusat (apabila ini tetap dipertahankan)
maka Purnawirawan ABRI boleh menjadi Gubernur ataupun Bupati, sejauh
ia memang dikehendaki rakyat. bukan atas usulan Pemerintah pusat, dan
bukan pula anggota ABRI yang masih aktif.

5. Silahkan ditambahkan jika ada yang terlupakan, yang prinsipnya
mengembalikan fungsi ABRI yang berdiri diatas semua golongan, dan
sebagai alat keamanan Negara yang tunduk kepada Presiden, atau kepada
MPR dalam hal Presiden/wakil Presiden Berhalangan tetap.

Disaat dunia Internasional sedang menyoroti pelanggaran Ham yang
pernah dilakukan oleh Rejim Soeharto dengan dukungan ABRInya, tidak
ada momentum yang lebih baik untuk menyuarakan kehendak rakyat yang
tertindas selama ini.

Mari gunakan Momentum ini untuk mengembalikan fungsi ABRI yang
sebenarnya, sebelum ia memiliki cukup alasan di mata Internasional
untuk memanfaatkan peluang kembali menanamkan cakar-cakarnya.

Tapi tetaplah berhati-hati, karena harimau yang terluka bisa saja
bertindak nekad dan membabi buta. Suarakan tuntutan dengan tetap
berkepala dingin dan dengan cara damai, jangan beri mereka alasan
untuk menghancurkan kekuatan yang sudah terhimpun.

Salam reformasi.

*********************
From: "Erlangga Vishnushakti" <>
To:
Subject: Tugas ABRI: Membenahi Prabowo
Date: Wed, 03 Jun 1998 14:46:10 PDT

Tugas ABRI: Prabowo Harus Dihukum Mati

Presiden Habibie secara terang-terangan dan berani mengatakan di New
York Times bahwa dalam tubuh ABRI terjadi perpecahan antara kelompok
Wiranto dan Prabowo. Juga disebutkan bahwa Jendral Prabowo bertingkah
ugal-ugalan membawa pasukannya ke Istana. Meskipun Presiden Habibie
tidak menyebutkan Prabowo melakukan kudeta, tetapi dikabarkan bahwa
Habibie bersama keluarganya harus diungsikan ke tempat yang aman untuk
mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Tingkah laku ugal-ugalan
ini dapat diartikan kudeta (karena Prabowo menuju ke Istana membawa
pasukan tanpa persetujuan PANGAB dan sepengetahuan presiden dengan
maksud melakukan psywar) atau paling tidak indisipliner (karena
melakukan intimidasi).

Tindakan bejat Prabowo tersebut tidak terjadi sekali, tetapi merupakan
pola tingkah laku Prabowo yang menjurus ke arah psikopat. Pertama,
sewaktu di AKABRI Prabowo pernah melakukan tindakan indispilner dan
desersi dari tugasnya sebagai taruna. Kedua, sewaktu di Timor Timur
sumber militer mengatakan Prabowo juga pernah melakukan disersi. Ketiga,
seorang saksi mata mengatakan kepada saya bahwa Prabowo pernah "going
berserk" (mengamuk tak terkendali) di bandara Halim akibat pesawat
terlambat datang karena masalah teknis. Kata saksi mata tersebut, yang
tugasnya menangani keberangkatan petinggi sipil dan ABRI, keterlambatan
tersebut jamak terjadi tetapi hanya Prabowo lah yang menunjukkan rasa
berang tak terkendali. Keempat, sumber dari Kopasus juga mengatakan
bahwa Prabowo tidak mengikuti aturan main militer selama menjabat
komandan Kopasus. Sudah menjadi tradisi Prabowo, apabila perwira
menengah Kopasus melakukan kesalahan, Prabowo tidak segan memukul dengan
tongkat komando, sampai tongkat tersebut patah. Lagi pula hukuman
tersebut dilakukan di muka umum. Sudah menjadi 'joke' di kalangan
logistik Kopasus untuk selalu membeli tongkat komando baru yang mudah
patah. Tentu kita masih ingat foto Prabowo sebagai seorang jendral yang
kemana-mana membawa ransel. Mulai dari Admiral Yamamoto, Montgomery,
Omar Bradley, Patton, Schwarznikof, sampai Collin Powel, tidak ada
seorang jendral di dunia ini yang kemana-mana membawa ransel, apalagi
pada waktu upacara, selain Prabowo. Agaknya Prabowo mempunyai kelainan
jiwa. Kelima, sumber dari keluarga Djojohadikusumo mengatakan bahwa
sewaktu masih menjadi DanJen Kopasus, Prabowo pernah membentak bapaknya
(Prof. Soemitro) dan berteriak di muka tamu keluarga, supaya bapaknya
tidak mati dulu untuk menyaksikan Prabowo jadi presiden. Keenam,
peristiwa terbakarnya BI masih merupakan hal yang misterius. Pada waktu
kebakaran terjadi, Gubernur BI (pada waktu itu Sudradjad) sedang
melakukan rapat dengan beberapa staffnya. Meskipun gedung BI belum
selesai dibangun, ruang pertemuan tersebut sudah selesai dibangun dan
sudah dapat dipakai rapat. Ada indikasi yang perlu dicheck kebenarannya
bahwa Prabowo terlibat dalam kasus pembakaran BI. Kakak Prabowo sendiri
sudah mengawatirkan kesehatan jiwa Prabowo. Ketujuh, kalau Kaisar Nero
(contoh psikopat) pernah membakar Roma, Jendral Prabowo disinyalir
membakar Jakarta. Bedanya, Nero akhirnya di bunuh tentaranya sendiri
karena dianggap membahayakan kerajaan, sedangkan Prabowo malah diangkat
jadi Komandan Sesko ABRI. Is it ABRI's value system? Ke delapan,
disinyalir Prabowo terlibat asasinasi empat mahasiswa Trisakti. Hal yang
tidak masuk akal di ABRI ialah tanggung-jawab hanya diberlakukan sampai
dua level ke atas dari pelaku kesalahan. Jadi seandainya komandan
batalyon menyuruh bawahannya memperkosa anak Jendral Wiranto (maaf) maka
hukuman akan dijatuhkan sampai komandan peleton. Komandan kompi selamat,
apalagi komandan batalyon tadi. Kalau begitu enak sekali jadi petinggi
ABRI. Ke sembilan, Prabowo melakukan usaha kudeta atau tindakan
indispliner melawan Presiden Habibie (dan sudah diakui Habibie sendiri).

PERTANYAAN BESAR ialah MENGAPA TIDAK ADA HUKUMAN KEPADA PRABOWO?

Hukuman yang paling tepat adalah HUKUMAN MATI. Hukuman yang lebih ringan
ialah MASUK ASILUM PENYAKIT JIWA SEUMUR HIDUP.

Kalau ABRI tidak bisa membenahi dirinya sendiri, ABRI akan kehilangan
kewibawaannya di masyarakat. Jangan sampai rakyat kehilangan kesabaran
dan harus membenahi ABRI, karena konsekwensinya akan jauh lebih
membahayakan anggota keluarga ABRI maupun bagi keutuhan negara ini.

Wassalam
Erlangga Vishnusakti.
*********************
From: "munir mujono" <>
To:
Subject: MimbaR----Peradilan Dagelan Dimulai, Siapa Kambing Hitam?
Date: Tue, 02 Jun 1998 11:00:56 PDT

Untuk :
Dari : MimbaR
Subject : Peradilan Dagelan Dimulai, Siapa Kambing Hitam?


JAKARTA (MimbaR, Juni 1998)
"Peradilan Dagelan" Insiden penembakan mahasiswa Trisakti dimulai. Juru
bicara ABRI, Brigjen Wahab Mokodongan kepada pers mengatakan, peristiwa
penembakan empat mahasiswa Trisakti persidangannya digelar Mahkamah
Militer, 6 Juni 1998. Sementara itu, diperoleh informasi, beberapa
perguruan tinggi di Ibukota akan meggelar unjuk rasa di halaman Mahkamah
Militer Jakarta saat persidagan digelar. Kabarnya mahasiswa menuntut
semua tokoh militer yang mendalangi insiden Trisakti juga dihadapkan ke
Mahkamah Militer.

Walau pun Wahab serta Dan Puspom ABRI Jakarta Kolonel CPM Hendarji
menyebutkan ada 19 tersangka yang bakal dimahkamahmiliterkan, namun
sejumlah tokoh mahasiswa dan pelaku politik di Jakarta pesimis bahwa
kasus ini hanya sebuah dagelan untuk menyenangkan hati rakyat dan
mahasiswa buat sementara waktu. Mereka yakin, tokoh yang berada di balik
penembakan tak akan diungkapkan.

"Pelaku penembakan mahasiswa orangnya sama dengan pelaku yang menculik
aktivis pro-demokrasi. Kegiatan ini satu rantai, termasuk rekayasa
huru-hara Jakarta, 14 Mei lal, semua itu kerjaan tentara," kata seorang
pengajar politik Universitas Trisakti. Dosen yang enggan namanya
ditulis ini mengatakan, sejak awal ia tidak yakin dalang penembakan
mahasiswa Trisakti akan diungkapkan. "Kalau dalangnya diungkapkan,
komunitas ABRI geger," katanya.

Sementara itu beberapa mahasiswa yang dihubungi MimbaR mengaku kecewa
dengan cara POM ABRI menangani kasus penembakan mahasiswa ini. "Belum
apa-apa sudah dibilang salah prosedur, indispiler dan tetek bengek. Kami
lihat POM ABRI tidak serius. Mereka hanya mencari kroco-kroco untuk
dijadikan kambinghitam," kata aktivis mahasiswa Universitas Indonesia
yang minta namanya tidak diungkapkan.

Ketidakseriusan POM ABRI ini dikarenakan Komandan POM ABRI Jakarta
Kolonel CPM Hendarji adalah paman kandung Regita "Tata" Cahyani (istri
Tommy Soeharto), dan dengan adanya hubungan kerabat ini Mayjen Prabowo
Subianto (ipar Tommy) yang disebut-sebut berada di belakang penembakan
mahasiswa itu tidak akan disentuh hukum. "Ada unsur nepotisme dalam
pengusutan kasus Trisakti terjadi sejak awal," kata sebuah sumber di
Cilangkap.

Tidak hanya kambing hitam baru yang dilahirkan, juga sandiwara baru yang
mengesankan bahwa penembakan itu adalah salah prosedur. Untuk mendukung
rekayasa ini, buru-buru Kapolda Metrojaya Hamami Nata dicopot dari
jabatannya dan sebelumnya Prabowo Subianto juga dicopot sebagai Panglima
Kostrad. Seakan-akan keduanya pihak yang paling bertanggungjawab
terhadap penembakan itu.

"Opini yang ingin dimunculkan bahwa Hamami Nata dan Prabowo adalah orang
bersalah, orang yang bertanggungjawab terhadap insiden Trisakti. Makanya
ia dikorbankan sebelum sidang militer dimulai. Maksudnya, ya itu tadi,
agar opini terbentuk bahwa Hamami dan Prabowo dihukum karena bersalah
dalam kasus Trisakti," kata sumber. Kabarnya, skenario ini diolah oleh
"dapur politik" Wiranto.

Sudah menjadi rahasia umum, lembaga ABRI selama ini memang jarang
transparan kepada rakyat. Ini bisa dilihat mulai dari Kasus Aceh, Priok,
Lampung, Santa Cruz, Timika atau Insiden 27 Juli 1996. Menurut sumber,
dalam insiden Santa Cruz, Mayjen Sintong dan Brigen Warouw yang
"dikorbankan" dan untuk Insiden Trisakti Hamami Nata dan Prabowo yang
cocok jadi kambing hitam. "Dan untuk kasus Priok, yang jadi kambing
hitam, ya cukup Dandim dan Kapolres Jakarta Utara."

Kalau memang betul Hamami dan Prabowo dikorbankan untuk kasus Trisakti
kenapa Mayjen Sjafrie Syamsuddin tidak dicopot? Padahal Sjafri sebagai
Pangdam Jaya, adalah orang yang paling bertanggungjawab terhadap
keamanan Ibukota. Menurut sumber, Sjafrie tidak dicopot karena satu
kampung dengan Presiden BJ. Habibie, dan ia sudah minta maaf pada Pangab
Wiranto. "Karena itu Wiranto memaafkan Sjafrie. Ini sekaligus untuk
memecah klik Prabowo," kata sumber itu.

Sebelumnya Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto 25 Mei 1998 telah
menjelaskan Insiden Trisakti. Sama dengan yang diungkapkkan Kolonel
Hendarji bahwa penembakan itu terjadi karena tidakan non prosedural dan
indisipliner. Yang disayangkan masyarakat, dalam kerangka reformasi,
Wiranto masih menggunakan kata-kata klise dan penuh "basa-basi" termasuk
ketika secara mendadak mencopot Prabowo dan menunjuk Johhny Lumintang
sebagai Pangkostrad dan kemudian mengangkap Jamiri Chaniago sebagai
pejabat defenitif.

"Wiranto itu sebenarnya pemain politik ulung. Lihat gaya bahasanya yang
kayak praktisi politik beneran. Wiranto jelas beda dengan Subagio,
Prabowo, Satria Tubagus, Arief Kusrihadi, apalagi Dibyo Widodo atau
Hamami Nata yang tidak mengerti politik," kata sumber tadi. Dan ingat,
katanya, Wiranto masih punya hubungan saudara dengan Presiden BJ.
Habibie. Makanya Wiranto adalah pihak yang pertama kali mendukung
Habibie jadi presiden menggantikan Soeharto," kata sumber tersebut.

Kembali ke Insiden Trisakti. Secara faktual tayangan sejumlah media
elektronik memperlihatkan dengan jelas bagaimana petugas keamanan
melepaskan rentetan senjata otomatis ke arah kerumunan mahasiswa.
Seolah-olah mahasiswa adalah musuh aparat yang harus dihabiskan dan
dihancurkan. Namun fakta menunjukkan hanya empat mahasiswa Trisakti
yang dinyatakan tewas dan kemudian diproklamasikan sebagai Pahlawan
Reformasi. Menurut ahli forensik Dr. Mun'im Idries bahwa pada keempat
korban ditemukan peluru tunggal, masing-masing di punggung, dada, kepala
dan leher yang merupakan tempat vital manusia dan tentu saja mematikan.

Fakta ini memberi gambaran pada masyarakat bahwa korban merupakan target
(sasaran) yang sengaja dibidik untuk dihilangkan nyawanya oleh si
penembak (sniper) yang memang mempuyai kemampuan khusus dan telah
menguasai medan di sekitar Universitas Trisakti dan tempat-tempat yang
strategis untuk melakukan penembakan agar tidak dilihat orang.
Hendriawan salah satu korban, misalnya, adalah tokoh mahasiswa Trisakti
yang paling keras mengkritik ABRI sebelum penembakan itu terjadi. Ia
memang termasuk aktivis yang hendak "dihabisi".

Sementara itu beberapa pakar komunikasi di Jakarta mengatakan, kalau
tayangan media elektronik yang dijadikan acuan, tentunya korban akan
mencapai ratusan orang. "Ini dengan asumsi satu petugas melepaskan satu
tembakan terhadap satu orang mahasiswa. Tapi, nyatanya hanya empat
mahasiswa yang jadi korban dengan luka pada sasaran yang pas dan
mematikan," kata pakar tadi.

Sumber MimbaR di Puspom ABRI mengungkapkan, di Jalan S. Parman yang
berhadapan dengan mahasiswa adalah pasukan Dalmas Polres/Polda Metro
Jaya, PHH Brimob Polda Metro Jaya, PHH ABRI dan PHH Korp Brimob.
Sedangkan di jembatan layang (fly over) adalah pasukan URC Samapta Polda
Metro, PHH Kodam Jaya dan PHH Brimob. Sementara itu di Mall Citra Land
sejak tanggal 9 Mei telah ditempatkan pasukan pengamanan dari Kostrad
bahkan menurut keterangan salah seorang staf Citra Land, pasukan Kostrad
sudah ada di Citra Land sejak Februari 1998.

Dengan banyaknya jumlah personal keamanan dari berbagai satuan ABRI yang
ditempatkan di sekitar Trisakti, kata sumber tadi, menyebabkan sulitnya
Pangab menurunkan Tim Pencari Fakta untuk menentukan pelaku dan
kesatuannyayang menembak empat mahasiswa Trisakti tadi karena kesamaan
jenis senjata dan amunisi yang digunakan pelaku. Belum lagi, pasukan
penyusup yang kemungkinan menggunakan pakaian PHH ABRI yang sangat
diyakini sebagai penembak mahasiswa Trisakti.

Demikian pula dengan posisi penembak yang menurut berita media cetak
berasal dari tempat ketinggian atau fly over/jalan layang juga ada
tempat yang lebih tinggi dan strategis untuk melakukan penembakan yakni
di lanti tujuh di atas Hotel Citra dan sejumlah bangunan yang berada
dalam kampus Trisakti.

Apapun yang terjadi, nampaknya mahasiswa dan masyarakat pesimis dengan
kasus penembakan ini. Mereka yakin sidang yang digelar di Mahkamah
Militer nanti adalah "Peradilan Dagelan" dengan menampilkan
kambing-kambing hitam yang sudah dicocok hidungnya. ***