D & R

D & R

(Berita sekitar Majalah D&R)

| 'D&R-1' | 'D&R-2' | 'D&R-3' | 'D&R-4' | 'D&R-5' | 'D&R-6' |



******************************************

From:             KdP Net 
To:               "'[email protected]'" 
Subject:          IFEX: Indonesia action alert (editor suspended)
Date sent:        Wed, 11 Mar 1998 00:05:14 +0700
Send reply to:    [email protected]

Kabar dari PIJAR


IFEX- News from the international freedom of expression community
_________________________________________________________________

ACTION ALERT - INDONESIA

9 March 1998

Editor suspended

SOURCE: Institute for the Studies on Free Flow of Information (ISAI), Jakarta 

(ISAI/IFEX) - On 6 March 1998, Margiono (one name only), editor-in-chief of
"D&R" magazine, was suspended from the Association of Indonesian Journalists
(PWI) for two years following the publication of a cover photo depicting
Indonesian President Suharto as the king of spades. According to General
(ret.) Hartono, the outgoing Minister of Information, the cover both
insulted the 1945 Constitution and slandered the President. Hartono stated
on 4 March that the playing card image slandered the President in two ways.
First, the fact that the card could be turned upside down was itself
considered offensive. Secondly, it was argued that figuring Suharto as a
"King" implied that he had achieved power by unconstitutional means, a fact
which was refuted by the Minister.

The decision to suspend Margiono was made at an emergency meeting of the
PWI's  Honorary Board scheduled by Hartono, at which time it was decided
that the 7 March cover had violated the Indonesian Journalistic Code of
Ethics (KEJ). Hartono has publicly ordered the PWI to take action against
"D&R", and has stated that the magazine will be sued in court for
presidential defamation. According to Brigadier General Dai Bachtiar,
National Police Spokeman, Margiono will be summoned by the authorities.

BACKGROUND:
This is the first time during Suharto's rule that an editor of a licensed
publication has been accused of defaming the president. On 3 March 1995, 3
journalists working for independent publications, Triagus Siswowihardjo,
Ahmad Taufik, and Eko Maryadi, were arrested and imprisoned. Siswowihardjo,
editor-in-chief of "Kabar dari Pijar", was accused of presidential defaming
in relation to an article published in his magazine and sentenced to two
years in jail. Both  Taufik, then chief of AJI and a journalist for the
banned "Tempo" magazine, and Maryadi, a member of AJI, were sentenced to
three years in prison for publishing the unlicensed "Independen" magazine
which was said to promote hatred of the government. Following their arrest,
"Independen" was banned by the General Attorney.

In October 1996, Andi Syahputera, an employee of the printhouse responsible
for printing the unlicensed "Suara Independen" magazine, was arrested.
Accused of being responsible for the magazine's contents, he was sentenced
to 30 month in jail for defaming the president. He is still in prison.


RECOMMENDED ACTION:

Send appeals to authorities:
-urging them to withdrawn Margiono's suspension and reinstate him as
editor-in-chief of "D&R"
-demanding that they respect freedom of expression as guaranteed in the 1945
Constitution
-pointing out that the PWI and its Honorary Board should be an institution
which protects rather than undermines press freedom 

APPEALS TO:

His Excellency General Suharto
President
Office of the President
Bina Graha, Jalan Veteran No. 17
Jakarta Pusal, Indonesia
Fax: +62 21 345 4438

Please copy appeals to the source if possible.

For further information, contact Andreas Harsono at ISAI, Jl. Utan Kayu
68-H, Jakarta 13120, Indonesia, tel: +62 21 857 3388, fax: +62 21 857 3387,
e-mail: [email protected].

The information contained in this action alert is the sole responsibility of
ISAI. In citing this material for broadcast or publication, please credit ISAI.
_________________________________________________________________
DISTRIBUTED BY THE INTERNATIONAL FREEDOM
OF EXPRESSION EXCHANGE (IFEX)
CLEARING HOUSE
489 College Street, Suite 403, Toronto (ON) M6G 1A5 CANADA
tel: +1 416 515 9622    fax: +1 416 515 7879
alerts e-mail: [email protected]    general e-mail: [email protected]
Internet site: http://www.ifex.org/
_________________________________________________________________

********************************************

EDY HIDAYAT KOMPORI HARTONO AGAR MENINDAK D&R
JAKARTA (SiaR, 10/3/98), Wartawan polkam Harian Media Indonesia, Edy
Hidayat, ternyata tak hanya sekadar meminta pendapat soal gambar sampul majalah
D&R, namun memanas-manasi Hartono agar bertindak.
Ceritanya, Rabu (4/3) pagi, Edy dan para wartawan peliput Sidang Umum
MPR menyapa Hartono yang hendak mengikuti sidang. Edy kemudian memperlihatkan
sampul majalah D&R yang bergambar kartu remi dengan kepala Soeharto. Hartono
semula hanya tersenyum, namun Edy terus membujuk Hartono. "Ini harus ditindak
lanjuti Pak, harus difolLow up," katanya bersemangat.
Hartono kemudian meminta majalah yang dipegang Edy. Di Gedung Bundar,
Hartono bertemu Mbak Tutut dan membanting majalah itu di meja. Mbak Tutut hanya
tersenyum, namun Hartono memperlihatkan wajah marah. "Majalah ini harus
ditindak!" kata Hartono seperti dituturkan sejumlah wartawan. Mbak Tutut masih
tersenyum dan tak memberikan komentar sedikit pun.
Sidang hari itu diisi pandangan umum fraksi. Fraksi Persatuan
Pembangunan menyatakan keprihatinannya soal penindasan pers di Indonesia dan
mengecam tindakan pemerintah membredel pers dalam kemasan pencabutan SIUPP.
Hartono, waktu itu merah padam mukanya.
Seusai sidang, Hartono dicegat wartawan dan menyatakan kemarahannya,
baik kepada D&R maupun kepada FPP. Ia mengatakan D&R harus ditindak dan
pengelolanya akan dihukum. Kepada FPP ia berkata dengan keras, "rupanya ada
salah satu OPP yang tak pernah baca koran. Saya kan sudah mengatakan tak akan
ada pembredelan lagi," katanya.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi D&R Margiono dan Pelaksana Harian
Redaksi D&R Bambang Bujono telah diperiksa oleh Kejaksaan Agung dan Mabes
Polri. Di Kejaksaan Agung Margiono dan Bambang Bujono diperiksa hari Sabtu
(7/3) dari pukul 13.00 Wib hingga pukul 22.30. Di Mabes Polri, Margiono
diperiksa dari jam 09.00 Wib hingga pukul 16.30 Wib. Margiono yang juga
Pemimpin Umum/Pemimpin Perusahaan Harian Merdeka, Jawa Pos Grup, resmi jadi
tersangka dengan sangkaan menghina martabat kepala negara.
Mabes Polri menyita puluhan majalah dan film sampul edisi itu dan
memerintahkan penarikan majalah edisi yang menghebohkan itu dari pasaran.
Perintah ini nampaknya tak bisa dilakukan mengingat D&R edisi "Kepala Soeharto"
itu telah ludes terjual.***
Sender:
Precedence: bulk

********************************************

Kompas Online
_________________________________________________________________

Senin, 9 Maret 1998
_________________________________________________________________

Sementara, Majalah "D&R" Langgar Pasal 137 KUHP

Jakarta, Kompas

Kejaksaan Agung sepanjang hari Sabtu (7/3) hampir selama 10,5 jam
memeriksa pemimpin redaksi dan pelaksana harian majalah "D&R"
masing-masing Margiono dan Bambang Bujono oleh sebuah tim yang
dipimpin Direktur Politik Kejagung Lukharni. Dari hasil pemeriksaan
sementara ditemukan bukti permulaan keduanya setidak-tidaknya telah
melanggar pasal 137 (1) KUHP.

Hal ini dikemukakan oleh Kahumas Kejagung Barman Zahir dalam jumpa
pers di Jakarta Minggu (8/3) siang. Saat itu ia didampingi Direktur
Politik Lukharni dan Kepala Pusat Operasi Intelijen Kejagung
(Kapusopsin) Sudibyo Saleh. "Dari hasil pemeriksaan terhadap keduanya
(Margiono dan Bambang Bujono -Red) untuk sementara keduanya dapat
terkena pasal 137 (1) KUHP. Dan atas kesadaran mereka sendiri edisi
terkait yang belum sempat beredar ditarik kembali dari peredaran,
namun edisi selanjutnya tetap bisa beredar," tambah Sudibyo.

Pemeriksaan atas kedua pengelola majalah terkait yang berlangsung
hampir sepanjang hari Sabtu (7/3) pekan lalu itu, menurut Direktur
Politik, diperiksa oleh dua tim yang berbeda. Margiono diperiksa oleh
jaksa TH Panggabean dan Nurhakim. Sementara Bambang Bujono diperiksa
oleh jaksa Ahrul Latif dan Charles Mou.

Pasal 137 KUHP

Pasal 137 (1) KUHP berbunyi: Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan,
atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi
penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya
isinya yang menghina itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Dari hasil pemeriksaan dan pengumpulan data, lanjut Barman setidaknya
terhadap keduanya dapat ditingkatkan ke tingkat penyidikan.

Saat dilakukan pemeriksaan menurut Kapusopsin terungkap, Margiono
sebagai pemimpin redaksi mengakui ide pembuatan cover datang dari
Bambang Bujono selaku pelaksana harian. "Setelah itu kemudian diolah
oleh sebuah tim desainer. Bahkan rubrik Perspektif di bawah judul
Presiden juga ditulis oleh pelaksana harian," papar Sudibyo.

Pada bagian lain pemeriksaan itu terungkap juga bahwa Pemimpin Redaksi
selanjutnya tidak mengetahui kelanjutan ide awal itu karena tidak
mengikuti sampai proses akhir. "Diakui secara pribadi oleh Margiono
selaku Pemimpin Redaksi, bahwa cover "D&R" yang terbit dan beredar itu
adalah tidak sopan. Seandainya dirinya diberitahu sebelum proses
cetak, maka gambar atau cover tersebut pasti akan diganti," papar
Sudibyo mengutip pengakuan Margiono. (bw)

************************************

PROTEST TO GOVERNMENT  REACTION TO D&R MAGAZINE

The Alliance of  Independent Journalists (AJI), strongly protest the
government reaction, in particular the outgoing Minister of Information,
General (Ret.) R. Hartono, to the weekly magazine, D&Ratna in connection
with its cover  7th of March 1998 edition, where it displays the president
(Soeharto) picture on a playing card.

In his statement to the journalists, Thursday March 4,1998, R. Hartono
stated that through this cover D&R had slandered the President, General
(Ret.) Soeharto, in two ways. First, the playing card design which can be
turn upside down is considered as an insult. Second, the picture of
Soeharto as a "King"  gives the impression that Soeharto become president
because treated as king and rules as a king does. Whereas actually, said
Hartono, Soeharto was chosen and rules constitutionally.

Legally, Hartono's statement is a serious violating to the principle of
presumption of innocence. Hartono condemned D&R of insulting the president,
where this decision can only be made by the court. The statement  is also a
serious infringement to the freedom of press and freedom of expression,
where it is guaranteed by the 1945 constitution  article 28 and press law
no.21, 1982. Hartono's statement implies that government has absolute power
to decide  what  can and can not be done by the press .  

 Hartono statement, that the magazine cover is not conducive to Indonesian
press based on Pancasila ideology, proves that the government believe they
can monopolize interpretation of press freedom in Indonesia. This is of
course in direct opposition to  democratic ideals.

Next, Hartono stated that D&R will be sued in court for defaming the
president. The court is indeed an appropriate avenue for deciding question
arising about the press. However there must be a guarantee, that the court
will receive Afandi fair hearing, and that the court should not act merely
as an instrument of the state to stifle  independence of press, and the
freedom of expression.

Thus, at the very least,  the government has to stop all kinds of
intimidation such as those undertaken by Hartono, and the outgoing Minister
of State Secretary, Moerdiono, who continuously attack D&R through their
statements.

Further, Hartono in front of journalists, ordered Honorary Board of
Indonesian Journalist Association (PWI) to take action against D&R. This
demonstrates that the government controls institution which should be
independent.

All government reaction to this case so far constitutes  a serious offense
to press freedom, freedom of expression, presumption of innocence
principle, and to the principles of democracy. Government also constitutes
the intimidation of Indonesian press which  fight for independency.

Accordingly, the Alliance of Independent Journalists (AJI) protests
strongly; demands that the government withdraws their statements on this
case, and that they to respect the people's democratic rights as guaranteed
in the 1945 Constitution.

AJI urges to fellow Indonesian journalists, not to be influenced by
government intimidation and keep on fighting for the right of press
freedom, freedom of expression, right to collect and spread information,
and the society's right to know.

    Jakarta,  March 5, 1998

      Lukas Luwarso                                             Dadang Rhs
        Chairperson
Secretary

**************************************************

ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN
The Alliance of  Independent Journalists


AJI STRONGLY CONDEMN PWI's TREATMENT OF D&R EDITOR-IN-CHIEF

On  6 March 1998, Association of Indonesian Journalists (PWI) imposed a two
years suspension at the editor in chief of Margiono, D&R magazine,
Margiono. The PWI's decision mean that Margiono's position as editor in
chief of D&R has to be replaced.  

The decicion to suspend Margiono was made at an emergency meeting convinced
by the PWI's  Honorary Board which  judged that Margiono had  violated the
Indonesian Journalistic Code of Ethics (KEJ) because of the cover of  7
March 1998 edition depicted as a playing card with Soeharto as the King of
Spades.

The emergency meeting was convined as the the instruction of the outgoing
minister of information, General (ret.) Hartono, and Margiono's suspension
is an obvious move to satisfy the government.

The government condemt D&R'S portrayal of the president as an  insult  to
the 1945 constitution and a devaluation of  the nation.

The accusation, levelled against D&R are holly fabricated as there is no
reference to such Afandi case in the  Code of Ethics drawn up by PWI itself.

This is companded by the statement made by PWI Chairperson, Sofyan Lubis,
stating that even outside the written rules of KEJ, that the press should
respect the ethics related to the presidency.  The PWI and it's Honorary
Board should  be guided by the  KEJ and the written rules that guarantee
freedom of expression and press freedom, and not by  the  ruler's will,
feelings and interests.

AJI is concerned that both the PWI and it's Honorary Board, which should be
an institution which protects journalist right  and fights for press
freedom, does exactly the opposite.

Therefore, AJI condemns PWI's acting outlined above, and demand that the
suspension of Margiono is withdrawn, and that his position as the D&R
editor-in-chief is given back to him.

AJI also calls  for the PWI not to be act as the accomplice of government,
to stop any form of harassment to journalist rights, and return back to its
goal when it was founded at 1946: to fight for press freedom and freedom of
expression.



Jakarta, March 6, 1998

Lukas Luwarso                                           Dadang Rhs
 Chairperson
Secretary

**************************************************

The Indonesian National Police is going to start interogating  Margiono,
Editor-in-Chief of D&R magazine on monday, March 9 1998.

According to National Police Spokeman, Brigadir General Dai Bachtiar,
Margiono will be summoned as a suspect in a case of alleged defamation
against the president, because of the cover of 7th of March 1998 edition of
D&R magazine, where  Soeharto is depicted as the King of Spades.

Dai Bachtiar said that the cover had violated articles 134, 136, 137 of
Indonesian Criminal Code on defaming the head of state.

This is the first time in the Soeharto's era, that a chief of editor of the
licenced media accused of defaming president.

On March 1995, 3 journalists who work for the alternative medias (the
illegal media according to government's term)  arrested and jailed. They
are Triagus Siswowihardjo, Ahmad Taufik, and Eko Maryadi.

Triagus, editor in chief of Kabar dari Pijar, accused of defaming president
because an article in his magazine. The court found him guilty, and he was
sentenced to two years imprisonment. Taufik (Chief of AJI at the time,
former journalist for the banned "Tempo" magazine) and Maryadi (member of
AJI) got 3 years  imprisonment for violating the Criminal Code on
publishing unlicensed "Independen" magazine which was accused  sowing
hatred to the government. The magazine published by AJI, and after the
arrest of Taufik and Maryadi, the General Attorney  declared that the
magazine is forbidden.

In October 1996, the police arrested Andi Syahputera, a worker for a
printhouse who print the unlicensed Suara Independen magazine. They accused
him of being responsible for the content of the magazine. Andi  was
sentenced to 30 month imprisonment for defaming the prsident. Andi still in
jail now.

*********************************************

PERNYATAAN BERSAMA
(perancang grafis, seniman, budayawan, mahasiswa seni
rupa, dll)
----------------ini hanya ususlan draft, boleh usul untuk
diperbaiki----------------------

Rancangan sampul depan majalah mingguan D&R (no.29/XXIX/1998)
dituduh sejumlah pejabat negara sebagai tindakan penghinaan terhadap
Kepala Negara/Presiden RI. Dengan alasan serupa, Pemimpin Redaksi 
majalah tersebut dikenai skorsing oleh pihak PWI.

Tindakan tersebut harus dianggap sebagai preseden pengekangan kebebasan
ekspresi dan kebebasan kreatif bagi kegiatan seni rupa dan desain, khususnya 
desain grafis di negeri ini. Hal serupa sebenarnya telah terus menerus terjadi 
di negeri ini: pembreidelan buku dan karya sastra, pelarangan pentas kesenian, 
penyensoran terhadap karya film, dan lain-lain.

Pada dasarnya, tindakan-tindakan represif terhadap kebebasan ekspresi dan
kebebasan kreatif jelas-jelas melanggar hak asasi manusia untuk berekspresi 
dan berpendapat.

Selanjutnya, tindakan represif ini hanya menunjukkan keangkuhan kekuasaan
di Indonesia yang secara sistematis menyempitkan wilayah ekspresi kesenian: 
warna kuning, misalnya, dengan sembarangan diberi tafsir tunggal berdasar 
kepentingan penguasa. Kini, penafsiran terhadap citra yang ditampilkan
majalah D&R pun ditafsirkan secara sembarangan dan sepihak.

Sementra di pihak lain, tak seorangpun perancang grafis, seniman seni
rupa, kritikus seni rupa yang berani dan bisa mengatakan bahwa terhadap 
setiap karya seni rupa atau desain hanya boleh ada satu penafsiran yang 'benar'.

Dengan demikian, kami perancang grafis Indonesia, seniman, kritikus seni,
menyatakan protes keras terhadap cara-cara pemerintah yang secara sistematis 
dan terus menerus mempersempit kebebasan ekspresi dan kreatifitas kegiatan 
kesenian Indonesia umumnya, dan khususnya, kegiatan rancang grafis.

Jakarta,..Maret 1998

**************************************************

Received on Sun Mar  8 04:03:43 MET 1998


From: "tanpa nama baik" 
To: [email protected]
Subject: Gambar sampul  D & R ,  artistik dan mengena
Date: Wed, 04 Mar 1998 07:16:42 PST

Sekarang jaman globalisasi, jaman orang boleh mengekspresikan
idenya kedalam karya tulis atau karya gambar.

Satu gambar lebih bermakna daripada seribu kata-kata.
Gambar seseorang Indonesia digambarkan sebagai raja
dalam kartu bridge, dan pandangannya menerawang kedepan bagaimana
mengatasi krisis yang sedang melanda bangsa dan negara Indonesia.

Tiba-tiba ada yang tersinggung. 
Kenapa jadi tersinggung ? bukankah kita memang masih Feodal seperti 
kerajaan ? Yang bilang kita republik itu kan guru - guru Sekolah
Dasar waktu kita mengajar kita ke-tatanegaraan.

Gambar sampul D R adalah masterpice tahun ini .

Salut untuk majalah D R walaupun  ada yang tersinggung.

Salam.

*****************************************

Received on Mon Mar  9 01:01:38 MET 1998


From: "donny wuryadi" 
To: [email protected]
Subject: Hartono lebih layak jadi abang becak
Date: Sun, 08 Mar 1998 09:54:48 PST

Ramainya kasus cover majalah D&R membuat Hartono
sewot dan mengeluarkan kata-kata kasar seperti abang
becak kota Surabaya. Hartono yang dicegat wartawan
ketika keluar dari ruang sidang gedung MPR dan membe-
rikan keterangan mengenai gugatan terhadap majalah
D&R tiba-tiba sewot ketika seorang wartawati nyeletuk :
" Pak, sampul D&R  itu kan suatu bentuk kreatifitas "
Mendengar ini Hartono terdiam sejenak dan menatap tajam
sang wartawati, lalu angkat bicara :
" Kreatifitas Mbahmu ! Coba kalau ibumu diphoto dengan 
  posisi kepala bolak-balik atas bawah, apa kamu nggak ter-
  singgung. Enak saja. "
( Dikutip dari Surya edisi  Jum'at 6 Maret 1998 ).

Sepertinya si Hartono ini lebih layak menjadi ketua paguyuban
abang becak seluruh Indonesia daripada menjadi menteri atau
politisi.  Hal ini dapat saya simpulkan dari kata-katanya yang begitu
kasar dan arogan seolah-olah dia merupakan orang yang sangat
berkuasa sehingga seenaknya mengeluarkan kata-kata seperti
di atas. Mestinya sang wartawati dan PWI menuntut si Hartono
untuk minta maaf atas perkataannya yang tidak layak itu.
Kata-kata itu sama sekali tidak mewakili budaya bangsa kita yang
terkenal sangat santun dan ramah. Apakah si Hartono ini tidak per-
nah diajari bersopan santun ? Mungkin ada rekan lain yang tahu ?

**************************************************

Received on Sat Mar  7 00:28:12 MET 1998


From: "rakyat jelata" 
To: [email protected]
Subject: R.Hartono menghina Presiden Suharto
Date: Thu, 05 Mar 1998 09:43:39 PST

Hari Rabu, 4 Maret 1998, Menteri Penerangan, Hartono, telah mengeluarkan 
pernyataan yang keras yang ditujukan kepada majalah berita mingguan D & 
R. bahwa  majalah berita mingguan tersebut   telah melakukan penghinaan 
terhadap Presiden Suharto karena pada edisi terbarunya beredar dengan 
gambar sampul Presiden Suharto berbingkai kartu King! "Itu adalah suatu 
penghinaan langsung kepada Kepala Negara. Seolah-olah hendak mengatakan 
bahwa Presiden Suharto adalah seorang raja. Padahal selama ini pemilihan 
presiden melalui mekanisme demokrasi rakyat seperti yang sekarang ini 
sedang berlangsung!" Demikian  dikatakan oleh Hartono di hadapan para 
wartawan hari itu. 

Rupanya pendapat ini hanya muncul dari mulut R.Hartono, karena tidak ada 
seorang rakyat Indonesia berani berpendapat demikian.

Secara jujur dapat kita nilai bahwa R.Hartono sebagai Menteri Penerangan 
yang sudah demisioner  telah berani menghina Presiden Republik 
Indonesia, mandataris MPR, dengan mengucapkan kata-kata yang Tidak 
Pernah dan Belum Pernah dilontarkan oleh masyarakat banyak. 

Masyarakat pada umumnya sering melihat sampul majalah dibuat semenarik 
mungkin untuk menarik minat pembaca (konsumen), karena sampul majalah 
bukan saja menampilkan lintasan informasi dari kandungan cerita 
didalamnya, namun juga merupakan karya seni. Hal demikian sudah sangat 
lazim dibidang media cetak. Sudah ribuan bahkan ratusan ribu sampul 
majalah menampilkan berbagai gambar tokoh-tokoh terkenal, digambarkan 
secara karikatural, atau foto diri, namun tidak pernah seorangpun 
protes, apalagi diproteskan oleh orang lain. 

R.Hartono, sebagai mantan bawahan Presiden Suharto, telah lancang 
berpendapat dan berani menghina Presiden Republik Indonesia. Apalagi 
masyarakat umum mengetahui bahwa Presiden Suharto saja tidak tersinggung 
dengan adanya sampul tersebut. Bila beliau tersinggung, jelas sudah 
diumumkan secara luas oleh media masa.

Kelihatan dalam usaha manuver ini ada tersirat ambisi pribadi  dan hal 
ini dapat diterjemahkan bahwa dirinya sudah lebih populer dari Presiden 
Suharto. Mungkin karena ia pernah di isukan untuk menjadi Presiden RI 
pasca Suharto. Mungkin juga karena saat ini dia merasa populer 
dikalangan anggota MPR/DPR dan menjadi leader pada setiap kegiatan 
sidang komisi.

Mungkin R.Hartono benar, bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk 
mencari dukungan masa, mengingat Presiden Suharto sudah tidak lagi mampu 
mengatasi krisis yang melanda negara kita, bahkan Presiden Suharto sudah 
tidak 'diminati' oleh Rakyat Indonesia.  

***************************************

Received on Mon Mar  9 04:11:39 MET 1998


To: [email protected]
Subject: John - Re: [INDONESIA-L] KMP - Hartono: Jangan Lecehkan Kepala 
    Negara
Date: Sun, 08 Mar 1998 

Cantik memang permainan Hartono satu ini;Orang2 akan diam dan akan 
tidak menganggap luar biasa gambar kulit majallah DR itu kalau bu-
kan pikiran Hartono yang lihai dan cerdik menggiring dan membentuk
opini masyarakat menafsirkan gambar kulit itu seperti yang dituduh-
kannya.

Mengapa pikiran Hartono terbentuk dengan tafsir yang demikian sebab
dia hanya melihat gambar yang kepala orang digambar itu adalah gambar
kepala Suharto yang tersenyum?Kenapa Hartono mengasosiasikan itu de-
ngan kartu Remi schop dengan letter K (king)?Bukankah letter yang ter-
cantum adalah letter P (Presiden)?   Kenapa Hartono menafsirkan itu
tetap King bukan Presiden?   Apakah Suharto yang kebetulan Presiden 
(dimisioner) itu tidak boleh digambarkan dengan seragam seperti pada
gambar itu? Kenapa itu ditafsirkan gambar kartu remi tapi bukan hanya
sekedar gambar saja? 

Nah,disinilah kelebihan Hartono yang seperti saya katakan diatas dia
lihai dan selangkah didepan dalam menggiring dan membentuk opini pu-
blik dalam momentum yang tepat sehingga menang duluan,walaupun mungkin
nantinya bahwa tuduhan itu mengambang atau malah bisa tidak tepat,dan
akan jadi bahan perdebatan berkepanjangan.Ini memang cara dan jalan
pikiran tentara,tembak dulu, persoalan belakang.
Tapi yang jelas,PWI dengan Dewan kehormatan PWInya tanpa pikir pan-
jang telah memihak Hartono dan memvonis Margiono tanpa diberi kesempa-
tan membela diri.Benar2 jitu.
Tafsir Hartono akan gambar itu dibenarkan oleh PWI,yang berarti opini
publik mengenai tafsir itu telah terbentuk dan lebih jauh dan yang me-
mang yang diharapkan Hartono adalah opini publik mengenai Soeharto ada-
lah Raja telah terbentuk pula.
 
Apa sebenarnya yang ada dipikiran Hartono dalam kasus DR ini ?
Apakah kasus DR ini bukan hanya sasaran antara saja dalam memupuk dan
mengexpose dan mengakumulasikan kebencian publik kepada Soeharto dengan
menggiring dan membentuk opini publik bahwa Soeharto itu sudah jadi
Raja seperti yang dituduhkannya ke DR?

Tadinya Hartono mengharapkan Tutut sebagai andalannya menggolkan dia 
untuk jadi cawapres dan kemudian akan menjadi Presiden kalau Soeharto
lengser keprabon ditengah jalan.Nyatanya cawapres adalah Habibie .Kalau 
begitu Tutut tidak bisa lagi andalan, maka harus bermanuver sendiri tapi
dengan tetap merangkul Tutut.
Sedangkan bagi Hartono telah ada obsesi jadi Presiden dengan keyakinan
petunjuk ramalan NOTONOGORO,dimana sesudah TO adalah NO. 

Nah dengan Hartono melontarkan tuduhan ke DR menghina Soeharto sebagai
Raja,maka topik ini menjadi headline dan issue yang top didalam maupun
diluarnegeri yang memang  merupakan goal utama manuver ini,dimana Har-
tono menggiring pikiran publik menuduh Soeharto adalah Raja dan lebih 
lanjut menggiring opini publik untuk anti Soeharto dan menggulingkannya.
Kemudian dia akan bermanuver lagi dengan keyakinan bahwa penggilir yang 
disebut NOTONOGORO itu adalah dia.

Paling tidak kalau obsesi itu dalm waktu dekat belum terwujud,maka 
Hartono dengan keyakinan bahwa kelihaian dan kecerdikan  manuvernya 
itu tidak tercium dan mengharapkan bahwa dia akan dianggap sebagai 
pembela setia Soeharto yang akan kebagian pada kabinet yad.Manuver 
lebih lanjut akan dijalankan kemudian.

Teja. 

**************************************************

From:             KdP Net 
To:               "* KdP Net * (E-mail)" 
Subject:          KdP: Majalah D&R Akan Kena Sanksi Keras
Date sent:        Wed, 4 Mar 1998 23:29:45 +0700
Send reply to:    [email protected]

Kabar dari PIJAR


MAJALAH D&R AKAN KENA SANKSI

Jakarta, KdP (4/2)

     Majalah Detektif dan Romantika (D&R) akan mendapat sanksi keras dari 
pemerintah. "Bahkan tidak tertutup kemungkinan akan kami ajukan ke 
pengadilan,"ujar Menpen (demisoner) R. Hartono kepada pers, siang ini.
     Sanksi ini berkaitan dengan sampul majalah D&R edisi terbaru. Pada 
sampul itu redaksi D&R memodifikasi kartu king yang bagian kepalanya 
diganti dengan kepala Soeharto. Nah, inilah yang oleh pemerintah dianggap 
menghina presiden. Menurut Hartono, "Presiden khan dipilih secara 
konstitusional. Buka raja seperti yang digambarkan oleh majalah itu."
     Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersikap seperti biasa : mendukung 
pemerintah. Ketuanya, Sofyan Lubis, segera menyusun rapat untuk memberikan 
sanksi yang tepat bagi majalah terbitan PT. Analisa Kita itu.
     Tindakan yang diambil pemerintah itu kembali menunjukkan tangan 
besinya dalam mengatur kebebasan berpendapat dan berekspresi. Apa yang 
boleh dan tidak, sampai saat ini masih sepenuhnya ditentukan oleh 
pemerintah.
     Hingga berita ini diturunkan belum diketahui reaksi redaksi D&R atas 
kasus ini.***

****************************************

Received on Sat Mar  7 00:20:12 MET 1998


Date: Wed, 4 Mar 1998 20:00:53 -0800 (PST)
From: alexander peace 
Subject: Suharto tersingggung dengan DR? aneh!!
To: [email protected]

Melihat komentar hartono di TV hari ini 5/4/98 saya benar-benar tidak
habis mengerti Hartono itu goblok atau sengaja mau menggoblokkan kita??? 
masa komentarnya begitu naif sekali seolah kita bangsa indonesia yang 200
juta ini pake kacamata kuda semua, enggak tahu apa yang terjadi.  muak aku
meliat muka cengegesan nya kayaknya hanya dia yang tahu semuanya. wartawan
juga pada dianggap remeh dari tatap matanya, jangan mau dong digituin bung
lawan hartono jangan takut dibredeil.  Faktanya kan sudah jelas 1. Suharto
memang raja, bahkan lebih hebat dari raja manapun yang bisa ngomong dan
bikin apapun [raja lain apa ada yang bisa sekarang??] jadi kenapa
PURA-PURA tersinggung??diibaratkan sbg raja??  2.mpr hanya sirkus tua yang
ngak laku ditonton [coba apa ada yang nonton tv pas laporan khusus??tiap
jam lagi?? saya protes keras laporan khusus ini karena mengganggu hak kita
menonton acara menarik di tv, bahkan kemarin sedang asik liat filim seri
minggu siang tiba tiba kepotong laporan khusus bangsat itu 3. Hukum adalah
pemerintah,hukum diputar mungkret seenaknya jadi yaa percuma lawan
pemerintah, sekali pemerintah bilang ke pengadilan itu berarti vonis Jadi
jangan dengar apa-apa saja solusi terbaik menurut saya yaa: Diam, semua
orang indonesia diam jangan berbuat apapun bicara apapun biar pemerintah
bingung sendiri, jangan ke kantor, kesekolah meliput sidang umum, nonton
tv dan semua jangan.  itu lebih baik dan tidak mengandung resiko, dari
pada turun ke jalan dan dibantai tentara jadi ayo kita diam, diam
,diam..pasti akan terjadi reformasi dengan sendirinya

Selanjutnya anda dipersilahkan untuk mengunjungi :

Homepage DPP PDI Perjuangan
Megawati Soekarnoputri