Megawati
Chairwoman
DPP PDI
(Perjuangan)
Jl. Lenteng Agung Raya 99
Jakarta - Selatan

Gestapu/Gestok 1965




Kontroversi Keterlibatan Soeharto dalam G 30 S PKI

detikcom, Jakarta - Habibie tidak salah. Keinginannya turun dengan suatu kenangan indah, itu sangat manusiawi. Habibie tentu tahu, turun atau malah jatuh seperti guru besarnya, Soeharto, bukan kembang tidur yang membuat pulas di malam hari. Habibie sepertinya juga tahu, kejatuhan Soeharto membuat orang lantas membongkar banyak borok. Bahkan, kini, jejak itu kian jauh melebar. Mengarah pada keterlibatan Soeharto dalam peristiwa terhitam dalam sejarah Indonesia: Pemberontakan G 30 S PKI.

Dalam pekan-pekan ini saja, dua media massa sudah menggulirkan dengan sangat terbuka. Jangan pernah berharap, pemberitaan itu muncul saat Soeharto masih berada di puncak panggung kekuasaan yang tak tersentuh siapa pun. Haram hukumnya. Tabloid "ADIL" tanpa tedeng aling-aling langsung menggebrak dengan judul halaman muka "Soeharto Terlibat G 30 S".

Edisi no.51, 23-29 September itu, benar-benar menjual. Kabarnya, tabloid milik Timmy Habibie (adik kandung BJ Habibie), dengan suka cita terpaksa melakukan cetak ulang. Alias laku keras. Padahal, majalah "TAJUK" sebenarnya sudah mendahului menyoal keterlibatan Soeharto itu.

"TAJUK" tampil dengan perwajahan menawan dan artistik. Wajah Bung Karno jadi jualan utama. Judulnya "Soekarno Memang Dikudeta" kurang menggigit. Toh laku juga. Hanya saja, dibanding "ADIL" yang menjual 310.000 eksemplar, "TAJUK" masih kalah jauh.

Lantas apa dasar menggaet Soeharto terlibat G 30 S PKI? Sejauh ini, apa yang ditulis "ADIL" sebenarnya merupakan lagu lama yang dulunya tak pernah muncul kepermukaan. Bedanya, kali ini seorang pelaku penting dalam peristiwa berdarah, yang menjadi titik awal lahirnya rezim Orde Baru itu, buka suara. Dia adalah Kolonel Latief. Sebuah wawancara khusus di jaman reformasi membuat Latief memebeberkan keterlibatan Soeharto.

Berikut cuplikan wawancara ADIL dengan Kolonel Latief:

Apa yang Anda ketahui tentang Dewan Jenderal?

Dewan Jenderal akan mengadakan coup terhadap Presiden Soekarno. Makanya Brigjen Sopeardjo, Letkol Untung dan saya akan melawannya.

Dari mana Anda tahu rencana coup itu?

Dari Soeparjo dan Untung. Mereka datang ke rumah saya di Cawang, 30 September 1965. Mereka bilang: Tolong sampaikan kepada Pak Harto, bahwa ada tujuh jenderal yang akan dihadapkan Presiden Soekarno oleh Cakrabirawa besok pagi. Saya tidak bisa menyampaikan itu malam ini, karena ada tugas lain.

Lantas apa yang Anda lakukan?

Malam itu juga, sekitar pukul 22.00 saya datang ke RS Gatot Subroto. Saat itu Pak Harto sedang menunggui Tommy yang sakit karena tersiram sup panas. Saya salaman dengan ibu Tien dan Pak Harto, tapi belum sempat bicara karena tamunya banyak. Begitu ada kesempatan, saya katakan, disamping prihatin atas musibah putra bapak, saya juga akan menyampaikan sesuatu, bahwa besok pagi ada tujuh jenderal yang akan dihadapkan kepada Presiden.

Reaksi Pak Harto?

Dia manggut-manggut saja. Dia tanya, siapa pemimpinnya. Saya jawab: Letkol Untung. Baru bicara begitu, ada tamu yang datang. Saya menunggu reaksi dari dia, tetapi Pak Harto diam saja sampai saya pamitan, jam 23.00.

Apa baru pada malam itu Pak Harto tahu soal dewan jenderal?

Oh, tidak. Dua hari sebelumnya, pada 30 Septembet, saya datang ke rumahnya. Saya tanyakan kepadanya soal Dewan Jenderal. Pak Harto bilang: Oh ya, tadi ada anak buah saya dari Yogya, namanya Bagio, juga menanyakan soal Dewan Jenderal. Ya, nanti saya cari informasinya.

Kenapa Anda melapor ke Pak Harto?

Soeharto sebagai Panglima Kostrad, sedangkan saya sebagai Komandan Brigif I Kodam V Jaya. Unsur taktis dan administratif pada Kodam, tetapi Kostrad bisa memberi komando.

Sejauhmana menurut Anda keterlibatan Soeharto?

Terlibat langsung sih tidak. Tetapi ketika mendapat laporan dari saya, ternyata dia tidak lapor ke Pangad Jenderal Yani. Seharusnya kan dia lapor. Dari sini bisa dilihat, apakah Soeharto sesungguhnya terlibat. Seharusnya Soeharto diadili. Soalnya, yang dikerjakannya, semua adalah program Dewan Jenderal. Dia memanfaatkan dewan jenderal.

Bagaimana hubungan Letkol Untung dengan Soeharto?

Ya, ketika Untung kawin, Soeharto datang. Untung itu bekas anak buah Soeharto. Hubungan Untung dengan Soeharto terjadi dalam pasukan Raiders Jawa Tengah yang diterjunkan di Waimena Irian Jaya.

Itulah gambaran sepintas yang menjadi dasar untuk menuding keterlibatan Soeharto dalam peristiwa G 30 S PKI. Namun, mendengar tudingan Latief tersebut, tidak fair kalau tidak juga mendengar pengakuan Soeharto lewat buku "Soeharto:Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya". Lewat buku itu, Soeharto mengaku mendengar penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal itu yang dilakukan pasukan di bawah Letkol Untung itu justru melalui siaran berita RRI pada pukul 07.00.

Begitu mendengar Untung disebut, kata Soeharto, ia segera mendapat firasat. "Saya ingat, ia orang yang dekat dan rapat dengan PKI. Saya sudah kenal lama dengannya sejak saya menjadi Komandan resimen 15 Solo. Untung menjadi komandan batalyon 444. Sejak 1945, saya tahu ia merupakan anak didik tokoh PKI Alimin,"kata Soeharto.

"Maka saya bisa memastikan gerakan Untung didalangi PKI. Tujuannya, ingin menguasa negara secara paksa dengan dalih menyelamatkan Presiden Soekarno dari coup Dewan Jenderal. Karena itu saya memutuskan untuk melawan mereka. Sebab, jika tidak, maka kita akan mati konyol. Saya berpendapat, lebih baik mati membela negara dan Pancasila daripada mati konyol,"begitu penuturan Soeharto lewat buku yang dinarasikan oleh Ramadhan KH dan Dwipayana itu.

Itulah versi Latief dan versi Soeharto? Lantas mana yang benar? Sulit mencari jawabnya. Hanya saja, nampaknya apa yang pernah dikemukakan sejarahan Prof.Dr.Taufik Abdullah, pantas untuk dibangkitkan lagi. "Kesaksian sejarah yang bersumber dari pelakunya sendiri, bagaimanapun harus dicurigai. Dicurigai dengan tujuan untuk dikonfirmasikan lagi, dicocokan data data lain, dalam rangka mencari kebenaran sejarah itu sendiri,"kata Taufik. Kapan dilakukan?