URL:
'Bom' Gus Dur Buat Tommy (5)
Menyorot Kinerja Buruk Polisi
Reporter: Blontank Poer
detikcom - Jakarta, Penjahat punya modus operandi, polisi bisa mengidentifikasi. Setidaknya, ungkapan itulah yang layak disandang polisi dalam menangani serangkaian tindak kejahatan yang beraroma politis, peristiwa pemboman sejumlah tempat strategis di Jakarta dan beberapa daerah lain.
Pelaku peledakan Hayam Wuruk Plaza, 15 April 1999 dan hampir bersamaan pemboman Masjid Istiqlal, 19 April 1999, keduanya di Jakarta, misalnya, tak kunjung terungkap hingga kini. Anehnya, bahan peledak yang digunakan untuk meledakkan kedua lokasi itu termasuk berjenis high explosive.
Belakangan, kelompok Angkatan Mujahidin Indonesia (AMIN) dituduh sebagai otak dan pelaku pemboman kedua lokasi dan serangkaian ancaman bom di sejumlah gedung di Jakarta, seperti Gereja Katedral, Hero Supermarket dan Gedung Studio TVRI. Modusnya sama, mengancam lewat telepon gelap.
Hingga kini, nama AMIN tak pernah dijumpai dalam daftar kelompok makar yang berkepentingan menjadikan negara Islam. Bahkan, oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, 5 Januari 2000 lalu, ke-13 tersangka pelaku pemboman Hayam Wuruk Plaza yang diduga terkait dengan bom Istiqlal dibebaskan dari segala tuduhan.
Penasihat Politik Luar Negeri semasa Habibie menjabat presiden, Dr Dewi Fortuna Anwar bahkan menuduh ada kelompok tertentu yang berupaya secara terang-terangan ingin membatalkan agenda-agenda nasional, termasuk Pemilu 7 Juni 1999.
"Pemboman Istiqlal jelas untuk mengadu domba antar umat, apalagi letaknya berhadapan dengan Gereja Katedral," ujar Dewi menanggapi kontroversi pelaku pemboman di Jakarta, 22 Mei 1999. Kata dia, aksi itu berkaitan dengan kejatuhan status quo. "Bisa jadi (pelakunya) kelompok yang terguling 21 Mei tahun lalu (1998)," ujarnya, enteng.
Kapolda Metro Jaya saat itu, Mayjen Noegroho Djajoesman, yakin pelaku peledakan Plaza Hayam Wuruk yang bersamaan dengan aksi perampokan BCA di Jl. Kancil pelakunya adalah kelompok AMIN. Dasarnya, kelompok pengajian yang bermarkas di Desa Maseng, Caringin, Bogor itu mampu merakit bom dan sering melakukan latihan ala militer. Bahkan, kelompok itu dituduh merencanakan perampokan terhadap 20 bank, yang hasilnya bakal digunakan untuk membiayai perjuangan membentuk negara baru terpisah dari republik.
Sayang, wartawan hanya mendapati pengakuan Sabar, tersangka pelaku, lewat Kapolda. Sedang sosok Sabar dan AMIN sendiri masih dipertanyakan banyak pihak. Versi polisi, Sabar yang tersangka pembacok Matori Abdul Djalil telah mengakui kalau dirinya terlibat dalam usaha pemboman Hayam Wuruk Plaza dan Masjid Istiqlal.
Oleh Husein Umar, Sekretaris Jenderal Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII), kalimat memojokkan AMIN yang dilontarkan Kapolri (saat itu) Jenderal Polisi Roesmanhadi itu disanggahnya. "Di kalangan aktivis Islam, nama AMIN tidak pernah terdengar. Pernyataan itu sangat dipaksakan, sehingga berbau rekayasa," ujar Husein Umar.
Hampir senada, tokoh Front Pembela Islam, Habib Rizieq justru meminta polisi melakukan klarifikasi lebih dahulu terhadap nama AMIN, "organisasi perjuangan Islam" yang tidak dikenalnya itu.
Yang tak kalah menarik, dikabarkan adanya keterlibatan sejumlah anggota militer dalam insiden Istiqlal. Konon, kepolisian telah memeriksa dan menahan 23 orang yang diduga terlibat kasus peledakan Masjid Istiqlal, termasuk tiga anggota militer yang telah desersi.
Seorang di antaranya, konon, purnawirawan perwira menengah yang pernah bertugas di Kopassus dan Badan Intelijen ABRI (BIA). Sayang, kabar seperti itu lantas menguap tanpa jelas dibuktikan kebenarannya lewat penyelidikan dan penyidikan polisi.
Namun, berbeda dengan serangkaian teror bom menjelang akhir kekuasaan Soeharto, ledakan bom di gedung Kejaksaan Agung, Kantor Kedutaan Besar Filipina, 1 Agustus 2000 dan terakhir Gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ), 13 September 2000 dinilai banyak pihak dilakukan oleh kelompok pendukung Soeharto.
Bom di Kejaksaan Agung, 4 Juli lalu misalnya, dikaitkan dengan langkah Jaksa Agung memeriksa kasus penyelewengan dana proyek penyewaan delapan helikopter milik Departemen Kehutanan (sekarang Dephutbun) kepada PT Gatari Hutama Air Service dan penggunaan dana Yayasan Tiraka yang melibatkan Tommy, putra bungsu Soeharto. Bom itu meledak satu jam seusai pemeriksaan yang berakhir menjelang petang.
Peledakan Kedubes Filipina, juga dikaitkan dengan usaha mengacaukan Sidang Tahunan MPR yang berlangsung 2-18 Agustus lalu. Kendati spekulasi yang berkembang menunjuk pelaku pemboman adalah jaringan separatis Moro sempalan MILF yang dipimpin Abu Sayyaf, toh ada pula yang mengkaitkannya dengan jaringan mereka dengan kelompok Islam garis keras Indonesia yang berafiliasi dengan Soeharto.
Karena ketidakjelasan pengusutan pelaku peledakkan serangkain bom itulah, Senin (18/9/2000) ini Presiden Gus Dur mencopot Kapolri Jenderal Rusdihardjo. Sebelumnya, para pendukung Gus Dur di PKB memang sudah menunjukkan ketidakpuasan terhadap kinerja Rusdihardjo. Tapi mereka tak bisa menggugat. Toh Rusdihardjo adalah orang pilihan Gus Dur sendiri.
Namun dengan mengganti Kapolri, apakah pengungkapan peledakkan bom ini akan berjalan sukses? Setidaknya itu harapan para pendukung Gus Dur. (diks)
Laporan Terkait:
'Bom' Gus Dur Buat Tommy (1)
Gus Dur Menantang Cendana
Bom Gus Dur Buat Tommy (2)
Dokumen Pegangan Gus Dur
'Bom' Gus Dur Buat Tommy (3)
Inilah Dokumen Pegangan Gus Dur
'Bom' Gus Dur Buat Tommy (4)
Pembela Cendana Kena Getahnya
'Bom' Gus Dur Buat Tommy (6)
Mengkaji Tanggung Jawab Polisi
'Bom' Gus Dur buat Tommy (7)
Baagil Tekan Gus Dur dengan FPI
Back
Forward