Homepage

PDI Megawati Soekarnoputri on the Internet

Dikutip dari :

[INDONESIA-L]

Replies:

PESAN AKHIR TAHUN MEGAWATI

JAKARTA (SiaR, 7/1/98), Seperti diketahui, Ketua Umum DPP PDI pada 23
Desember 1997 lalu, di Jakarta, telah mengeluarkan sebuah pesan akhir
tahun 1997. Namun ada banyak kalangan yang belum tahu secara persis apa
isi pesan akhir tahun tersebut. Banyak pembaca SiaR yang menanyakan soal
ini. Karena itu lah, redaksi memutuskan untuk memuat pesan akhir tahun
yang berudul "Hanya Ada Satu Jalan: Perubahan dan Perbaikan!" ini,

Selamat membaca.

Redaksi SiaR.-
--------------

PESAN AKHIR TAHUN 1997

"HANYA ADA SATU JALAN: PERUBAHAN DAN PERBAIKAN!"

Oleh: Megawati Soekarnoputri.

Keluarga Besar PDI di mana pun berada,
Teman-teman yang tetap setia pada perjuangan demokrasi,
Kawan-kawan yang menghendaki perubahan dan perbaikan, serta
Saudara-saudaraku se bangsa dan se tanah air,

Tidak terasa, 4 tahun telah berlalu dan telah cukup lama rasanya kita
terhenti bersilaturahmi. Telah sekian lama kita tak lagi: bertatap muka
dan telah sekian lama pula saya mengambil sikap dengan memilih untuk diam.

Bila secara fisik saya memilih untuk diam, tidaklah berarti batin, rasa
dan pikiran saya melakukan hal yang sama. Berbagai peristiwa kehidupan
yang terjadi di negeri ini telah saya rekam, saya amati, saya pelajari dan
telah pula saya simpulkan.

Perlu rasanya saudara-saudaraku ketahui, bahwa pilihan diam yang selama
ini saya ambil pada dasarnya ingin memberi kesempatan seluas-luasnya pada
pihak penguasa, dalam hal ini pemerintah, maupun penanggung jawab
keamanan, dalam hal ini ABRI, untuk dapat bekerja semaksimal mungkin
dengan tanpa hal-hal yang mereka anggap sebaqai gangguan.

Hal ini sengaja saya lakukan mengingat sejak PDI yang syah dan
konstitusional mengangkat saya sebagai Ketua Umum, sejak itu pula seluruh
kegiatan saya tak pernah luput dari upaya mendongkel dan menyingkirkan
saya dari berbagai kegiatan politik dan kenegaraan.

Saudara-saudaraku sekalian,

Diam yang panjang telah saya lakukan, tapi satu hal yang perlu dicatat
bahwa krisis di berbagai bidang kehidupan yang terjadi sekarang ini justru
tercipta pada saat saya dikondisikan untuk memilih sikap diam.

Hal ini cukup membuktikan bahwa berbagai tuduhan dan ketakutan berlebihan
yang selama ini terlalu dibesar-besarkan, hanyalah tindakan mengada-ada,
sama sekali jauh dari kebenaran, dan hanyalah sebuah upaya mencari kambing
hitam persoalan.

Dengan adanya kenyataan krisis berbangsa dan bernegara seperti yang
terjadi sekarang ini, hendaknya seluruh mata, telinga, hati dan pikiran
warga bangsa kita dapat menyimpulkan secara tegas, lugas dan berani bahwa
kekisruhan dan kekalutan yang dialami oleh bangsa kita sekarang ini, pada
intinya semata-mata disebabkan karena banyaknya hal-hal bersifat mendasar
yang tidak pernah kita selesaikan secara arif, terbuka dan dilandasi
semangat kebersamaan. Sudah terlalu banyak masalah yang ditutup-tutupi,
diputarbalikkan, dimanipulasi sehingga masyarakat sudah tidak mampu lagi
memahami mana yang benar dan yang salah, mana yang menjadi hak dan
mana-mana yang menjadi tanggung jawabnya.

Karenanya, saya benar-benar bersyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
bahwa di sepanjang perjalanan kehidupan bangsa Indonesia selalu saja
tangan Tuhan turut berperan aktif dalam membuka pintu-pintu kebenaran dan
berlanjut dengan menutup berbagai pintu kebohongan walau selebar apapun ia
menganga di rumah bangsa negeri ini.

Saudara-saudaraku sekalian,

Di penghujung tahun 1997 ini, dan memasuki tahun baru yang akan datang,
sebagai bangsa kita tengah berada dalam ujian yang sangat berat. Di tengah
krisis moneter yang terus berlanjut dan yang semakin terasa memperburuk
kehidupan perekonomian bangsa, kita dihadapkan pada pilihan yang sangat
memprihatinkan dalam menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru. Belum lagi
nanti berlanjut dengan hadirnya bulan suci Ramadhan dan perayaan Idul
Fitri tahun depan.

Ada beberapa fakta maupun kenyataan yang sangat kuat mendukung
keprihatinan ini. Bahkan lebih jauh lagi, kondisi kali ini membuat saya
benar-benar cemas dan khawatir.

Andai saja ada jaminan kepastian kapan berakhirnya krisis keuangan dan
bagaimana cara memperbaiki perekonomian bangsa kita yang kian melemah dan
terancam lumpuh, mungkin saya tetap memilih untuk diam dan berusaha untuk
tenang, walau dalam keresahan yang luar biasa sekalipun.

Pertanyaannya sekarang, ada kah dan pernah kah jaminan itu diberikan? Ada
kah pula cara yang terbuka dan yang transparan di mata seluruh rakyat
Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi berikut berbagai dampak yang
ditimbulkannya? Kalau kita semua masih mampu bersikap jujur, tentunya
kita semua akan bersepakat bahwa sampai hari ini kita masih berada dalam
situasi dan kondisi haus menanti jawaban dan kepastian.

Saudara-saudaraku sekalian,

Andai saja seluruh kerja penyelenggaraan bernegara baik di bidang politik,
ekonomi, sosial-budaya maupun pertahanan-keamanan dilakukan; secara
transparan dan terbuka; untuk menghadapi krisis yang terjadi tentunya akan
jauh lebih mu- dah. Paling tidak suasana saling curiga, saling tuding,
saling lepas tanggung- jawab dengan segala bentuk oportunisme yang
menyertainya tidak akan berkembang dan tidak sampai meresahkan seperti
yang terjadi sekarang ini.

Untuk itu lah saudara-saudaraku sekalian, ijinkan saya menyampaikan
beberapa pendapat dan pandangan menghadapi situasi krisis yang ada.

Berdasarkan pengamatan saya, terjadinya krisis berbangsa dan bernegara
berikut kesulitan-kesulitan untuk menanggulanginya seperti yang terjadi
sekarang ini, bukan lah merupakan sesuatu yang datang tiba-tiba begitu
saja. Suasana dilematis yang pelik dan rawan ini merupakan buah hasil dari
tumpukan berbagai peristiwa (politik) yang akumulatif, dan selama ini
tidak secara tuntas diselesaikan.

Kondisi yang menyimpan berbagai permasalahan yang tak terselesaikan ini,
menurut hemat saya merupakan pupuk yang sangat subur bagi berkembangnya
berbagai sikap dan perilaku yang dapat menyulut dan membakar suasana.
Kondisi inilah yang mendorong terjadinya suasana panik dalam dunia moneter
kita, dimana hilangnya kepercayaan masyarakat pada Rupiah (hanya)
merupakan salah satu dampak yang ditimbulkannya.

Dalam kepanikan seperti ini, sangatlah naif bila ada pihak-pihak yang
mengira bahwa dengan menggelembungkan semangat nasionalisme-patriotisme
yang bersifat situasional dan yang dihadirkan secara tiba-tiba,
kepercayaan yang diharapkan dapat diraih begitu saja dalam sehari.
Penyangsian saya ini, mengingat rasa memiliki negeri ini yang dulu kuat
tertanam di dalam hati dan sanubari rakyat, kini telah kian menipis dan
nyaris sirna dimakan oleh berbagai perilaku arogansi kekuasaan yang lebih
mengedepan dalam kehidupan kita pada beberapa dekade terakhir ini.

Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,

Menghadapi kenyataan ini, mari lah kita renungkan bersama dengan pertama
kali mengetengahkan pertanyaan pembuka; Sejauh mana kah Pancasila sebagai
falsafah dan pandangan hidup bangsa telah secara benar diterapkan dan
diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Bila ada yang berani mengatakan bahwa budaya kehidupan yang seperti
sekarang ini sebagai apa yang dimaksud dan diamanatkan oleh Pancasila,
secara tegas harus saya nyatakan bahwa pendapat dan pernyataan tersebut
pasti berasal dari mereka yang tidak memahami, menghayati dan apalagi
menjalankan amanat Pancasila dalam hidupnya. Karena menurut pendapat saya,
tidak mungkin dalam suatu masyarakat yang memilih Pancasila sebagai
pandangan hidup dapat terjadi satu fenomena; mereka yang kaya menjadi
lebih mudah untuk lebih kaya, yang berkuasa menjadi sangat berkuasa,
sementara di sisi lain mereka yang miskin tertutup kemungkinannya untuk
menjadi sejahtera dan mereka yang tak berkuasa semakin menjadi dikuasai
oleh kekuasaan yang tanpa batas dan tanpa kontrol.

Tidak mungkin juga di suatu masyarakat yang Pancasilais terjadi peristiwa
saat sebagian saudara-saudara sebangsa dan setanah air sedang berada dalam
kondisi kekurangan pangan--sandang--dan--papan, sementara yang lainnya
terus saja sibuk dan asyik menumpuk harta lewat proyek-proyek raksasa yang
diperebutkan di antara mereka sendiri, Begitu sangat lah tidak mungkin
bahwa di tengah-tengah kehidupan masyarakat Pancasila, rakyat menjadi
begitu ketakutan, kehilangan kepercayaan diri dan kehilangan keberanian
untuk menyatakan kebenaran hanya dikarenakan bayangan ketakutan akan
kehilangan mata pencaharian ketika menyuarakan kebenaran menjadi
pilihannya.

Selanjutnya dan yang sangat perlu digarisbawahi, sepanjang pemahaman
dan--penghayatan saya, di sebuah masyarakat yang memilih Pancasila sebagai
pandangan hidup; tentara adalah abdi rakyat, kawan rakyat dan pelindung
rakyat.

Bukan sebaliknya!

Jadi pertanyannya sekarang, benar kah kita telah mewujudkan amanat
Pancasila, dalam kehidupan kita sebagai bangsa?

Jawaban atas pertanyaan ini saya serahkan kepada saudara-saudara semua
pemilik negeri ini. Saya hanya dapat berpesan, jawab lah pertanyaan ini
dengan hati nurani dan moral sebagai umat manusia yang ber-Ketuhanan dan
warga negara ---anak negeri yang cinta dan setia terhadap cita-cita
kemerdekaan bangsanya.

Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air di mana pun berada,

Salah satu sumber penyebab terjadinya tragedi dan krisis berbangsa dan
ber- negara ini, menurut hemat saya berawal dari tidak adanya jaminan
kepastian hukum. Keberadaan hukum telah digeser dari peran dan fungsinya,
yang seharus- nya, memberi rasa adil dan aman pada rakyat, menjadi hanya
sebagai perangkat politik untuk mencapai berbagai formalisme dan
legitimasi yang dikehendaki penguasa. Terbukti dengan berbagai produk
hukum dah pelaksanaan hukum yang telah jauh terkooptasi oleh berbagai
kepentingan kekuasaan.

Dalam hal ini, lembaga legislatif pun hadir dan dihadirkan semata-mata
untuk memenuhi tuntutan formalisme dan legalitas tersebut. Dewan
Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang seharusnya
menyuarakan dan membela kepentingan rakyat, telah bergeser peran dan
fungsinya menjadi lembaga yang langkah dan geraknya diarahkan pada upaya
memenangkan berbagai keinginan dan kehendak yang mewakili kekuasaan.

Hilangnya fungsi kontrol dengan sendirinya telah membuat kekuasaan dan
penguasa dapat melakukan apa saja yang menjadi kemauannya, sementara di
sisi lain, rak- yat kehilangan wakil-wakilnya yang secara sadar dan
terbuka memperjuangkan hak-hak politik dan berbagai tuntutan, perbaikan
nasib rakyat banyak. Dalam keadaan dan budaya politik seperti ini,
akumulasi ketakutan telah membuat kita sebagai bangsa menjadi lumpuh,
karena kehilangan ruang kreativitas dan pro- duktivitas yang disebabkan
oleh hilangnya kepercayaan diri dan harga dirl

Sebagai gambaran umum nyata yang sangat aktual adalah potret DPR kita yang
dalam masa-masa krisis cukup serius ini, sangat terasa tidak berdaya dan
terasa pemihakannya kepada berbagai kepentingan rakyat. Mengapa terjadi
demikian? Jawabannya sebenarnya sangat mudah, karena keberadaan DPR
produk Pemilu '97, tidak lebih dari satu produk politik dalam upaya
memenuhi tuntutan formalisme demokrasi semata dan masih jauh dari
substansi keberadaan Pemilu sebagai lembaga perwujudan kedaulatan rakyat.
Hal ini dapat kita cermati dengan jelas sejak diciptakannya Tragedi 27
Juli 1996 yang berlanjut pada persiapan tahapan PEMILU, dan pelaksanaan
PEMILU yang semua ini secara tegas saya nyatakan merupakan pemaksaan
kehendak kekuasaan.

Untuk lebih memperjelas realita dari kualitas demokrasi kita, akan sangat,
membantu pemahaman bila kita cermati mereka yang didudukkan dalam lembaga
MPR kita yang terhormat. Munculnya sederetan nama yang diangkat lewat
semangat nepotisme dan kepentingan tertentu, merupakan cerminan ketidak
berdayaan dan tidak adanya pemberdayaan rakyat dalam menjalankan
kedaulatannya. Oleh kare- nanya sangat sulit bagi saya membayangkan bila
melalui jalur-jalur lembaga konstitusi yang ada, suatu perubahan yang
bersifat mendasar dapat terpenuhi.

Hal ini lah yang justru, membuat saya resah dan khawatir. Karena pada saat
rakyat yang menghendaki perubahan berada, dalam situasi kehilangan
kepercayaan terhadap lembaga-lembaga konstitusi dan lembaga-lembaga
negara, sangat mungkin, terjadi kecenderungan yang memicu terciptanya
suasana tarik-menarik antara kubu rakyat di satu sisi dan kubu penguasa
disisi lain, terutama pada saat suhu politik terasa kian meninggi
sementara pola pikir pendek muncul secara dominan. Hal ini tentu saja
secara pribadi sangat tidak saya harapkan.

Saudara-saudara sekalian, yang saya cintai,

Sebagai manusia merdeka seharusnya kita mampu berpikir secara jernih. Agar
berbagai penyimpangan-penyimpanaan berlandaskan keserakahan tanpa batas,
korup- si, kolusi tidak dianggap sebagai perilaku yang normal. Hal-hal
yang tidak wa- jar jangan diterima sebagai sesuatu yang wajar. Begitu pula
dengan perilaku yang tanpa malu, merugikan kepentingan negara dan bangsa
semestinya tidak dija- dikan suri tauladan yang dibangga-banggakan.

Sekali pun selama bertahun-tahun mata dan hati kita telah dibuat semakin
tertutup rapat, sebagai manusia merdeka kita harus menggunakan akal dan
pikiran sehat yang dianugerahkan Tuhan pada diri manusia.

Dalam bidang kenegaraan telah berlangsung upaya-upaya
mengkultus-indlvidukan Presiden Soeharto, yang telah dilakukan secara
terbuka dan sekaligus dibantah secara terbuka pula. Akibatnya, segala
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia menjadi tidak sehat,
karena sangat tergantung kepada individu Presiden Soeharto. Hal tersebut
dapat terjadi karena sebagian besar dari kita tidak peduli bahwa, Presiden
Soeharto telah memimpin bangsa Indonesia selama 32 tahun, suatu kurun
waktu yang sangat lama. Seolah menolak kenyataan alam bahwa dengan
lanjutnya usia, kesehatan seseorang akan semakin mundur dan kemampuan akan
semakin berkurang.

Tanpa disadari, kita menjadi tidak manusiawi, karena terus-menerus
memberikan beban dan tanggung jawab yang terlalu besar kepada Presiden
Soeharto tanpa mau peduli bahwa be1iau adalah seorang manusia yang
memiliki keterbatasan. Mengkul- tuskan pribadi Presiden Soeharto dan
mempertahankan beliau untuk terus menerus menjabat sebagai presiden pada
saat krisis ekonomi membelenggu bangsa ini meru- pakan, suatu tindakan
egois demi kepentingan sempit sekelompok orang. Tindakan ini sangat tidak
terpuji, karena jelas memiliki tujuan untuk melestarikan kesempatan
memperkaya diri di atas penderitaan rakyat banyak. Sehingga tidak adanya
jaminan dan tanda-tanda,, yang mengarah kepada masalah suksesi secara
damai, akan membuat masa depan perekonomian Indonesia menjadi semakin
tidak pasti. Mencalonkan kembali Bapak Soeharto yang telah menjabat
Presiden RI selama 30 tahun lebih, sebagai calon tunggal untuk menjadi
presiden ke tujuh kali dalam kondisi fisiknya yang rawan seperti dapat
kita lihat bersama, akan menambah krisis kepercayaan terhadap Indonesia.

Sudah kita ketahui bahwa mata uang rupiah akan terus menerus diterpa,
akibat isu-isu mengenai kesehatan beliau, sehingga akan membuat fluktuasi
nilai rupiah semakin tidak berkepastian atau bahkan drastis anjlok pada
saat kesehatan Pak Harto dijadikan sebagal isu sentral.

Seiring dengan anjloknya mata uang rupiah, perusahaan-perusahaan Indonesia
akan mengalami kebangkrutan massal. Harga saham di pasar modal akan ikut
melorot dengan pesat karena para investor akan meninggalkan Indonesia.
Jika kondisi ini berkepanjangan, maka perekonomian Indonesia akan
mengalami resesi, pengangguran akan merajalela, kriminalitas meningkat dan
harga-harga bahan pokok menjadi tidak terjangkau oleh masyarakat luas.
Situasi dan kondisi kritis yang terus berlangsung ini, bila tidak kita
atasi secara bersama akan terus bergulir hingga mencapai satu suasana yang
saya gambarkan sebagai krisis total.

Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,

Untuk menghindarkan teriadinya krisis total yang tidak kita harapkan,
sudah sa- atnya secara terbuka dan secara bersama menyatakan perlunya
melakukan reformasi politik. Hal ini sudah merupakan kebutuhan dan pilihan
yang tidak dapat dihin- darkan. Untuk sampai pada tujuan ini 1angkah
pertama yang hirus kita ambil adalah kesiapan kita melikuidasl hegemoni
kekuasaan untuk digantikan dengan mendudukkan kembali kedaulatan rakyat
ditempat yang paling terhormat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tanpa melakukan langkah strategis ini, saya khawatir reformasi politik
tidak akan pernah terjadi dan dengan sendirinya krisis yang melanda
kehidupan bangsa kita tidak mungkin dapat terselesaikan. Dalam kaitan
perekonomian bangsa, tanpa adanya tahapan ini, tidak lah mungkin upaya
memberantas nepotisme dalam pelak- sanaan perekonomian bangsa dan upaya
menegakkan demokrasi ekonomi yang diharap- kan dapat kita wujudkan.

Sekali lagi saya tandaskan, hanya dengan langkah strategis ini kita akan
mampu menyelematkan masa depan bangsa dan rakyat Indonesia. Bukan melalui
berbagai retorika politik yang hanya membuat rakyat menjadi kehilangan
harapan dan kehilangan cara menanggulangi berbagai masalah yang dihadapi.

Saudara-saudara di mana pun berada,

Sebagai penutup, menghadapi kenyataan situasi politik (persiapan suksesi
yang tidak transparan) dan perekonomian bangsa yang tidak menentu ini,
saya mengajak saudara-saudara untuk secara bersama mengambil sikap:

Pertama: Segera lakukan reformasi politik

Ke dua: Hentikan praktek-praktek penyalahgunaan hukum, dan kembalikan
hukum yang menjamin kedaulatan tertinggi tetap berada di tangan rakyat

Ke tiga: Bentuk pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Kepada semua warganegara Indonesia, saya mohon untuk merenungkan dan
mendukung seruan ini. Seruan ini terpaksa kami lakukan demi kepentingan
kita semua, ke- pentingan bangsa dan negara Republik Indonesla tercinta.
Saya mengharap parti- sipasi seluruh warga negara Indonesia untuk
menyalurkan aspirasi ini secara damai agar menjadi suara dan kehendak
rakyat yang murni dan sesungguhnya.

Akhir kata, untuk ke sekian kali, kembali saya ingatkan rakyat kuat hanya
bila rakyat bersatu. Maka bersatulah! Selamat Natal saya ucapkan khususnya
kepada umat Kristiani dan Selamat Tahun Baru 1998 bagi semua.

Merdeka!

Megawati Soekarnoputri ***



Selanjutnya anda dipersilahkan untuk mengunjungi :

Homepage Pedukung DPP PDI Perjuangan
Megawati Soekarnoputri

Kembali ke halaman pembuka (Back to the Welcome Site)

© 1996 - 1998 M[email protected]