BAKERNAS
Badan Kerjasama Nasional
Kader-Kader & Simpatisan-Simpatisan
PDI Perjuangan di Mancanegara
PANDANGAN KADER & SIMPATISAN
PDI PERJUANGAN DI LUAR NEGERI
Lampiran 4
Paradigma Baru dan Demokrasi
(Menyongsong era naiknya PDI Perjuangan dengan Megawati Sukarnoputri sebagai Presiden NKRI)
Oleh: H. Haripurnomo *)
Ketua PDI-P Megawati Sukarnoputri menganjurkan kita harus banting setir menuju kearah paradigma baru. Tulisan ini mencoba memberikan tanggapan atas seruan tentang paradigma baru dimaksud dan praktek kongkrit di dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya dan juga penampilannya di dalam gerakan demokrasi di Indonesia dewasa ini.
Dalam masalah ini penulis berpendapat bahwa untuk merubah paradigma kiranya tidak hanya sekedar bahwa kita harus memperluas daya penangkapan dan pola pikir kita, akan tetapi disamping itu kita harus berani membuat formulasi atau difinisi baru tentang "Nilai"
Paradigma baru juga berarti bahwa kita harus meninggalkan pola-pola pikir lama yang kolot (kartesianisme Mekanik), untuk selanjutnya hendaknya kita mengikuti pola pikir secara ekologi. Jika kita sudah memahami filsafat ekologi secara mendasar dan mendalam kiranya tidaklah sukar untuk mengadakan perubahan dari pola pikir menurut paradigma lama ke arah pola pikir menurut paradigma baru.
Didalam masalah ini, ada dua hal yang sangat menarik dan sangat erat hubungannya satu sama lain yang perlu penulis garisbawahi, yaitu masalah "perubahan tentang pola pikir" dan "perubahan tentang nilai" Kedua-duanya dapat diartikan sebagai perubahan dari pendapat sendiri kearah pendapat secara keseluruhan (pendapat umum). Kedua kecenderungan tersebut (pendapat sendiri dan pendapat umum) adalah merupakan aspek dari adanya seluruh simtim penghidupan. Tidak ada di antaranya yang dapat disebut baik atau jelek. Baik atau sehat adalah merupakan keseimbangan yang dinamis, sedangkan jelek atau tidak sehat adalah tidak merupakan adanya keseimbangan yang dinamis; karena disini ada kecenderungan kearah tekanan yang berlebihan dan mengabaikan adanya faktor yang lain.
Jika masalah ini di terapkan didalam masyarakat, atau dalam suatu perusahaan industri misalnya, maka sikap yang memaksakan pendapat sendiri itu, selalu akan mengabaikan sikap keseluruhan. Jadi seperti halnya didalam pikiran kita maupun didalam penilain kita, disini mengajarkan pada kita tentang adanya dua hal yang selalu bertentangan yaitu pendapat sendiri dengan pendapat umum. Kecenderungan tersebut menunjukkan adanya dua hal yang bertentangan kedudukannya.
Misalnya : Rasional (menurut pendapat sendiri) adalah berlawanan dengan intuitif (intuitive, berdasarkan intuisi, menurut pendapat umum). Demikian juga Analisa dan Synthese, linier dan tidak linier. Ini ditinjau menurut jalan pikiran ( pola pikir) Selain dari pada itu juga dalam hal pemberian nilai misalnya : Ekspansi (menurut pendapat sendiri) dan Bertahan (menurut pendapat umum), Kongkuren dan Koperasi, Kwantitet dan Kwalitet. Selalu menunjukkan dua hal yang berlawanan.
Jika kita perhatikan contoh-contoh diatas, maka kita akan melihat bahwa perkataan "pendapat sendiri" pada umumnya ada sangkut pautnya dengan watak orang laki-laki (pria). Hal demikian itu terlihat di dalam masyarakat yang patriarkhat seperti di Indonesia misalnya, keadaan semacam itu terutama menonjol di bidang ekonomi dan kekuasaan politik. Dengan alasan demikianlah, maka kebanyakan orang mengalami kesukaran dalam proses penggantian definisi tentang "nilai", terutaman golongan pria.
(c) 2001 Webmaster