x-URL :
Presiden Wahid Ingin Bermalam di Rumah Pengasingan Bung Karno di Brastagi
Senin, 14 Mei 2001, 18:11 WIB
Medan, Senin
P residen Abdurrahman Wahid berkeinginan bermalam di bekas rumah pengasingan Bung Karno tahun 1948 di kota wisata Brastagi, Sumatera Utara, sekitar 120 Km dari pusat kota Medan, seusai bangunan rumah itu pertengahan Juli 2001.
Sekretaris Penyelenggara Pemugaran dan Peresmian Rumah pengasingan Bung Karno di Brastagi (Panitia Pemugaran), Prof DR Drs H Alinafiah Sitepu, Senin (14/5), menyebutkan, keinginan Presiden Wahid itu diutarakannya ketika Panitia Pemugaran bersilaturahmi dengan kepala Negara, dua hari berturut-turut Sabtu dan Minggu (12-13/5) total selama 4,5 jam di Jakarta.
Alanafiah Sitepu, menyebutkan, selain bermalam dan meresmikan selesai pemugaran rumah bekas pengasingan Bung Karno, dalam rangkaian kunjungannya ke Sumatera Utara, Kepala Negara juga mengungkapkan keinginannya berkunjung ke kabupaten Mandailing Natal dan Dairi.
"Kepada Panitia Pemugaran, Gus Dur, menyatakan keinginannya meresmikan selesainya pemugaran sekaligus bermalam di rumah pengasingan tersebut," ucap Alinafiah, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Korpri Sumut dan baru menerima gelar Profesor bidang kepemimpinan dari Global University International, Amerika Serikat, 29 April 2001.
Bangunan rumah pengasingan Bung Karno tersebut berbentuk semi permanen beratapkan seng seluas 20 X 30 M terletak di areal seluas 1,5 Ha di kota wisata Berastagi, selama ini berfungsi sebagai rumah tamu milik Pemda Provinsi Sumatera Utara, sejak pertengahan April lalu dipugar.
Di kompleks bangunan rumah yang sedang dipugar sesuai dengan aslinya itu juga dibangun patung Bung Karno dalam posisi "one acton" setinggi tujuh meter dan biorama keberadaan Bung Karno bersama dua rekan seperjuangannya H Agus Salim dan Sutan Sjahrir, selama 12 hari hingga 22 Desember 1948 di Brastagi.
Ajaran Bung Karno
Pada bagian lain Alinafiah Sitepu, menyebutkan bahwa Presiden menaruh perhatian kepada masyarakat Karo, salah satu etnis di sumatera Utara, karena selama 32 tahun mendapat tekanan dari Pemerintahan Orde Baru, karena dinilai sebagai masyarakat penganut ajaran Bung Karno.
Ia mengungkapkan beberapa tekanan kepada putra-putra Karo, di antaranya, Alm. Letjen TNI Jamin Ginting, yang dijanjikan akan dijadikan KSAD bila memenangkan Partai Golkar pada Pemilu 1971, ternyata "dibuang" sebagai Dubes di Kanada dan meninggal di Kanada.
Hal yang sama juga dialami oleh mantan gubernur Sumut priode tahun 1965-an, Ulung Sitepu, meninggal di penjara setelah dituduh "beraliran kiri" karena menganut ajaran Bung Karno.
"Sejak Pemerintahan Orde baru, tidak satupun putra-putri Karo yang bisa naik kariernya khususnya di dunia birokrasi," ucap Alinafiah Sitepu, dengan menambahkan bahwa dampak dari ajaran Bung Karno itu, sejak awal kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, masyarakat Karo tidak pernah memberontak kepada negara kesatuan RI.
Dikatakannya, pemugaran kembali rumah pengasingan Bung Karno disambut baik oleh masyarakat setempat, karena sejak lama proklamator RI ini dijuluki sebagai "Bapa Raayat Sirulo" (Bapak Lambang Kemakmuran Rakyat) oleh masyarakat Karon.
Alinafiah Sitepu, juga menyebutkan, dalam rangkaian kunjungan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri beserta keluarga besar Bung Karno, ke Sumatera Utara, awal Juni 2001, juga dijadwalkan meletakkan batu pertama pemugaran rumah bekas pengasingan Bung Karno tersebut.(ant/zrp)