MEMPERINGATI HUT KE 100 BUNG KARNO


x-URL :

MBAK MEGA, PDIP DAN 100 TAHUN BUNG KARNO

Sun, 13 May 2001 07:59:45 -0700 (PDT)


R ahmawati Sukarno Puteri dalam suatu wawancaea TV menyatakan tekadnya untuk mensosialisasikan ajaran Bung Karno. Selain sebagai keturanan BK beliau lebih jauh ingin menjadi anak ideologi. Sesungguhnyalah warisan Bung Karno yang tak ternilai adalah ajaran beliau yang mensintesakan declaration of independence dengan manifesto komunis. Berpijak pada realisme ditengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Yaitu rakyat jajahan selama ratusan tahun, dari kelas bawah sampai kelas ningrat feodal yang mendapat perlakuan khusus kolonial.

Liberalisme di Amerika membawa kemakmuran bagi warganya yang berasal-usul dari Eropah. Amerika bukan lagi negerinya suku Apache, Sioux dsb yang kegagahannya diukur dari menguliti kepala orang. Manifesto komunis lahir karena pemilik modal terlalu menindas dan memelaratkan kaum buruh. Liberalisme DPR paska pemilu-1955 hanya menghasilkan perdebatan sampai dibubarkan melalui dekrit 5 Juli 1959. Liberalisme DPR paska pemilu-1999 hanya menghujat presiden dan mendorong kemerosotan ekonomi ditingkah pengulitan kepala orang di Kalimantan.

Semangat kebangkitan nasional Indonesia yang dipelopori kelompok intelektual pribumi sangat dipengaruhi faham demokrasi Amerika dan pola juang kaum tertindas Uni Sovyet. Bung Karno bercita-cita untuk menyatukan bangsa Indonesia dengan menggalang kekuatan rakyat yang merasa hina kalau dijajah. Artinya BK memberi tempat bagi semua kelompok anak bangsa sampai lahirnya Republik ini.

Kalau Mao Ze Dong mengatakan biar seribu bunga merah tumbuh bersama, BK menyatakan biar beragam bunga tumbuh di taman asri Indonesia. Maka tampillah bangsa Indonesia sebagai bangsa besar yang diperhitungkan dunia. Solidaritas Asia, Afrika dan Latin Amerika menjadi kokoh dan kompak. Yang sangat terusik adalah negara penjajah paska Perang Dunia-II yang dikenal sebagai neo kolonialisme dan imperalisme (NEKOLIM).

Dengan menggunakan kelompok separatis dan tentunya anasir pro Belanda, maka upaya menggoyang BK dengan bedil dan granat dilakukan tiada henti. Klimaksnya pada tahun 60-an, mulai dari strategi Sukarnoisme untuk menghancurkan Sukarno, peran CIA, sampai tekanan fisik dan psikologis rejim Orba mengantarkan beliau hingga akhir hayatnya yang tragis.

Ajaran BK yang disebut marhaenisme, yaitu marxisme yang diterapkan sesuai kondisi dan situasi Indonesia; sangat ditakuti rejim Orba. Kalau komunisme relatif lebih mudah dihadapi Orba. Karena dengan mencap atheis, umat beragama lebih mudah dihasut dan diperalat untuk membunuh. Tetapi kaum marhaen tidak bisa dicap atheis. Sebagai gantinya dicap PNI asu. Dengan mengeluarkan TAP MPRS yang melarang marxisme, maka pembunuhan jutaan anak bangsa dapat dilegalisir sekaligus memberangus ajaran Bung Karno.

Sejarah Indonesia sejak kebangkitan nasional dengan peran aktif unsur nasakom langsung dicoret, dan jadilah serangan fajar sebagai inti sejarah. Sukarno, PKI dan para suhada yang hilang dan mati dipembuangan, musuh kompeni tak mendapat tempat dalam sejarah nasional. Barangkali sejarah nasional versi orde baru tak jauh beda dengan sejarah Indonesia versi Hindia Belanda.

Anehnya dalam era reformasi, partai PNI muncul dalam berbagai versi. Tujuannya tentu untuk menyedot suara pengagum BK sekaligus mencegah agar tidak terjadi konsentrasi pendukung BK pada PDIP. Tak kurang Probosutejo dedengkot Golkar banting duit mendirikan PNI versi dia. Hasilnya bisa dilihat seperti sekarang ini. Bagaimana konsolidasi paska pemilu PNI jadi-jadian itu? Sampai sejauh apa korelasi mbak Mega, PDIP dan ajaran BK?

Niat luhur Rahmawati Sukarnoputeri untuk menjadi anak ideologi ajaran BK patut dihargai dan didukung. Generasi muda anak dan kerabat pendukung BK dan pejuang front marhaenis yang menjadi korban Orba pasti banyak pula yang sejak dulu berjuang dan menunggu pelurusan sejarah ini.

Gejala ini tidak luput dari pantauan para pendukung Orba. Aksi bakar buku tidak lepas dari upaya mereka untuk mempertahankan pembengkokan sejarah. Unsur ekstrim agama hanyalah sekedar alat tunggangan. Para pembakar buku hampir dapat dipastikan tidak tertarik dan tidak mampu mencerna buku-buku yang dibakarnya itu. Kalau benar mereka berjuang untuk agama, silahkan pergi ke Glodok, tak usah putar VCD, melihat sampul VCD saja seharusnya mereka langsung bergerak. Mungkin mereka justru menggemari VCD obralan, karena mudah dicerna dan nikmat.

Lihatlah jahatnya pendukung Orba. Dengan memperalat agama mereka bakar dan sweeping buku kiri sekaligus mereka jatuhkan pamor agama itu sendiri. Harus diingat bahwa pendukung Orba bukan hanya anti kiri tapi juga sangat anti kepada Islam yang berpolitik!

Kalau Gus Dur dan umat NU semakin kuat, artinya bahaya bagi mereka. Seperti kompeni Belanda yang tak suka Islam bersatu. Orba juga begitu bahkan lebih sadis dan keji. Tanjong Priok, Lampung, Tasik….. Presiden Wahid akan terus mereka goyang. Apalagi Rahmawati menyatakan bahwa Gusdur dan pimpinan NU memahami dan menghargai ajaran BK. Pendukung Orba kian galau. Tipu muslihat dan provokasi apa lagi yang sedang mereka mainkan?

Mbak Mega dan PDIP, kalau tak berkenan dukung Gus Dur, bantulah Rahmawati untuk merehabilitasi Bung Karno dan ajarannya. Berilah makna peringatan 100 tahun Bung Karno 6 Juni 2001. Kalau juga tak mau, janganlah momentum 6 Juni dialihkan dengan blow out memo-2, SI dan membulan-bulani Gus Dur. Belum terlambat merebut kembali hati rakyat.

----- End of forwarded message from chan -----



Back

Forward


(c) 2001 compiled by