MEMPERINGATI HUT KE 100 BUNG KARNO


Yo sanak yo kadang,
malah yèn mati aku sing kélangan


Wed, 16 May 2001 16:22:24 +0200


*) D alam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Seabad Bung Karno, untuk mengenang kebesaran beliau sebagai pemimpin bangsa, dengan ini saya sajikan pidato beliau yang diucapkan pada malam resepsi penutupan Kongres Nasional Ke-VI PKI di Gedung Pertemuan Umum, pada tanggal 16 September 1959. (Dikutip dari Majalah Bintang-Merah Nomor Istimewa Kongres Nasional ke-6 PKI, Tahun ke XV- September-Oktober 1959, dengan disesuaikan ke ejaan baru, --pengutip : ).

* * *

Presiden Soekarno :

Yo sanak yo kadang, malah yèn mati aku sing kélangan.

(Bagian - 1)

Saudara-saudara sekalian,

Merdeka !
(sambutan gemuruh " Merdeka ! ", tepuk tangan lama).

Saudara-saudara sekalian,

Pada permulaan bulan Juli yang lalu, sdr. Aidit di ruangan Istana Negara menanya kepada saya : --" Bung Karno, sekarang ini sedang berjalan pelarangan kegiatan politik. Apakah kiranya Partai Komunis Indonesia dalam waktu yang singkat boleh mengadakan Kongres di Jakarta ? "

Pada waktu itu saya berkata kepada saudara Aidit : --"Adakan kongres itu" (tepuk tangan dan sorak lama, terdengar pekik : "Hidup Bung Karno !"). -"Adakan Kongres itu lewat tanggal 1 Agustus yang akan datang". Dan didalam pada akhir bulan Juli sebelum tanggal 1 Agustus, pada satu pagi saya memanggil KMKB Jakarta Raya, Overste Umar, minum kopi dengan saya pagi-pagi (tawa). Dan saya berkata kepada Overste Umar :--" Overste Umar, nanti lewat tanggal 1 Agustus Partai Komunis Indonesia akan mengadakan Kongres, jagalah agar supaya Kongres itu berjalan baik, sebab Republik Indonesia adalah Republik Demokrasi. (tepuk tangan lama).

Saudara-saudara, maka sekarang telah terang langsunglah Kongres itu. Dan sedianya saya, diminta oleh sdr. Aidit untuk menghadiri salah satu sidang resepsi daripada Kongres ini pada tanggal 15 September atau sebelum 15 September. Tapi pada waktu itu saya berkata kepada sdr. Aidit : --Sayang, maaf, sebelum tanggal 15 September tak mungkin saya dapat menghadiri suatu resepasi oleh karena saya hendak mengadakan perjalanan ke Aceh, ke Riau, ke Kalimantan, tetapi insya Allah, lewat 15 September saya akan dapat menghadiri resepsi penutupan daripada Kongres PKI ". Dan oleh sdr ; Aidit dijadikan resepsi penutupan Kongres itu terjadi pada tanggal 16 September. Dan, saudara-saudara, syukur alhamdulmlilah pada ini malam saya hadir dikalangan saudara-saudara. (tepuk tangan). Hadir dikalangan saudara-saudara, diterima oleh saudara-saudara dengan rasa kawan, dengan rasa cinta, yang atasnya saya mengiucapkan banyak-banyak terimakasih. Diterima oleh saudara-saudara didalam ruangan, yang ... saya kira ini orang-orang Komunis yang membuat ruangan yang lebih indah, (tepuk tangan lama) dengan ruangan yang indah dengan hiasan-hiasan yang indah dan dinamis.

Maka teringatlah kepada saya salah satu Kongres PKI ... hampir 40 tahun yang lalu, yaitu di Bandung kira-kira tahun 1922 atau 23. Saya tidak ingat lagi Kongres PKI yang nomor berapa, tapi yang jauh daripada yang indah ini. Pada waktu itu Kongres diadakan disatu sekolah, namanya sekolah partikulir di jalan Pungkur, Bandung. Sangat sederhana. Jumlah Kongresis jauh lebih kurang daripada yang sekarang dan saya ingat dibagian pimpinan, yang pada waktu itu dinamakan " Hoofdbestuur " ada berderet 15 kursi tetapi 9 daripada kursi itu kosong oleh karena mereka yang harus duduk di situ meringkuk didalam penjara. Kongres itu, dus, hanya dipimpin oleh 6 orang pemimpin saja. Jauh perbedaan dengan keadaan yang sekarang yang kita melihat sdr. Aidit gagah perwira, (tepuk tangan lama) sdr.Lukman, sdr. Nyoto, sdr.Sudisman, sdr.Sakirman, disampingnya ada kandidat Politbiro sdr.Nyono, dan kita melihat disana ada dua orang wanita, disana satu orang wanita, dan disana lagi dua orang wanita, berbedaan dengan keadaan hampir 40 tahun yang lalu itu, saudara-saudara. Dan pada waktu itu saya duduk nonton ikutserta dalam Kongres di Bandung itu yang setengah sebagai " penyelundup ", pemuda. (tawa dan tepuk tangan). Berbeda dengan sekarang yang saya hadir didalam Kongres ini sebagai Presiden Republik Indonesia. (tepuk tangan lama). Ya, saudara-saudara, barangkali sayalah satu-satunya presiden suatu negara di dunia ini, negara yang bukan dinamakan Sosialis, yang menghadiri satu Kongres Partai Komunis (tepuktangan lama). Nah betapa tidak saudara-saudara ! Betapa tidak hendak saya hadiri, kan saudara-saudara orang Indonesia, warganegara Indonesia, pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia, pejuang-pejuang menentang imperialisme yang membela kemerdekaaan Indonesia ini. (tepuktangan gemuruh). Saudara-saudara adalah utusan daripaka sebagian Rakyat Indonesia, saudara-saudara adalah sama-sama orang-orang bangsa Indonesia. Malah saya akan berkata dalam bahasa Jawa, saudara-saudara itu, --" yo kadang, yo sanak, malah yen mati aku sing kélangan " (tepuktangan gemuruh lama).

Yah, saudara-saudara, demikianlah keadaannya maka oleh karena itupun saya merasa bergembira sekali tatkala saya hendak datang di ruangan gedung ini, dari muka Istana mula telah melewati barisan, barangkali pemuda-pemuda komunis, (tepuktangan) semua menyerukan satu yel : " Gotong-royong, gotong-royong .. Ho lopis kuntul baris, ho lopis kuntul baris, ho lopis kuntul baris, gotong-royong .. Ho lopis kuntul baris, ho lopis kuntul baris, ho lopis kuntul baris ... (semua hadirin bersama-sama menyerukan " Ho lopis kuntul baris "). Saya amat gembira oleh karena, ya memang saudara-saudara jikalau kita hendak menyelesaikan revolusi nasional kita ini, tidak ada jalan lain melainkan gotong-royong dan ho lopis kuntul baris.(tepuktangan).

Dibelakang ada ditulis, " Kongres Nasional ke-VI PKI Untuk Demokrasi dan Kabinet Gotong-Royong ". (tepuktanggan). Saya dengan tegas berkata kepada saudara-saudara, Kabinet Gotong-Royong tetap menjadi cita-cita Bung Karno! (tepuktangan lama). Sebab sebagai tadi saya katakan, menyelesaikan revolusi nasional kita, apalagi revolusi kita setelah memasuki fase sosial-ekonominya untuk menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur sebagai amanat penderitaan Rakyat, tidak ada jalan lain melainkan dengan gotong-royong dan ho lopis kuntul baris. Maka oleh karena itu, saudara-saudara saya tadi berkata, tetap saja bercita-cita Kabiner Gotong Royong dan disamping itu, saudara-dsaudara melihat bahwa saya telah membentuk Dewan Pertimbangan Agung atas dasar gotong-royong dan insya Allah s.w.a., akan membentuk MPR - Majelis Permusyawaratan Rakyat atasdasar gotong-royong pula. (tepuktangan lama).

Saya bergembira terhadap PKI terutama sekali diwaktu yang akhir-akhir ini, -- dan kata " akhir-akhir ini " --bukan hanya beberapa hari tapi telah beberapa tahun --- PKI dengan tegas menyatakan mutlak perlunya persatuan nasional sebagaimana tadi diutarakan buat kesekian kalinya lagi oleh sdr. D.N. Aidit. Cocok benar dengan yang saya katakan, masih di jaman Jokyapun, kemudian beberapa kali saya ulangi di Jakarta ini, bahwa meskipun sepanjang sejarah selalu ada perjuangan klas, selalu ada pertentangan klas, vide Manifesto Komunis, jadi pertentangan klas, perjuangan klas itu selalu ada tetapi didalam sesuatu revolusi nasional maka kita tidak meruncing-runcingkan pertentangan klas dan perjuangan klas diantara bangsa sendiri (tepuktangan). Sebaliknya, sebaliknya kita semua menggalang persatuan revolusioner, semua tenaga revolusioner menjadi satu gelombang maha sakti yang menghantam remuk redam terhadap kepada musuh kita yang utama, yaitu imperialisme-politik dan imperialisme-ekonomi (tepuktangan lama). Saudara-saudara, hal ini saya ucapkan dengan jelas didalam Manifesto Politik saya pada tanggal 17 Agustus 1959 yang lalu. Dan tatkala saya mengadakan perjalanana beberapa hari yang lalu ke Aceh, diikuti oleh beberapa dutabesar Polandia yang duduk disana pakai dasi merah, dutabesar Uni-Sovyet yang duduk disana dengan dasi kupu-kupu, dutabesar India yang duduk disana dengan dasi putih kalau tidak salah, dan dutabesar-dutabesar lain, dengan gembira saya melihat bahwa dimana-mana tempat, baik daerah Aceh maupun daerah Riau, maupun di daerah Kalimantan, PKI-lah salahsatu tenaga yang menyambut dengan baik (tepuktangan lama), menyambut dengan baik dan konsekwen kembali kita kepada Undang-Undang Dasar 45, dan menyambut dengan baik Persatuan nasional, menyelenggarakan persatuan nasional itu dengan sehebat-hebatnya (tepuktangan gemuruh). Oleh karena itu saudara-saudara, pantas saya mengucapkan penghargaan saya kepada Partai Komunis Indonesia didalam hal ini.

Di Kutaraja, tatkala saya membuka Fakultas Ekonomi, Fakultas Ekonomi yang terdiri dari usaha gotong-royong daripada Rakyat Aceh, dan saya melihat dutabesar-dutabesar dari negara-negara asing yang mengikuti perjalanan saya itu, antara lain dutabesar India, saya mensitir ucapan daripada pemimpin India, Sri Yawaharlal Nehru. Sri Yawaharlal Nehru, kata saya pada waktu itu, jumlah total jendral pernah masuk penjara 11 kali, ada yang lama ada yang sebentar. Sebelas kali beliau masuk-keluar penjara, masuk-keluar, masuk-keluar, masuk-keluar .., sehingga pada satu ketika beliau berkata merasa dirinya itu sebagai satu " shuttle-cock " didalam permainan badminton. In, out, in, out, .. in, out penjara. Beliau berkata : " What a shuttle-cock I have become ". " Saya ini kok menjadi shuttle-cock begini ? ". Tatkala saya ingat akan ucapan Sri Yawaharlal Nehru itu, saya ingat pada diri saya sendiri. Nehru merasa dirinya sebagai " shuttle-cock ", lha saya ini merasa diri saya sebagai apa ? Saya berkata dihadapan khalayak ramai di Kutaraja itu, saya merasa diri saya sebagai sepotong kayu dalam satu gundukan kayu api-unggun, sepotong dari ratusan atau ribuan potong kayu didalam api unggun besar yang sedang menyala-nyala. Saya menyumbang sedikit kepada nyalanya api unggun itu, tetapi sebaliknyapun saya dimakan oleh api-unggun itu, saudara-saudara. Menyumbang kepada api-unggun, tetapi juga dimakan oleh api-ungggun. Tidakkah sebenarnya kita semua berasa demikian saudara-saudara ?

Saudara-saudara, terutama sekali hai saudara saudara dari PKI, saudara-saudara masing-masing menyumbang kepada api revolusi, tetapi saudarapun dimakan oleh api revolusi itu. Dimakan dalam arti bahwa saudara ikut serta dalam dinamikanya revolusi ini habis- habisan, bahwa saudara merasa diri saudara mendapat impetus, mendapat kekuatan tenaga, mendapat penggerak jiwa daripada revolusi yang apinya sekarang sedang berkobar-kobar dan menyala-nyala itu. Kita semuanya harus merasa demikinan tanpa kecuali, baik sau dara Asmara Hadi yang duduk disitu, maupun Overste Umar yang duduk disana, maupun Zus Ruslan Abdulgani yang duduk disana, maupun sdr. Suwiryo yang duduk disana, maupun sdr Sudiro yang duduk disana, maupun Pak Aruji Kartasasmita yang duduk disini, maupun sdr Sukarni yang duduk disitu, maupun sdr Ruslan Abndulgani yang duduk disitu, maupun saudara Aidit yang duduk disitu, maupun saya sendiri yang berdiri dimuka mikrofon ini, harus merasa diri kita ini sebagai penyumbang kepada revolusi dan dimakan oleh api-revolusi. Hanya dengan jalan demikianlah saudara-saudara maka impetus menyelesaikan revolusi nasional dengan cara ho lopis kuntul baris dan gotong royong dapat terlaksana Jangan diantara kita itu ada yang merasa diri kita sebagai ... hanya pemberi, penyumbang kepada revolusi saja jangan diantarara kita itu ada yang merasa sebagai almarhum maharaja diraja Hamurabi yang berkata : --" Aku titisan daripada Aburamasda, aku telah membuat air sungai mengalir di ladang-ladang dan memberi kesuburan kepada ladang-ladang ". Sewaktu air sungai pergi ke ladang dan memberi kesuburan ke ladang-ladang itu dianggapnya sebagai perbuatannya sendiri, menurut titahnya sendiri. Tidak boleh kita meskipun kita menjadi pemimpin besar bagaimanapun saudara-saudara, mempunyai rasa yang demikian itu Tetapi kita semua harus merasa diri kita satu bagian daripada satu massa yang besar, bangsa Indonesia yang 88 juta jumlahnya bahkan sebagian daripada umat manusia didunia ini. Menyumbang kepada revolusi, bukan saja revolusi nasional, tapi juga revolusi besar didunia ini, tetapi sebaliknyapiun dimakan oleh revolusi itu.

(bersambung ke bagian 2, -habis)

----- End of forwarded message from -----



Back

Forward


(c) 2001 compiled by