MEMPERINGATI HUT KE 100 BUNG KARNO


Yo sanak yo kadang,
malah yèn mati aku sing kélangan


Wed, 16 May 2001 16:22:24 +0200


*) D alam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Seabad Bung Karno, untuk mengenang kebesaran beliau sebagai pemimpin bangsa, dengan ini saya sajikan pidato beliau yang diucapkan pada malam resepsi penutupan Kongres Nasional Ke-VI PKI di Gedung Pertemu- an Umum, pada tanggal 16 September 1959. (Dikutip dari Majalah Bintang- Merah Nomor Istimewa Kongres Nasional ke-6 PKI, Tahun ke XV- September-Oktober 1959, dengan disesuaikan ke ejaan baru, --pengutip : ).

* * *

Presiden Soekarno :

Yo sanak ya kadang, malah jèn mati aku sing kélangan.

(Bagian 2, habis).

Ya, sebagai yang saya katakan didalam pidato saya 17 Agustus 59, kita sekarang ini mengalami revolusi yang besar sekali, bukan saja di Indonesia, tetapi juga diluar Indonesia. Saya berkata bahwa ¾ daripada umat manusia ini sekarang didalam revolusi. Revolusi umat manusia untuk mengejar kemerdekaan. Revolusi umat manusia yang dijalankan oleh lebih daripada 2000 juta manusia mengejar kebebasan, mengejar persaudaraan dunia, mengejar hidup yang wajar, mengejar masyarakat adil dan makmur dan lain sebagainya. Kita sebagai bagian daripada revolusi besar itu saudara-saudara, mempunyai tugas menyelesaikan revolusi di bumi Indonesia menurut kepribadian Indonesia sendiri.

Saudara-saudara, tadi sdr. Aidit habis-habisan memuji pada saya. Sebentar-sebentar Bung Karno, Bung Karno, Bung Karno. Lho, sdr. Aidit jangan lupa, saya ini hanya satu bagian daripada gelombang besar ini. Saya bukan Hamurabi yang berkata : --" Saya adalah titisan daripada Aburamasda ", saya bukan pembuat revolusi ini. Tidak ! Saya hanya sekedar bagian daripada revolusi ini, saya sekedar satu potong kayu didalam api-unggun yang besar ini dan saya dimakan malahan oleh nyalanya api-unggun itu (tepuk tangan)

Saudara-saudara, nah, yang berdiri dihadapan saudara-saudara ini memang satu manusia yang dipandang beberapa manusia adalah aneh. Saya sendiri telah mengakui, saya ini " campuran ", saudara-saudara, campuran dari 3 sifat, ya nasionalis, ya sosialis, ya muslimin. Tiga sifat ini tercampur dalam diri saya. Malahan saudara-saudara, ada yang heran, bagaimana bisa saudara Sukarno ini muslimin padahal beliau berkata, pernah berkata, bahwa beliau adalah seorang historis materialis ? Yah, saudara-saudara, buat sekian kalinya saya ulangi : Saya memang seorang historis materialis. Lha kok bisa saya menjadi orang muslimin ? Yang percaya kepada Tuhan ? Yang sembahyang ? Yang berpuasa ? Dan lain-lain sebagainya.

Saudara-saudara, saya adalah seorang historis materialis, tetapi saya bukan seorang wijsgerig materialis, bukan seorang filosofis materialis. Saya terangkan kepada Saudara-saudara bedanya. Seorang filosofis materialis atau wijsgerig materialis berkata, fikiran itu adalah keluar daripada proses otak. Kalau tidak ada otak, tidak ada fikiran. Maka seorang wijsgerig materialis berkata : "gedachte is phosphor". Fikiran itu adalah phosphor. Oleh karena otak terbuat sebagian besar daripada phosphor, maka dia berkata "fikiran adalah phosphor", "gedachte is phosphor". Ada juga dia berkata, "rasa adalah jantung", oleh karena tanpa jantung tiada rasa. Dicari terus .. roch, jiwa, sebenarnya tidak ada sebab yang dinamakan roch dan jiwa itu adalah badan sebagaimana gedachte adalah phosphor, rasa adalah jantung, jiwa atau roch adalah badan, molekul. Dan saya bukan yang demikian itu saudara-saudara. Saya bukan filosofis materialis, --terus terang saja supaya kita mengenal satu sama lain ! (tepuktangan). Saya bukan wijsgerig materialis. Tidak ! Saya adalah seorang historis materialis ! Historis materialis adalah satu ilmu, satu metode untuk mengerti sejarah. Satu metode analisa sejarah yang mengatakan bahwa segenap alam-alam fikiran, ideologi dan lain sebagainya didalam periode daripada sejarah ditentukan oleh perbandingan-perbandingan sosial-ekonomi pada waktu itu. Sosial-ekonominya pada waktu itu demikian, ideologinya demikian, sosial-ekonominya pada satu waktu hijau, ideologinya hijau, sosial-ekonominya pada satu waktu hitam, ideologinya hitam, sosial-ekonominya pada satu waktu merah, ideologinya merah. Ini adalah ilmu yang dinamakan historis materialisme dan saya termasuk pengikut daripada teori ini, maka oleh karena itu saya adalah seorang historis materialis. Yah, jikalau saudara mendengar dari saya bahwa saya itu ya nasionalis, ya sosialis, ya muslimin maka untuk mengerti diri saya yang kompleks itu saudara-saudara, ingatlah kepada historis materialisme ini. Saya ini hasil daripada sejarah. Sebab saya nasionalis, betapa tidak saudara-saudara ! Saya patriot, betapa tidak ! Oleh karena bangsa saya beratus-ratus tahun dijajah orang, oleh karena bangsa saya beratus-ratus tahun kehilangan kemerdekaan, oleh karena bangsa saya beratus-ratus tahun dibelenggu, dihina, ditindas, oleh karena bangsa saya beratus-ratus tahun bahkan lebih lama, bangsa yang menyebut namanya sendiri tidak boleh. Bangsa yang demikian itu saudara-saudara, tidak boleh tidak tentu menghasilkan rasa patriotisme dan rasa nasionalisme (tepuk tangan lama). Dan saya lahir didalam bangsa yang demikian itu. Jadi nasionalisme saya boleh saudara artikan dan bisa saudara artikan sebagai hasil daripada proses sejarah dikalangan bangsa kita.

Sosialisme saya bagaimana ? (tawa). Ya, saya ini putera, anak daripada bangsa yang terutama sekali ekonomi dihisap, ditindas oleh imperialisme. Satu bangsa yang menurut perkataan Dr.Huender, ini beratus-ratus kali saya katakan telah menjadi satu bangsa " natie van koelies en koelies onder de naties "nation of coolis and coolis among nations", satu bangsa yang hidup daripada dua setengah sen satu orang satu hari, satu bangsa yang makan sekarang tidak tahu bagaimana besok akan makan, satu bangsa yang pakaiannya compang-camping, satu bangsa yang gubugnya doyong, satu bangsa yang anaknya selalu menangis oleh karena kelaparan, satu bangsa.. pendek kata yang hidup didalam kalangan kemiskinan dan kemelaratan. Bangsa yang demikian itu mesti mempunya cita-cita sosialisme. Dan saya adalah putera daripada bangsa yang demikian itu. Bangsa yang demikian itu gandrung pada satu masyaratkat yang adil dan makmur, gandrung pada satu masyarakat yang tiap-tiap orang bisa bahagia, gandrung pada satu masyarakat yang tiap-tiap orang mempunyai prumahan yang layak, gandrung kepada sandang dan pangan, gandrung kepada satu masyarakat adil dan makmur, toto-raharjo, bangsa yang demikian itu saudara-saudara, adalah semestinya, historis semestinya, menjadi satu bangsa yang bercita-citakan sosialis dan bangsa yang semacam kita ini saudara-saudara tadinya banyak sekali diluar Indonesia. Maka oleh karena itu sayapun tidak heran, bahwa didalam abad duapuluh dimana-mana timbul negara-negara Sosialis (tepuktangan). Wakil dari Polandia (yang dimaksudkan wakil Bulgaria - Red.) berkata bahwa jumlah Rakyat negara Sosialis itu 900 juta. Saya kira salah hitung saudara, bukan 900 juta, tetapi menurut perhitungan saya lebih dari 1000 juta manusia (tepuktangan lama). Malah seperti saya katakan, inilah phenomen daripada abad ke-20. Salah satu phenomen, phenomen yaitu, gejala, lebih dari gejala, satu pertandaan daripada abad ke-20. Pertandaan yang pertama, phenomen yang pertama yalah didalam abad ke-20 ini terjadi negara-negara merdeka di Asia dan Afrika. Phenomen yang kedua didalam abad ke 20 ini yalah terjadinya negara-negara Sosialis, kalau tidak salah jumlahnya sudah 15 buah sekarang ini dan rakyatnya telah lebih daripada 1000 juta. Phenomen ini terjadi sebagaimana tadi saya katakan saudara-saudara, oleh karena bukan saja di Indonesia Rakyatnya hidup didalam kemiskinan dan papa-sengsara, tetapinya, tetapi dinegeri-negeri lainpun demikian juga, sehingga akhirnya timbullah gerakan-gerakan yang sekarang melahirkan negara-negara sosialis 15 buah dengan Rakyat lebih daripada 1000 juta.

Saudara lantas bertanya kepada saya :--" Lha musliminnya itu dimana ? " Ditinjau dari sudut kemasyarakatan, ditinjau dari histori, bangsa kita ini adalah didalam tingkat yang dinamakan tingkat agraris, atau lebih tepat yang sekarang sedang meninggalkan tingkat agraris tetapi beratus-ratus tahun, mungkin beribu-ribu tahun, berada di tingkat argraris, tingkat terutama sekali bercocok-tanam, dan historis, maka bangsa yang demikian itu tidak boleh tidak saudara adalah bangsa yang religius, bangsa yang percaya pada hal-hal yang gaib. Kaum buruh, saudara-saudara yang hidup didalam pabrik-pabrik, mengetahui bahwa tenunan dihasilkan oleh mesin ini. Kaum buruh di pabrik listrik dengan exact bisa mengetahui kalau generator berjalan, tidak boleh tidak mesti keluar aliran listrik. Pasti keluar kain daripada mesin tenun ini. Tapi seorang tani, si-petani saudara-saudara, ia tanamkan ia punya bibit padi, sesudah tanamkan ia punya bibit padi tinggal memohon, memohon agar supaya hujan turun menyuburkan tanaman padi ini, memohon kepada yang gaib agar supaya tidak kering terik sehingga padinya nanti akan mati; memohon kepada suatu zat yang dia tidak lihat agar supaya tanamannya ini menjadi subur dan berhasil nantinya. Ini ditinjau dari sudut masyarakat dan sudut historis. Bangsa yang demikian itu saudara-saudara tak bisa lain daripada satu bangsa yang religius, ditinjau dari sudut masyarakat dan histori itu. Meskipun ada juga peninjauan yang lebih dalam daripada itu. Saudara lepaskan saja, misalnya, dari masyarakat dan histori lantas saudara tinjau saja lebih dalam, kenapa Bung Karno percaya pada Tuhan ? Kanapa Bung Karno itu muslimin ? Hal ini bolehlah bicara lain waktu. Tetapi engkau saudara-saudaraku -maaf saya memakai perkataan "engkau" -- sebagai kaum historis materialis tentu mengerti bahwa rasa nasionalisme, apalagi rasa sosialisme, rasa keigamaan adalah juga, saya katakan juga, hasil daripada keadaan historis dan masyarakat. Oleh karena itu rasa nasinalisme dan rasa keigamaan adalah hal-hal yang obyektif didalam masyarakat kita sekarang ini. Maka saya berkata, siapa diantara saudara-saudara, siapa yang ada diantara engkau - maaf perkataan "engkau " karena kawan sama kawan (tawa semua) -siapa diantara saudara-saudara tidak mau menerima adanya nasionalisme di Indonesia, adanya rasa keigamaan di Indonresia, saya berkata saudara bukan historis materialis, saudara bukan Komunis ! Oleh karena rasa nasionalisme, rasa keigamaan adalah hal-hal yang obyektif, maka oleh karena itulah saya gembira bahwa PKI diwaktu yang akhir-akhir ini, atau beberapa tahun, berdiri diatas dasar ini, bahwa ini adalah kenyataan-kenyataan yang riil, obyektif riil, bahkan bahwa tenaga-tenaga ini bisa membangunkan juga alat-alat, tenaga-tenaga yang progresif revolusioner dan didalam fase revolusi nasional maka nasionalisme adalah satu faktor progresif-revolusioner. Bahwa ini rasa keigamaanpun didalam fase kita sekarang ini adalah satu faktor yang mungkin, yang bisa, bahkan yang pasti progresif-revolusioner. Dan bahwa tenaga-tenaga ini, faktor-faktor obyektif itu digabungkan didalam suatu gabungan besar, satu gelombang besar dalam perkataan saya, gabungan daripada segenap tenaga revolusioner, adanya didalam tubuh bangsa Indonesia. PKI sesuai dengan kami pemimpin-pemimpin yang lain berdiri diatas dasar itu. Oleh karena itu semboyan PKI yalah tetap persatuan nasional dan Sdr.Aidit tadi berkata, berulang-ulang berkata, kita tetap berdiri diatas usaha persatuan nasional (tepuktanghan). Memang hanya dengan persatuan nasional kita bisa menyelesaikan revolusi nasional kita ini, mencapai masyarakat adil dan makmur. Saya tadi berkata, didalam revolusi nasional meskipun pertentangan klas, perjuangan klas laten, selalu ada sepanjang sejarah, bahkan saya berkata vide Manifesto Komunis, kita tidak boleh meruncing-runcingkan pertentangan klas diantara bangsa kita sendiri. Meskipun kita berkata demikian itu tidak berarti kita tidak boleh membuat kaum buruh atau kaum tani sedar akan klasnya, itu tidak berarti bahwa kita tidak boleh membuat kaum buruh dan kaum tani klasse bewust. (tepuktangan). Tidak, samasekali tidak ! Kita harus malahan membuat kaum buruh dan kaum tani klasse bewust, sadar akan klasnya (tepuktangan). Oleh karena justru didalam penyelenggaraan masyarakat yang adil dan makmur kaum buruh dan kaum tanilah yang harus menjadi motor (tepuktangan). Kaum buruh dan kaum tani soko-guru, saudara-saudara, kaum buruh dan kaum tani didalam masyarakat adil dan makmur, kaum buruh dan kaum tani yang jumlahnya lebih daripada 90% daripada Rakyat Indonesia. Mereka ini soko-guru daripada masyarakat adil dan makmur. Mereka ini soko-goro masyarakat sosialis a la Indonesia. Maka oleh karena itu kita wajib membuat kaum buruh dan kaum tani klasse bewust. Supaya mereka itu merasa, tiap mereka punya tugas historis, supaya mereka itu sedar akan mereka punya historische taak, supaya mereka itu merasa bahwa mereka adalah, sebagai tadi saya katakan, soko-guru daripada penyelenggaraan masyarakat adil dan makmur, dan soko-guru daripada masyarakat sosialisme Indonesia.

Saudara-saudara, maka jikalau saudara ingat uraian saya ini, saudara mengerti. Oo, Bung Karno itu sekalipun dia seorang " campur-aduk ", --nasionalisme, sosialisme, muslimin, meskipun dia campur-aduk dari tiga sifat, Bung Karno selalu berdiri diatas dasar Gotong-Royong, diatas dasar ho lopis kiuntul baris (tepuk tangan lama). Dan sebagai tadi saya katakan saudara-saudara, DPA, Dewan Pertimbangan Agung, telah, alhamdullilah, saya bentuk atas dasar gotong-royong, Bapenas, Dewan Perancang nasional, telah saya bentuk atas dasar gotong-royong, insya Allah kataku tadi, MPR akan saya bentuk diatas dasar gotong-royong dan Kabinet Gotong-Royong tetap menjadi cita-cita saya (tepuktangan lama). Maka, maka, apa yang sudah kita capai sekarang ini, saudara-saudara sudah tentu belum memuaskan saya, tetapi kita berjalan terus dan kita terus berjalan, meskipun kaum imperialis geger. Itulah saya katakan, mari berjalan terus saudara-saudara menggalang kekuatan nasional menjadi gelombang maha hebat. Maka oleh karena itupun didalam pidato saya 17 Agustus 1959, saya berkata, insya Allah nanti akan dibentuk satu Front Nasional, (tepuk tangan) beda dengan Front Nasional Pembebasan Irian Barat yang sudah saya jewer telinganya (tawa riuh, termasuk Bung Karno), satu Front Nasional baru penggalang dari semua, segenap tenaga daripada bangsa Indonedsaia, penggalang daripada persatuan revolusioner Indonesia, penggalang dari ho lopis kuntul baris Indonesia (tepuk tangan lama dan terdengar satu yel : " ho lopis kuntul baris ")

Dewan Pertimbangan Agung sekarang ini sudah mempunyai Panitia-Kecil, yang Panitia Kecil Dewan Pertimbangan Agung ini saya beri tugas : --coba pelajari soal pembentukan Front Nasional dan nanti kalau sudah mempelajarinya buatlah satu rumusan dan bawalah rumusan itu kepada Sudang Pleno Dewan Pertimbangan Agung. Maka akan saya bicarakan didalam sidang Pleno, didalam Sidang Pleno Dewan Pertimbangan Agung ini, rumusan atau isi rumusan daripada Panitia Kecil yang saya beri tugas untuk meninjau tentang pembentukan Front Nasional ini. Dan saudara-saudara, siapa yang saya jadikan ketua daripada Panitia Kecil Front Nasional ini ? Beliau duduk dihadapan saya dan memandang lurus kepada saya, Sdr. Arudji Kartawinata (tepuk tangan).

Jadi, kalau saudara mempunyai ide-ide tentang Front-Nasional, kasih pada Pak Arudji, cekokkan kepada Pak Arudji Kartawinata. Nanti Pak Arudji mengolahnya didalam Panitia Kecil, Pak Arudji membawanya kepada Dewan Pleno Dewan Pertimbangan Agung. Digodog didalam Sidang Pleno Dewan Pertimbangan Agung itu saudara-saudara, dan bulatlah nanti menjadi pendirian daripada Dewan Pertimbangan Agung dan insya Allah s.w.t; akan saya, sebagai Presiden/Panglima Tertinggi/Perdana Menteri, laksanakan apa yang diputuskan oleh Dewan Pertimbangan Agung itu (tepuktangan lama).

Saudara saudara, baik Dewan Pertimbangan Agung, maupun Depernas, maupun MPR yang akan datang, semuanya, seperti tadi saya katakan, berdiri diatas dasar gotong-royong, ho lopis kuntul baris. Tinggal saya minta kepada PKI, sebagaimana saya minta juga kepada PNI dan Nahdhatul Ulama dll, supaya didalam Dewan Pertimbangan Agung, supaya didalam Depernas, supaya didalam MPR, bekerjasama satu sama lainnya, se-erat-eratnya, bekerjasama diatas dasar dinamis revolusioner, menyelesaikan revolusi nasional kita, menentang imperialis habis-habisan. (tepuktangan).

Jaman perpecah-belahan saudara-saudara, jaman liberalisme sudah lalu, sejak 5 Juli kita telah kembali kepada UUD 45. Marilah kita sekarang dengan jiwa baru, dengan tenaga baru, dengan tekad baru, dengan roch baru, dengan elan baru menyelenggarakan persatuan nasuional yang ber-holopis kuntul baris-lah dapat menyelesaikan revolusi nasional dan mendirikan masyarakat yang adil dan makmur.

Sekian saudara-saurata, amanat saya kepada saudara-saudara. (tepuktangan riuh lama semua berdiri)

* * *

----- End of forwarded message from -----



Back

Forward


(c) 2001 compiled by