x-URL :
>Selasa, 8 Mei 2001
Jakarta, Kompas
K etua Umum Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) Rachmawati Soekarnoputri hari Minggu (6/5) bertemu dengan Presiden Abdurrahman Wahid di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam pertemuan ini, Rachmawati menyampaikan surat permohonan pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Tap MPRS) Nomor XXXIII/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.
Usai pertemuan selama dua jam tersebut, Rachmawati mengatakan, pada prinsipnya Presiden setuju atas permintaan tersebut. "Beliau bahkan menyebut Tap MPRS Nomor XXXIII tahun 1967 itu sebagai anomali," ujar Rachmawati.
Pada hari Sabtu, Rachmawati dan Fatmawati bertemu dengan jajaran pengurus besar Nahdlatul Ulama (NU). Pertemuan yang dihadiri Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi berlangsung terbuka di Kampus Universitas Bung Karno (UBK), Jalan Pegangsaan Timur, Menteng, Jakarta Pusat.
Rachmawati juga menjelaskan, surat permohonan tersebut selain disampaikan kepada Presiden, juga akan dikirimkan kepada Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais. "Hari Rabu ini akan kami sampaikan," ujar Rachma.
Menurut Rachma, permohonan ini diajukan dalam rangka memperingati Seratus tahun Bung Karno yang jatuh tanggal 6 Juni 2001. "Setiap tahun, menjelang peringatan kelahiran dan wafatnya Bung Karno saya menyampaikan permohonan ini kepada pemerintah. Jadi, semenjak masa pemerintahan Soeharto, BJ Habibie, dan juga sekarang ini, saya menyampaikan permohonan agar ketetapan MPRS tersebut dicabut," ujarnya.
Dalam Pasal 3 Tap MPRS tersebut dinyatakan, melarang Presiden Soekarno melakukan kegiatan politik sampai dengan pemilihan umum dan sejak berlakunya ketetapan ini menarik kembali mandat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dari Presiden Soekarno serta segala kekuasaan pemerintahan negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tap MPRS ini juga mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat Presiden.
Berbagai alasan disampaikan Rachmawati agar Tap MPRS yang dibuat di awal Orde Baru itu dicabut. Antara lain disebutkan bahwa Bung Karno adalah pejuang kemerdekaan, proklamator RI, pahlawan nasional, pahlawan kemerdekaan dan seterusnya.
Pernyataan bersama
Selain itu, pada hari Minggu Rachmawati dan adiknya, Sukmawati Soekarnoputri mengeluarkan pernyataan bersama yang menolak penggunaan wisma Hing Puri Bima Sakti, Jalan Batu Tulis Bogor, digunakan untuk pertemuan para pimpinan partai politik tanpa minta izin dari seluruh anggota keluarga Bung Karno.
Dalam pernyataan tertulis, Rachmawati dan Sukmawati mengatakan, rumah peninggalan almarhum Bung Karno itu sudah selayaknya bebas dari penggunaan-penggunaan yang bernuansa pertikaian politik kelompok dan golongan. "Partai-partai politik sudah mendapat tempat terhormat di gedung DPR. Di sini, kami bertanya-tanya, apa yang mau dicapai dari pertemuan ekstraparlementer tersebut?" kata Rachma dan Sukmawati.
Sejak tanggal 4 April 2001 lalu, Rachmawati dengan Presiden Abdurrahman Wahid telah tiga kali bertemu. Sekali di tempat tinggal Rachma di Cilandak dan yang kedua di Istana Merdeka. Setelah bertemu Presiden di Cilandak, Rachmawati sempat menerima kedatangan Ketua Partai Amanat Nasional AM Fatwa dan kemudian disusul para tokoh politik dan agama.
Hari Sabtu lalu, Rachmawati dan Sukmawati ditemui Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi di Universitas Bung Karno. "Ada yang mengatakan, saya mau diadu domba dengan Mbak Ega (Wapres Megawati Soekarnoputri-Red). Ini kan tergantung dengan dombanya, mau diadu atau tidak," ujar Rachmawati berkelakar. (osd)
Berita nasional lainnya :
- Prajogo Pangestu Berada di Singapura
- Dua Jam, RachmawatiBertemu Presiden di Istana
- Penangkapan Ja'far Bermuatan Politis
- PKB Tak Permasalahkan Syariat Islam di Aceh
- Edi Sudradjat: Delegasikan Kewenangan Pemerintahan kepada Wapres
- Pasaman, MemutusMata Rantai Kemiskinan
- Konstitusi Baru dan Komisi Konstitusi
- Rekomendasi TGPF Mei Harus Ditindaklanjuti
- Kabupaten Pasaman
* * * * * * * * * * * * * * * * * * *