MEMPERINGATI HUT KE 100 BUNG KARNO



SUKARNO DAN PRIBADINYA



1. Didalam cita-cita politikku, aku ini seorang nasionalis, dalam cita-cita sosialku aku ini sosialis, didalam cita-cita sukmaku aku ini sama sekali theis. Sama sekali percaya kepada Tuhan, sama sekali ingin mengabdi kepada Tuhan.

KEPADA BANGSAKU

2. Ya., saya tahu bahwa saya sering dicemooh orang yang tidak senang kepada saya, bahwa saya adalah katanya "manusia perasan" gevoels-mens dan bahwa saya didalam politik terlalu bersifat "manusia seni", terlalu bersifat artis. Alangkah senangnya saya dengan cemoohan itu! Saya mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa saya dilahirkan dengan sifat-sifat gevoels-mens dan artis, dan saya bangga bahwa Bangsa Indonesia pun adalah satu "Bangsa perasaan" (Satu gevoelsvolk) dan Bangsa Artis - satu artisenvolk.

17 AGUSTUS 1963

3. Semua orang tahu bahwa aku ini penggemar seni rupa, baik patung, lukisan-lukisan maupun yang lain-lain. Aku lebih suka lukisan Samudera yang gelombangnya memukul-mukul, menggebu-gebu, dari pada lukisan sawah yang adem-ayem-tentrem, "kadyo siniram wayu sewindu lawase".

17 AGUSTUS 1964

4. Oemar Said Tjokroaminoto berumur 63 tahun ketika aku datang ke Surabaya. Pak Tjokro mengajarkan tentang apa dan siapa dia, bukan tentang apa yang ia ketahui ataupun tentang apa jadinya aku kelak.

BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT hal. 52

5. Dr. Douwe Dekker, Setiabudi ketika umurnya sudah 50 tahun menyampaikan kepada partainya N.I.P. "Umur saya semakin lanjut, dan bila datang saatnya saya akan mati bahwa adalah kehendak saya supaya Sukarno yang menjadi pengganti saya. Anak muda ini, akan menjadi Juru Selamat dari rakyat Indonesia dimasa yang akan datang".

BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT hal. 67

6. Men kan niet onderwijzen wat men wil, men kan niet, onderwijzen wat men weet, men kan alleen onderwijzen wat men is.

Orang tidak bisa mengajarkan apa yang ia mau, orang tidak bisa mengajarkan apa yang ia tahu, orang hanya bisa mengajarkan apa ia adanya.

D.B.R. hal. 514

7. Parlementaire Demokrasi adalah ideologi politik dari pada Kapitalisme yang sedang naik.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA hal. 91

8. Demokrasi kita harus kita jalankan adalah Demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia.

PANCASILA SEBAGAl DASAR NEGARA hal. 105

9. Abad ke-20 berisi fenomena:

1. Merdekanya bangsa-bangsa Asia-Afrika.
2. Timbulnya negara-negara sosialis.
3. Terjadinya atomic-revolution.
4. Akibat paradox historis, di satu fihak ummat manusia oleh tehnik yang maju sekali menjadi satu, dilain pihak dipisah-pisahkan menjadi bangsa-bangsa yang merdeka dengan pagar sendiri-sendlri.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA hal. 62

10. Aku bersemboyan; Biar melati dan mawar dan kenanga dan cempaka dan semua bunga mekar bersama ditaman sari Indonesia.

17 AGUSTUS 1964

11. Ramalan kedua dari Pak Tjokro, satu malam ditengah keluarga, die berbicara, "Ikutilah anak ini dia diutus oleh Tuhan untuk menjadi Pemimpin Besar Kita":

BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT hal. 68

12. Pada satu waktu saya sampai kepada suatu saat memerlukan satu nama umum bagi semua yang kecil-kecil ini. Ya buruh, ya tani, ya pegawai, ya nelayan dan lain-lainnya, semuanya tidak ada yang besar, melainkan kecil-kecil semuanya. Lantas saya beri nama kepada semuanya itu Marhaen!.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA hal. 25

13. Ilmu hanyalah ilmu sejati, jikalau ilmu itu ialah untuk membawa kebahagiaan kepada manusia.

MENGGALI API PANCASILA hal. 15

14. Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat.

MENGGALI API PANCASILA hal. 11

15. Seringkali aku merasakan badanku seperti akan lemas, nafasku akan berhenti, apabila aku tidak bisa keluar dan bersatu dengan rakyat jelata yang melahirkanku.

BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAR RAKYAT hal 13

16. Dan saya sadar sampai sekarang ini, "the service of freedom is a deathless service". Badan manusia bisa hancur ...., tapi ia punya "service of freedom" tidak bisa ditembak mati.

Kata-Kata Pribadi Presiden Sukarno Dalam Sidang MPRS Ke-IV 1966

* * * * * * * *

Oh, may I join the choir invisible.
Of those immortal dead who live again.

GEORGE ELIOT - THE CHOIR INVISIBLE.

Back


(c) 2000 compiled by [email protected]