Dikutip dari : Oposisi
Wawancara Ali Ebram, Penulis Naskah Supersemar : "Tak ada yang Menyuruh Alih Kekuasaan"
Anda dipercaya Bung Karno, bagaimana ceritanya?
Sebetulnya yang disuruh ngetik bukan saya, tapi Jenderal Sabur (salah satu ajudan Soekarno, Red) Tapi kebetulan Sabur memerintahkan saya. Awalnya saya hanya disuruh mencarikan mesin ketik. Tapi karena di istana Bogor itu tidak ada ketik yang bagus, saya bilang bagaimana mengetiknya. Lantas terpaksa menggunakan mesin ketik tiket yang suaranya seperti gerobak dan lompat-lompat. Karena Bapak (Soekarno, Red) agak membentak kepada Sabur, akhirnya saya angkat mesin ketik gerobak untuk mengetik. Maklum di Istana Bogor itu tidak ada staf, karena tempat peristirahatan saja.
Konsepnya siapa yang membuat?
Tidak ada yang mengonsep. Waktu itu, Bapak langsung memerintahkan saya menghadap mesin ketik dan disuruh mendengarkan kata-katanya. Beliau sambil jalan ke sana ke kemari di ruangan, saya disuruh mendengarkan secara cermat. Setelah saya dengarkan, saya tangkap poin-poinnya lalu saya ketik. Lalu sama beliau dilihat, lalu dibenarkan lagi.
Ide sampai diketiknya naskah Supersemar bagaimana?
Idenya beliau sendiri. Makanya saya bilang tidak ada yang mempengaruhi. Yang tanda tangan juga beliau sendiri, atas kehendak sendiri. Jadi tidak benar kalau disebut tanda tangannya itu dipaksa tiga jenderal. Memang M. Yusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rachmad sebelumnya datang menemui beliau.
Konon mereka mendesak Soekarno untuk segera tanda tangan?
Saya memang dengar dari kamar ketik. Mereka bilang, Bapak tanda tangan saja, wong gitu saja kok. Batin saya, ini jenderal kok mulai tidak sopan dengan panglima tertinggi. Saya sudah curiga. Ada apa ini?
Setelah selesai diketik?
Beliau lihat-lihat. Setelah dianggap benar, suruh teruskan lagi. Untuk pengetikan surat-surat presiden itu kan ada blangko khusus. Jadi di atas itu ada simbolnya presiden, padi dan kapas yang menonjol kuning. Itu tidak bisa ditiru. Saya hati-hati banget ngetik-nya. Supaya tidak loncat saya tekan satu per satu. Lalu beliau bilang, kamu itu kriminil (sebutan menipu, Red). Saya bilang memang saya tidak pernah mengetik, baru sekali itu.
Isi materi naskah yang Anda ketik itu apa?
Itu yang saya bilang sejarah Orba telah menjungkirbalikkan Supersemar. Tidak ada sama sekali yang berbunyi penyerahan kekuasaan. Intinya naskah itu berisi pengamanan ajaran, pegamanan keluarga, dan pada penutup memanggil Soeharto sebagai Pangkostrad untuk menghadap presiden terhadap gerak-gerikya.
Naskah yang asli satu atau dua lembar?
Yang benar dua lembar. Sebab isinya cukup panjang kok.
Waktu itu ada masa berlakunya naskah itu atau tidak?
Ya, tentu tidak ada dong. Yang namanya mengamankan itu kan lama, maka Soeharto harus lapor, kalau sudah lapor baru dicabut.
Kok sampai keluar naskah berisi pengamanan memang ada apa?
Situasinya gawat. Karena gerak-gerik kelompok Soeharto itu. Sebetulnya sehari sebelumnya saya di Belanda. Di sana diberi informasi oleh almarhum Mas Jarwo, duta besar, katanya mau ada kudeta. Saya pulang sampai di Kemayoran pukul 06.70. Saya kaget, kok tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah tempat Pak Nasution. Itu sudah ramai sekali. Lalu karena saya intel langsung menuju ke tempat Pak Nas (Panglima Angkatan Darat). Tapi malah dicurigai. Itulah karena dia sudah benci sama saya. Apa lagi Amir Mahmud itu. Dia mata-matanya Kostrad waktu itu. Padahal dia dicalonkan PNI dari Sumatra. Dari situ akhirnya dia berkhianat.
Kronologi sampai pengetikan naskah bagaimana?
Mereka bertiga itu kan datang menghadap Bapak. Katanya, Bung kasih perintah Pak Harto deh untuk mengamankan semua. Mereka melalui juru bicara Amir Machmud. Lha, Bapak kelihatanya tidak mau. Lantas saya dengar suara dari Amir Machmud, gitu saja kok dipikir. Akhirnya Sabur itu keluar nyuruh saya carikan ketik. Katanya ini segera, karena Bapak mau bikinkan surat untuk Pak Harto. Tapi karena blangko itu adanya di Setneg di Jakarta, ya saya bilang tunggu dulu. Lalu Bapak mulai marah dengan menanyakan pada saya, mana kertasnya.
Jam berapa Anda mengetik naskah Supersemar?
Kurang lebih jam 12.00 siang. Tiga jenderal itu tiba di Bogor sebelum jam itu, karena lewat darat, tidak naik heli. Baru ditandatangani sekitar jam 15.00. Nah, di sana saya jadi sasaran. Tiga jenderal itu marah-marah sama saya. Mereka kan minta pulang ke Jakarta sore hari. Saya tanya, mau pulang naik apa sore-sore begini wong mereka datang juga tidak naik heli. Waktu itu suasananya seperti siaga satu, kalau sudah lewat jam satu tidak boleh ada pesawat tinggalkan istana.
Berarti suasana sudah genting?
Semua sudah gentinglah. Pistol saja sudah pada diisi. Di Bogor itu KKO sudah bertebaran di sekitar istana kok.
Berapa lama Anda mengetik?
Kurang lebih satu jam lebih karena saya tidak pernah ngetik. Saya itu keringat dingin lho waktu ngetik. Betul. Sebab seumur hidup ndak pernah, apa lagi itu surat penting. Saya khawatir, nanti kalau ada apa-apa bisa kena. Buktinya benar kan saya dipenjara 12 tahun dengan tuduhan PKI.
Setelah selesai ketik dan ditandatangani, kemudian dibawa ke mana?
Langsung diberikan kepada tiga jenderal itu. Setelah itu saya tidak tahu, tapi teman-teman memberi tahu, katanya setelah dari Istana Bogor tiga jenderal itu langsung ke Senayan, tempat Nasution. Nah, di situ mungkin terjadi pemalsuan atau pembajakan, termasuk tanda tanganya segala. Baru sore harinya mereka bertemu Soeharto di Kostrad.
Tapi Soeharto prajurit yang berani?
Sebetulnya tidak juga. Sebab ada cerita dari Kanjeng Sultan IX Dorojatun, waktu Soeharto ditawari untuk menggantikan Soekarno, katanya tidak mau. Waktu itu kan banyak dorongan kepada Soeharto dengan mengatakan Soekarno sudah tidak disukai rakyat. Tapi saat itu dia tidak berani. Tapi lalu didorong-dorong oleh almarhum Bu Tien. Bu Tien sendiri yang telepon saya minta audiensi dengan Bapak. Lalu besoknya mereka berdua datang menghadap Bapak. Tapi sama Bapak ditinggal keluar. Bu Tien katanya ngomong pada Soeharto, kapan lagi, wong dikasih kesempatan kok emoh.
Setelah dengar kabar kalau isi naskah asli disulap jadi begitu, apa rekasi Pak Karno?
Beliau sudah tidak bereaksi apa-apa. Tapi beliau sempat mengumpulkan Pangdam-Pangdam se Indonesia. Tapi dibalas kelompok mereka dengan demonstrasi besar-besaran. Itulah peristiwa KAMI/KAPPI. Saya melihat di sana mahasiswa dan Sarwo Edhi nunggang tank-tank. Setelah itu PKI dibubarkan. Setelah itu beliau bilang kalau rakyat sudah tidak senang sama saya, ya sudah.
Setelah itu Soekarno kemana?
Langsung diasingkan ke Bogor. Maka sejak itu pula Istana Bogor dibubarkan dan Cakra bubar diganti Pom. Tapi saya dan Mas Mangil tetap mendampingi Bapak. Begitu Bapak dipindah ke Wisma Yaso, seminggu kemudian saya langsung dipegang dan dimasukkan Cipinang, juga Mangil Budi Utomo. Saya ditahan 12 tahun mulai umur 38 sampai umur 50, dan dipecat lagi. Baru 1979 saya dikeluarkan. Itu pun disantiaji, tidak boleh ngomong, harus mengakui bahwa Orba pemerintah yang paling sah dan macam-macam.
*bejan/hany
Back to Top ********************************* Related Message
|