Dikutip dari : Oposisi
Mengapa Soeharto Sembunyikan Supersemar?
Lembaga Arsip Negara Republik Indonesia (ANRI) mendapat tugas yang tak gampang. Yakni melacak naskah asli Supersemar (Surat Perintah 11 Maret), dokumen negara yang hingga sekarang masih misterius. Mampukah lembaga yang berpengalaman mengurusi segudang arsip permanen ini mengendus naskah kontroversial itu? Atau, jangan-jangan tidak pernah ada naskah Supersemar?
Celaka kalau begitu! Sejarah bisa keblinger. Tonggak-tonggak kelahiran Orde Baru bisa dipertanyakan. Karena Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) ternyata palsu. Tidak ada yang asli. Buktinya? Sampai sekarang tidak ditemukan naskah aslinya? Surat sakti itu telah membuat Soeharto berwenang melakukan apa saja. Termasuk menangkapi lawan-lawan politiknya.
Namun, sebenarnya di mana Supersemar itu? Di mana disembunyikan? Atau sudah dibumihanguskan untuk menghilangkan jejak? Putri sulung Bung Karno, Megawati Soekarnoputri -- yang kini menjabat wakil presiden -- tengah mempersoalkan keabsahan dan keaslian Supersemar versi pemerintahan Orde Baru. Lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) disibukkan untuk membuka tabir di balik misteri itu. Bahkan selain keabsahannya, keberadaannya pun sampai saat ini masih juga misteri.
Duplikat
Sudah menjadi rahasia umum, arsip Supersemar yang kini tersimpan rapi di ANRI hanyalah duplikat belaka. Naskah aslinya tidak tahu rimbanya. Satu-satunya orang yang memegang naskah Supersemar kali pertama adalah Soeharto. Setelah ditandatangani Bung Karno dan diserahkan ke Soeharto tahun 1966 itu, tidak jelas di mana juntrungnya. Bahkan penyerahan itu seakan menjadi tanda pergantian kekuasaan Bung Karno.
Eksistensi ANRI yang selama ini lebih dianggap hanya sebagai penampung -- tanpa mengetahui arsip itu autentik atau tidak -- kini mulai dipertanyakan. Wajar, sejak Orba tumbang ANRI benar-benar menjadi sorotan, termasuk Dr Mukhlis Peni, kepala ANRI. Tak tanggung-tanggung, untuk menelusuri jejak dokumen bersejarah itu, sejumlah negara telah di-obok-obok.
"Memang benar Pak Mukhlis kerap ke luar negeri mencari naskah asli Supersemar," kata Kahumas dan Hukum Dra Multi Siswati. Artinya, naskah yang sekarang tersimpan di ANRI itu palsu? "Saya sendiri tidak tahu pasti. Tetapi, yang jelas Pak Mukhlis kerap pergi ke luar negeri untuk mencari naskah Supersemar itu," beber Multi Siswati.
Bahkan, diam-diam ANRI telah mengerahkan tenaga dan biaya cukup besar untuk mencarinya. Termasuk mengirim Deputi Konservasi Drs Joko Utomo ke negeri Belanda untuk tujuan yang sama, yaitu mencari naskah Supersemar dan soal kearsipan. Joko memang sehari-hari bertugas untuk merawat semua arsip penting seperti Supersemar ini. Bagaimana penyimpanan dan perawatan arsip penting itu menjadi bagian tak terpisahkan
dalam diri Joko. Sebab itu, ketika dia ditugaskan ke negeri kincir angin itu, Joko langsung berangkat.
Menurut Multi, sejak lengser-nya Soeharto, Mukhlis sibuk mengurusi arsip yang menjadi bukti sejarah pergolakan pilitik nasional. Harus menjaga keautentikan naskahnya. Salah satu arsip yang mengganggu pikiran Mukhlis adalah Supersemar. Sejak itulah Mukhlis bertanya di mana naskah aslinya? Sebab, mantan Presiden Soeharto yang memegang kendali naskah Supersemar itu tak pernah menunjukkan di mana naskah yang asli. Yang diberikan ke ANRI hanyalah duplikatnya saja.
Usaha untuk mengendus naskah asli Supersemar, tentu tidak ada artinya kalau tidak mengorek dari sejumlah tokoh yang terkait. Dan dua tokoh penting yang masih hidup yang segera dihubungi ANRI adalah Jenderal (Purn) M Yusuf dan mantan Presiden Soeharto.
Dipegang Soeharto
Jenderal (Purn) M. Yusuf dianggap salah satu tokoh sejarah yang tahu keberadaan naskah Supersemar. Dialah salah satu dari tiga jenderal (dua di antaranya Amirmachmud dan Basoeki Rachmat) yang membawa naskah asli setelah ditandatangani Soekarno di Istana Bogor. Naskah tersebut langsung diserahkan kepada Jenderal Soeharto di Jakarta.
Namun sejauh ini M Yusuf yang pernah dimintai keterangan seputar keberadaan naskah Supersemar yang asli, menyatakan tidak tahu menahu. Menurutnya, setelah menyampaikan surat itu ke Soeharto dia kembali ke Jakarta. Tidak beberapa lama kemudian ia ditugaskan menjadi Menteri Perindustrian yang sibuk mengurusi masalah intern. "Setelah menjadi Menteri Perindustrian, saya siang malam mengurusi pekerjaan, karena salah satu beban yang harus diselesaikan adalah menyatukan Departemen Perindustrian," ungkapnya.
Sumber-sumber OPOSiSI mengatakan, sejak derasnya tekanan untuk mengungkapkan kembali polemik Supersemar, M. Yusuf mengasingkan diri. Kabar terakhir, sudah 3 tahun terakhir M. Yusuf hijrah ke suatu dusun di Manado, Sulawesi Utara. Hal ini tidak lain untuk menghindari usaha pengungkapan kembali kasus yang sudah terpendam hampir 34 tahun itu.
Kondisi fisik M. Yusuf tak ubahnya seperti Soeharto. Mulai pikun. Kemungkinan besar naskah ini ada di tangan Soeharto. Pasalnya, sesuai prosedur, SK itu memang ditujukan kepadanya. Sehingga secara prosedural, SK itu harus dipegangnya. Sumber OPOSiSI menyebutkan, aslinya dipegang Soeharto, tindasan karbonnya -- setelah ditandatangani -- disimpan di Gedung Badan Pusat Intelijen (BPI) yang waktu itu berlokasi di Jalan Madiun Jakarta.
Sehari setelah penandatanganan, 12 Maret 1966, gedung itu di serbu tentara. Setelah itu salinan Supersemar juga ikut lenyap. Hal ini didukung oleh pengakuan mantan Pangkokamtib, Soemitro, dalam bukunya Soemitro: Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkokamtib. Dalam memoar itu jelas tertulis bahwa pada tanggal 12 Maret 1966 terjadi keributan di Badan Pusat Intelijen. "Terjadi tembak-menembak dan gedung BPI berhasil kami duduki," begitu tulis Soemitro dalam bukunya. Tapi pasukan itu tidak hanya berhasil menduduki gedung yang diduga sebagai basis PKI, tetapi juga berhasil menyita arsip tindasan Supersemar itu.
Sejarawan G. Moedjanto MA juga menduga naskah tersebut disimpan oleh orang yang menerima dari Presiden Soekarno waktu itu. Yakni Soeharto sendiri. Begitupun sejarawan UI Dr Anhar Gonggong. Kalau diruntut dari prosedur resmi surat menyurat dan kearsipan naskah asli akan diterima oleh yang empunya mandat. Namun demikian, dalam surat perintah sepenting itu dipastikan ada tindasan sebagai arsip. Namun sumber lainnya mengatakan bahwa salinan asli surat itu saat ini dipegang Pejuang Kemerdekaan Roslan Abdoelgani. Namun sejauh ini tokoh asal Surabaya ini, lebih banyak diam.
Di LN
Versi lain, tidak sedikit yang memprediksikan bahwa naskah Supersemar asli telah dilarikan ke luar negeri. Kabarnya naskah asli tersebut berada di Belanda. Namun ada juga yang mengungkapkan berada di tangan salah satu pengusaha Jepang.
KH Yusuf Hasyim, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Tebuireng, Jombang, mengatakan, naskah asli diduga hingga kini masih disimpan di sebuah bank di luar negeri. Yang menyimpan almarhum Mas Agung, pengusaha sukses. Menurut ketua umum Partai Kebangkitan Ummat (PKU) ini, dia termasuk orang yang diberi kuasa oleh Mas Agung untuk mengambil naskah itu. Tetapi sampai Mas Agung wafat, surat kuasa itu tidak pernah saya terima," kata Pak Ud, panggilan akrabnya.
Ia mengisahkan pertemuannya dengan Mas Agung di kediamannya di Kwitang sekitar tahun 1980-an. Dalam kisahnya itu, Mas Agung menceritakan kepadanya kalau dirinya baru saja ditahan dan dimintai keterangan oleh Kopkamtib tentang keberadaan naskah Supersemar. Dia bilang tidak mau menyerahkan. Naskah itu ia simpan di sebuah bank di luar negeri. Perkiraan saya di Singapura. Saya diberi salinan dua naskah Supersemar. Yang satu berjumlah dua halaman, sedang satu lagi berjumlah satu halaman," katanya. Lalu mengapa naskah itu disembunyikan? Untuk apa? Untuk memutuskan tali temali sejarah?
***hany-bejan
Back to Top ********************************* Related Message
|