![]()
BAKERNAS
Badan Kerjasama Nasional
Kader-Kader & Simpatisan-Simpatisan
PDI Perjuangan di Mancanegara
PANDANGAN KADER & SIMPATISAN
PDI PERJUANGAN DI LUAR NEGERI
Lampiran 2
(lanjutan)
PEMBANGUNAN EKONOMI, KRISIS DAN REFORMASI DI INDONESIA
Pihak Garuda pernah dipaksa pihak berkuasa untuk melakukan kontrak kerja yang merugikan Garuda dengan perusahaan swasta dalam pengelolaan gudang kargo Garuda di Bandara Sukarno-Hatta, pialang Asuransi, Jasa Penjualan Tiket di Australia dan Amerika Serikat, dan tidak diperkenakan membeli atau menyewa armada secara langsung (5).
PLN dan PAM
Liberalisasi pengadaan tenaga listrik memperbolehkan swasta membangun pembangkit tenaga listrik dan menjual produksi listriknya kepada PLN.
Telah berdiri 27 buah pembangkit listrik swasta yang kesemuanya merupakan perusahaan milik para keluarga birokrat pusat, kroni-kroninya serta modal asing.
Menurut keterangan mantan dirut PLN Djiteng Marsudi, kerugian PLN US $ 18 milyar bukan semata merupakan kesalahan pejabat PLN, "sebab sebagian besar proyek tersebut di set-up di Bappenas atau di istana. Saya adalah orang yang menandatangai 17 dari 27 kontrak PPA, tetapi saya hanya tandatangan saja, tak pernah ikut negosiasi"(6). Pembelian listrik produksi perusahaan swasta ini harganya lebih tinggi dari harga jual PLN kepada masyarakat. Sebagai contoh, dalam PPA (Power Purchasing Aggrement) antara perusahaan pembangkit listrik swasta Paiton I, PLN diwajibkan membeli tenaga listrik produksi PT.Paiton I seharga US$ 0.85 per kWh, padahal harga jual PLN kepada masyarakat rata-rata hanya Rp 240,- per kWh (atau US$ 0.03 dengan kurs Rp 8.000/US$1). Bisa dibayangkan berapa juta dollar PLN menderita kerugian setiap harinya kalau PPA yang berindikasi KKN ini tidak dibatalkan. (7)
Usaha pemerintah untuk meninjau beberapa perjanjian yang dilakukan atas dasar KKN yang sangat merugikan PLN itu mendapat tentangan keras baik dari pihak konglomerat maupun pihak asing yang menjadi partner mereka. Ketika berkunjung ke Amerika Serikat, dikabarkan presiden Abdurahman Wahid sempat ditekan oleh lobi-lobi Yahudi di negara itu untuk menyelamatkan kelangsungan proyek PLTU Paiton I (8).
Perbankan dan Lembaga Keuangan
Perusahaan-perusahaan milik birokrat dan kroni-kroninya dengan mudah bisa mendapatkan kredit yang nilai proyeknya telah di "mark-up" sedemikian rupa sehingga perusahaan-perusahaan tersebut sebenarnya dibangun sepenuhnya dengan modal kredit bank, walaupun dalam akta notarisnya dituliskan bahwa pendiri perusahaan tersebut menyediakan ekuiti sebesar 30-40 % (bervariasi). Kwik Kian Gie mengatakan "Karena asetnya digelembungkan, sehingga seluruh proyek dibeayai dengan utang. Yang diutang bahkan bukan hanya senilai proyeknya saja, melainkan lebih dari itu. Selisihnya langsung dikantungi dalam bentuk tunai untuk digelapkan menjadi milik pribadinya. Jadi dengan modal feasibility study dan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), mereka mempunyai pabrik-pabrik besar plus uang tunai.
Saya bingung melihat kerumunan para sarjana yang baru menyandang gelar MBA atau MM mengagumi maling (melalui mark-up dan rekayasa keuangan) yang melecehkan para sarjana itu sebagai orang pandai, yang nasibnya hanya menjadi pegawai sang cerdik yang sebenarnya tidak lebih dari maling
__________
(5) Kompas, 8 Nopember 1999
(6) Suara Pembaruan, 22 Juli 1999
(7) Bisnis Indonesia, 12, 13 dan 19 Agustus 1999
(8) Kompas, 18 Nopember 1999
(c) 2001 Webmaster