BAKERNAS
Badan Kerjasama Nasional
Kader-Kader & Simpatisan-Simpatisan
PDI Perjuangan di Mancanegara
PANDANGAN KADER & SIMPATISAN
PDI PERJUANGAN DI LUAR NEGERI
Lampiran 2
(lanjutan)
PEMBANGUNAN EKONOMI, KRISIS DAN REFORMASI DI INDONESIA
Pengusaha-pengusaha besar pemilik konglomerat itu sekarang terbukti bahwa mereka tak becus berusaha. Mereka hanyalah maling berjas melalui rekayasa keuangan dan KKN. Buktinya masih lengkap.... Tetapi saya yang dianggap gila, dianggap tidak becus berusaha, iri hati, sehingga membongkar-bongkar kebusukan para konglomerat..."(9)
Yang tahu gelagat, bahkan menjelang krisis telah memindahkan kekayaan hasil jarahan mereka keluarnegeri. Konglomerat terbesar Indonesia, grup Salim telah mengalihkan sebagian besar saham PT Indofood Sukses Makmur ke perusahaan mereka di Singapura.
Pada saat krisis berlangsung, pemindahan kekayaan grup Salim ini masih berlangsung terus dengan menjual saham perusahaan mereka di Indonesia kepada The First Pacific Co. Hongkong, yang sebagian besar sahamnya juga dimiliki oleh grup Salim. Dengan melarikan kekayaan keluarnegeri, tertutup kemungkinan bagi pemerintah Indonesia untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut sebagai pembayar hutang-hutang mereka kepada negara.
Menurut berita yang tersebar luas, nilai modal yang lari keluar negeri mencapai US$ 80 milyar. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut berapa persen dari jumlah pelarian modal tersebut yang merupakan pelarian kekayaan hasil jarahan di Indonesia.
Kepala BPPN menjelaskan bahwa nilai buku aset yang ditangani BPPN sebagai jaminan hutang-hutang bank swasta maupun perusahaan milik birokrat dan konglomerat ini seluruhnya berjumlah Rp 573 trilyun atau US $ 82 milyar, tetapi nilai sesungguhnya tidak lebih dari Rp 200 trilyun atau 31% dari nilai buku tersebut (10). Secara garis besar, maka dapat dikatakan bahwa selisih Rp 375 trilyun atau US$ 53,5 milyar (US$1 = Rp 7.000,-), setelah dikurangi selisih kurs bagi pinjaman dalam valuta asing (yang jumlahnya kecil sekali) adalah jumlah kekayaan negara dan rakyat yang di jarah birokrat pusat dan kroni-kroninya itu.
Usaha BPPN mengganti direksi perusahaan-perusahaan yang menjadi jaminan hutang swasta kepada negara tak pernah berhasil. Melalui KKN, wakil pemerintah sengaja dibuat tidak bisa menghadiri sidang RUPSLB PT. Indocement Tunggal Prakarsa, sehingga grup Salim yang menguasai saham 38,7 % dapat menentukan sendiri susunan direksi perusahaan. Padahal pemerintah Indonesia telah menguasai 45,7 % saham Indocement tersebut(11).
Disamping itu, aset 14 bank yang dilikwidasi pertama kali akhir tahun 1997 sebesar Rp 14 trilyun juga dikabarkan sebagian telah menguap entah kemana. BI menyatakan bahwa aset tersebut bukan menjadi tanggungjawab mereka. BPPN mengatakan bahwa ketika 14 bank tersebut dilikwidasi, BPPN belum terbentuk, maka tidak mungkin menjadi tanggungjawab BPPN.
IMF menganjurkan penjualan segera aset-aset yang ada dalam pengurusan BPPN ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan pinjaman baru bagi Indonesia. Ini berarti bahwa pihak asing dapat menikmati harga obralan yang sangat murah. Apalagi konsultan penilai aset-aset ini juga berasal dari pihak asing. Mereka sengaja memberi nilai pasar yang rendah dan mendesak BPPN secepatnya melepas aset-aset tersebut supaya bisa mereka borong.
__________
(9) Kwik Kian Gie, Siapa Wiraswasta Baru Yang Jujur ?, Kompas, 11 Oktober 1999
(10) Kompas, 13 Nopember 1999
(11) Media Indonesia, 1 September 1999
(c) 2001 Webmaster