Baglan III
EKSEPSI
Bukan Negara Kekuasaan
Untuk mengadakan perlawanan terhadap surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum tersebut maka TPDI yang berjumlah sebanyak 50 orang dan terdiri dari 10 tim telah mengajukan eksepsi seperti terurai di bawah ini.
Majelis yang terhormat !
Sehubungan dengan surat dakwaan register No. Reg. Perk.: P.I-59/JKTPS/1196 yang diajukan oleh Saudara Penuntut Umum pada hari ini tanggal 9 Oktober 1996, Perkenankanlah kami Tim Pembela Demokrasi Indonesia selaku pembela dan penasehat hukum dari para terdakwa menyampaikan eksepsi sebagai berikut:
A. PENDAHULUAN
Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat), begitu antara lain bunyi Penjelasan Undang- Undang Dasar 1945, konstitusi Negara Republik Indonesia.
Dengan penjelasan ini menjadi terang dan nyata bahwa negara kita me- ngakui supremasi hukum, bukan supremasi kekuasaan. Ini berarti semua hal hendaklah didasarkan pada hukum bukan pada kekuasaan.
Selanjutnya sebagai penjabaran dan penegasan tentang asas negara hukum tersebut, konstitusi kita menegaskan di dalam Pasal 27 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945, bahwa: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
Makna dari ketentuan Pasal 27 ayat (1) itu adalah, di depan hukum semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama tanpa kecuali. Di depan hukum, yang miskin mempunyai kedudukan yang sama dengan yang kaya. Di depan hukum kedudukan orang tidak ditentukan oleh jabatan atau status sosial. Hukum tidak memandang perbedaan warna kulit, kesukuan, agama dan tidak pula membedakan pandangan dan keyakinan politik. Azas-azas tersebut diatas adalah merupakan unsur yang sangat penting dari sistem negara hukum. Apabila kita berpegang kepada azas-azas negara hukum seperti tersebut diatas dan kita cocokkan dengan kejadian sehari-hari dalam praktek penerapan hukum khususnya dalam penerapan hukum mengenai peristiwa berdarah atau yang lebih dikenal sebagai 'Sabtu Kelabu' tanggal 27 Juli 1996 yang pada hari ini peristiwa yang memalukan itu diadili dalam persidangan ini, maka kita menyaksikan suatu pementasan penerapan hukum yang merupakan lembaran hitam dalam sejarah pene- gakan hukum di negara kita.
Di dalam peristiwa itu kita menyaksikan ratusan orang yang berada dalam suatu gedung perkantoran pada tanggal 27 Juli 1996 pagi-pagi buta, pada saat mereka belum sepenuhnya terjaga dari tidurnya, tiba-tiba diserbu, dilempari dan dianiaya oleh segerombolan manusia yang terdiri dari ratusan pendukung Soerjadi yang dengan leluasa menyerbu dan menganiaya serta merusak Kantor DPP PDI Jl. Diponegoro No. 58.
Menghadapi serbuan itu mereka yang terdapat di dalam gedung itu yang sekarang menjadi terdakwa dalam perkara ini berada dalam posisi yang sangat berbahaya. Jiwa mereka terancam akibat penyerbuan yang brutal dan bringas itu. Mereka sungguh-sungguh dalam posisi terkepung, yang dalam situasi seperti itu upaya satu-satunya yang dapat mereka lakukan hanyalah sekedar membela diri untuk menyelamatkan jiwanya dari malapetaka.
Dalam peristiwa yang naas itu diantara para terdakwa dan teman-temannya, terdapat darah yang tertumpah dan gedung DPP PDI yang hancur berantakan akibat serbuan brutal yang datang dari pendukung Soerjadi.
Peristiwa kelabu itu berlangsung dari pukul 06.00 hingga 10.00 WIB dan baru reda pada saat petugas keamanan datang ditengah-tengah dua pihak yang sedang clash fisik tersebut. Harapan untuk selamat muncul pada saat datangnya petugas keamanan di tengah-tengah mereka karena petugas keamanan memang menjanjikan pada mereka untuk dibawa meninggalkan tempat kejadian adalah dalam rangka mengamankannya dari serbuan penyerang yang brutal itu. Akan tetapi apa yang terjadi sesudah itu adalah bahwa para terdakwa yang katanya, hendak diamankan dari bahaya tersebut ternyata memang betul-betul "diamankan" dalam arti ditahan dan dijadikan sebagai tersangka untuk kemudian menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Mereka, sebagai korban penyerbuan, yang berat dalam posisi terkepung, yang keselamatan jiwanya berada dalam bahaya dimana perlawanan yang mereka lakukan hanyalah sekedar untuk menyelamatkan diri, ternyata oleh penyidik dijadikan tersangka dan sekarang oleh penuntut umum dijadikan selaku terdakwa sedangkan kelompok penyerang pendukung Soerjadi yang telah melakukan penganiayaan dan pengrusakan secara brutal, sama sekali tidak disentuh oleh hukum, seolah-olah hukum tidak berlaku terhadap mereka.
Adalah suatu kejadian yang sangat langka dalam sejarah penerapan hukum di Indonesia dimana orang yang melakukan penyerangan, penganiayaan dan pengrusakan, mendapat perlakuan istimewa di depan hukum sedangkan para terdakwa yang menjadi korban dari penyerangan itu yang mestinya di- lindungi oleh hukum ternyata mendap perlakuan yang tidak adil di depan hukum.
Disini penyidik dan penuntut umum telah menjalankan hukum secara tidak fair dan berpihak. Dengan demikian penyidik dan penuntut umum telah melanggar azas-azas negara hukum yang dianut oleh bangsa kita khususnya melanggar secara semena-mena azas persamaan di depan hukum (equal before the law) yang secara universal dianut di seluruh dunia dan secara positif tercantum dalam Pasal 27 UUD 1945.
Pengajuan perkara ini didepan pengadilan sangat menciderai citra hukum dimata masyarakat karena dengan pengajuan itu serta merta dipertontonkan suatu adegan penerapan hukum yang tidak adil, berpihak dan diskriminatif, suatu adegan yang menjadi musuh paling utama dari sistem negara hukum dimanapun di seluruh dunia.
Inilah kata pendahuluan sebagai opening statement yang ingin kami sampaikan pada permulaan pemeriksaan perkara ini dengan suatu harapan agar apa yang tersurat dan tersirat di dalamnya kiranya dapat menjadi renungan bagi kita semua.
Kini tibalah saatnya bagi kami sebagai penasehat hukum dari para terdakwa untuk mengajukan eksepsi terhadap surat dakwaan dari Saudara Penuntut Umum.
B. EKSEPSI
Dasar Hukum Surat Dakwaan
Dasar hukum surat dakwaan tercantum dalam ketentuan Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a) Namalengkap, tempatlahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
b) Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan;
(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum;
Dasar Hukum Eksepsi
Dasar hukum tentang eksepsi terdapat dalam ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam hal terdakwa atau penasehat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
Dengan memperhatikan dasar-dasar surat dakwaan dan dasar-dasar pengajuan eksepsi seperti tersebut diatas dihubungkan dengan surat dakwaan dari Saudara Penuntut Umum sebagaimana sebelumnya telah dibacakan, maka bersama ini diajukan eksepsi terhadap surat dakwaan itu seperti yang tersebut di bawah ini.
1. URAIAN SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT TIDAK JELAS DAN TIDAK LENGKAP ( Pasal 143 ayat (2) KUHAP )
a. Di dalam surat dakwaan telah tercantum suatu uraian dimana disebutkan kejadiannya adalah: "Ketika rombongan anggota PDI pendukung Soerjadi yang datang untuk mengambil alih kantor DPP PDI Jl. Diponegoro 58 Jakarta Pusat ".
Uraian ini sama sekali tidak jelas karena tidak diterangkan dengan cara bagaimana rombongan pendukung Soerjadi itu datang untuk mengambil alih kantor yang di maksud, apakah rombongan itu datang dengan cara baik baik atau sopan santun. Atau sebaliknya mereka datang dengan cara menyerbu dan dengan cara yang beringas.
Selain itu, uraian yang tercantum dalam surat dakwaan itu tidak jelas dan menyesatkan. Karena dalam uraiannya digambarkan seolah-olah rombongan pendukung Soerjadi datang dengan cara tidak melanggar hukum dan disambut para terdakwa dan kawan-kawannya dengan cara beringas dengan melempari mereka dengan batu bata.
Gambaran yang tercantum dalam surat dakwaan itu sudah tentu tidak mengandung kebenaran. Semua orang tahu, rombongan pendukung Soerjadi datang untuk mengambil alih kantor itu dengan melakukan penyerbuan berdarah dan beringas. Mereka lempari para terdakwa yang berada di dalam gedung kantor dengan batu, lalu membakar spanduk-spanduk, mendobrak pintu dan melakukan penganiayaan dan pengrusakan dimana-mana.
Perbuatan para pendukung Soerjadi itu jelas melanggar hukum yaitu:
1) Melanggar Peraturan Pemerintah No. 55 Tabun 1981, tentang pengosongan perumahan;
2) Melanggar Peraturan Daerah No. 7 Tahun 1971 tentang pengosongan perumahan;
3) Melanggar ketentuan hak-hak pekarangan vide Pas 167-168 KUH Pidana yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Pasal 167 KUH Pidana:
(1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum, atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaanya yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;
(2) Barangsiapa masuk dengan merusak dan memanjat, dengan meng- gunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu, atau barang siapa tidak setahu yang berhak lebih dahulu serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan pada waktu malam, dianggap memaksa masuk;
3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang, pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan;
(4) Pidana tersebut dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga, jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu;
Pasal 168 KUH Pidana:
(1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam ruangan untuk dinas umum, atau berada disitu dengan melawan hukum, dan atas permintaan pejabat yang wenang tidak pergi dengan segera, diancam denga pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;
2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan meng- gunakan anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu, atau barang siapa tidak setahu pejabat yang wenang lebih dahulu serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam dianggap memaksa masuk;
(3) Jika ia mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang, pidana menjadi paling lama satu tahun empat bulan;
(4) Pidana tersebut dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga, jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu;
Dengan memperhatikan kronologi kejahatan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pendukung Soerjadi seperti tersebut di atas, seharusnyalah Saudara Penuntut Umum mencantumkan pula dalam surat dakwaannya kronologi kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pendukung Soerjadi itu agar surat dakwaan itu dapat dikatakan sebagai surat dakwaan yang cermat, jelas dan lengkap sebagaimana diharuskan oleh Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
b. Selanjutnya dalam surat dakwaan itu dikatakan: "Telah terjadi saling melempar batu antara para terdakwa bersama 109 orang kawan- kawannya yang berada d ikantor DPP PDI tersebut dengan orang yang baru datang pada saut mereka masih berada di luar pagar". Disini di- gambarkan, kedua belah pihak sama-sama saling melempar. Akan tetapi di bagian lain dari surat dakwaan itu dikatakan bahwa: "Terdakwa bersama kawan, kawannya masing-masing mereka me- lakukan pelemparan ke arah orang yang berada di luar pagar".
Disini digambarkan, seolah-olah hanya para terdakwa dan kawan- kawannya yang melakukan pelemparan kepada pendukung Soerjadi, sedang pendukung Soerjad tidak melakukan pelemparan. Kedua uraian itu mengandung makna yang satu sama lain berbeda bahkan saling bertentangan sehingga tidak cermat dan tidak jelas.
c. Di dalam surat dakwaan itu disebutkanpula jumlah: para terdakwa ditambah kawan-kawannya yang lain berjumlah 124 orang, akan tetapi sama sekali tidak disebutkan berapa jumlah pendukung Soerjadi yang datang (menyerbu) itu. Padahal Soerjadi sendiri dalam berbagai pernyataannya sudah mengakui bahwa yang datang untuk mengambil alih kantor tersebut jumlahnya 800 orang atau pada saat-saat, penyerbuan itu jumlahnya paling sedikit 200 orang. Mengenai jumlah itu dan mengenai perbandingan jumlah yang datang dari luar gedung yang bermaksud mengambil alih (gedung DPP PDI) dan jumlah para terdakwa dan teman-temannya yang berada di dalam gedung yang dalam posisi bertahan dan membela diri; perlu secara tegas dan jelas diuraikan dalam surat dakwaan itu untuk mengetahui posisi dan kekuatan masing-masing pihak, terutama karena yang dituduhkan kepada para terdakwa adalah mengenai tindak pidana 'pengeroyokan' seperti yang tersebut dalam Pasal 170 ayat (2) KUHP.
Dari posisi dan kekuatan kedua belah pihak yang saling berhadapan tersebut dapatlah diketahui bahwa:
Yang mendatangi kantor DPP PDI adalah rombongan pendukung- pendukung Soerjadi;
* Jumlah rombongan pendukung Soerjadi jauh lebih banyak dibanding jumlah para terdakwa dan kawan-kawannya yang berada dalam gedung, yaitu 800 orang penyerbu berbanding 124 orang (ditambah beberapa orang yang hilang) yang dalam posisi diserbu dan terkepung;
* Posisi rombongan pendukung Soerjadi berada di luar gedung (di jalanan) dalam posisi menyerang, dapat bergerak leluasa meng- hindar atau menyerang. Sedang posisi para terdakwa dan kawan- kawan berada di dalam kantor dalam keadaan terkepung dan diserang;
Sayang sekali surat dakwaan Saudara Penuntut Umum itu sama sekali tidak menguraikan secara jelas dan lengkap mengenai jumlah dan posisi masing-masing pihak yang terlibat dalam 'Sabtu Kelabu' tanggal 27 Juli 1996 itu, sehingga surat dakwaan itu telah memberikan gambaran keliru seolah-olah para terdakwa dan kawan-kawannya yang mengeroyok pendukung Soerjadi, padahal kejadian sebenarnya adalah sebaliknya. Yaitu para terdakwa dan kawan-kawannya adalah pihak yang dikeroyok oleh pendukung Soerjadi.
d. Selanjutnya surat dakwaan itu menyebutkan pula: "Para terdakwa melakukan pelemparan ke arah orang yang berada di luar pagar kantor DPP PDI dengan menggunakan batu-batu yang mereka pungut di halaman kantor DPP PDI tersebut antara lain telah mengenai 2 (dua) orang anggota rombongan yang berada diluar pagar dan 2 (dua) anggota Polisi".
Uraian di atas sama sekali tidak jelas. Bahkan sangat menyesatkan, karena uraian seperti itu tergambar seolah olah yang aktif melakukan penyerangan dan pelemparan adalah para terdakwa dan kawan- kawannya yang berada di dalam gedung kantor. Sedang rombongan pendukung Soerjadi digambarkan seolah-olah berada dalam posisi pasif, dalam arti tidak melakukan aktifitas penyerangan. Padahal semua orang tahu bahwa yang menyerang adalah pendukung Soerjadi dan yang melakukan pelemparan pembakaran dan pengrusakan adalah mereka, bukan para terdakwa karena para terdakwa adalah pihak yang diserang dan berada dalam posisi terkepung.
Berdasar uraian surat dakwaan itu, pelemparan kearah orang yang berada di luar pagar yang dilakukan ole para terdakwa dan kawan-kawannya tersebut adalah dengan menggunakan batu-batu yang mereka pungut di halaman kantor DPP PDI. Akan tetapi surat dakwaan itu tidak menjelaskan apakah batu-batu itu memang sudak tersedia sebelumnya di halaman kantor DPP PDI, atau batu-batu itu adalah berasal dari lemparan-lemparn pendukung Soerjadi yang kemudian dipungut oleh para terdakwa untuk dilemparkan kembali ke arah pendukung Soerjadi yang berada di luar pagar tersebut. Penegasan itu perlu diuraikan dalam surat dakwaan untuk mengetahui siapa yang menyerang dan siapa yang diserang.
e. Surat dakwaan itu secara rinci telah menyebutkan pula adanya korban pelemparan dipihak penyerbu, tetapi sama sekali tidak dikatakan berapa korban dipihak pendukung Megawati Soekarnoputri sebagai akibat penyerbuan dan kebringasan dari pendukung Soeriadi itu. Padahal penyerbuan berdarah itu telah menimbulkan korban-korban yang tidak sedikit di pihak yang diserang. Anehnya hal itu sama sekali tidak di- sebut dalam surat dakwaan sehingga surat dakwaan itu tidak jelas dan kabur.
f. Selain itu, dalam surat dakwaan itu sama sekali tidak disebutkan kerusakan barang. Padahal dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum adalah Pasal 170 KUHP yaitu berupa perbuatan pidana melakukan tindak kekerasan terhadap 'barang' dan 'orang'. Mengenai orang telah disebutkan ada dua orang yang korban di pihak pendukung Soerjadi dan dua orang dipihak polisi sedang mengenai kerusakan barang sama sekali tidak disebut.
Tidak dimuatnya dalam surat dakwaan mengenai kerusakan barang menyebabkan surat dakwaan itu tidak lengkap. Padahal dalam peristiwa penyerbuan tanggal 27 Juli 1996 itu terdapat kerusakan yang sangat parah terhadap kantor DPP PDI dan terhadap barang- barang inventaris yang ada di dalamnya. Pelaku pengrusakan itu tidak lain adalah pendukung Soerjadi yang melakukan penyerbuan berdarah itu.
2. SURAT DAKWAAN HARUS DIBATALKAN KARENA PADA WAKTU PENYIDIKAN TERDAKWA TIDAK DIDAMPINGI PENASEHAT HUKUM.
a. Bahwa dakwaan kesatu (primair darn subsidair) yang didakwakan oleh penuntut umum terhadap para terdakwa adalah:
Primair : diancam pidana sesuai ketentuan Pas; 170 ayat (2) ke-1 KUHP;
Subsidair: diancam pidana sesuai ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHP;
b. Bahwa ancaman dari dakwaan-dakwaan itu adalah :
Primair : paling lama 7 tahun;
Subsidair: paling lama 5 tahun 6 bulan;
c. Bahwa sehubungan dengan dakwaan-dakwaan yang tersebut di atas di dalam KUHAP terdapat ketentuan hukum yang mengharuskan penunjukan penasehat hukum untuk mendampingi seorang tersangka pada saat pemeriksaan penyidikan yaitu ketentuan Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman paling lama lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mem- punyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hakam bagi mereka".
d. Bahwa pada waktu penyidikan para terdakwa sama sekali tidak di- dampingi oleh penasehat hukum sehingga proses penyidikannya sangat melanggar hak-hak para terdakwa sebagai salah satu hak yan sangat penting menurut KUHAP.
Dalam sistem negara hukum seperti Indonesia penerapan Pasal 56 ayat (1) tersebut adalah sangat penting dan fundamental. Maka pelanggaran terhadap pasal tersebut apalagi dalam jumlah besar seperti yang dihadap oleh para terdakwa dalam perkara ini dimana 124 orang terdakwa sama sekali tidak seorangpun didampingi oleh penasehat hukum pada waktu penyidikan, keadaan seperti itu adalah sangat memprihatinkan dan merupakan pelanggaran hak-hak terdakwa secara besar-besaran.
e. Bahwa dalam perkembangan praktek peradilan akhir-akhir ini telah lahir putusan-putusan hakim yang membatalkan surat dakwaan dengan alasan bahwa terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum pada waktu pemeriksaan penyidikan. Putusan-putusan hakim seperti itu terdapat misalnya di Pengadilan Negeri Tegal dan di Pengadilan Negeri Payakumbuh.
f. Bahwa dengan berpedoman ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut dan dengan memperhatikan pada putusan-putusan hakim pada kedua pengadilan negeri seperti yang tersebut di atas, terdapat alasan alasan yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa surat dakwaan dari saudara penuntut umum tersebut harus dinyatakan batal karena para terdakwa pada waktu pemeriksaan penyidikan tidak didampingi oleh penasehat hukum.
3. PENGGUNAAN ISTILAH YANG CAMPUR ADUK
Di dalam surat dakwaan Saudara Penuntut Umum terdapat istilah- istilah yang satu sama lain bercampur aduk seperti yang akan dijelaskan di bawah ini:
Dakwaan Kesatu
Primair:
"Perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 170 ayat (2) ke 1 KUHP".
Subsidair:
"Perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHP".
Dakwaan Kedua:
"Perbuatan mereka terdakwa diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 218 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ".
Sehubungan dengan rangkaian surat dakwaa seperti tersebut di atas dimohonkan perhatian majelis terhadap hal-hal yang tersebut di bawah ini:
1) Bahwa dalam buku Kamus Hukum karangan Arief (hal. 343), pengertian primair itu adalah terutama sedangkan istilah subsidair diartikan sebagai pengganti (hal. 404).
2) Berdasar Jurisprudensi Mahkamah Agung No.131 K Kr/1958 tanggal 11 Nopember 1958, pengertian dan istilah pertama dan kedua sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan Saudara Penuntut Umum, dapat diartikan sebagai primair dan subsidair. Bunyi Putusan Mahkamah Agung tanggal 1 Nopember 1958 No.131 K/Kr/1958 a.1. sebagai berikut:
"Tingkatan dalam tuduhan seperti "primair' "subsidair" dan selanjutnya dalam menterjemahkan dalam bahasa Indonesia belum terdapat suatu istilah yang resmi bagi semua pengadilan, sehingga istilah "pertama" dan "kedua" sebagaimana yang tercantum dalam surat tuduhan dapat diartikan sebagai "primair" dan "subsidair". (Lihat Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia I Hukum Pidana dan Acara Pidana, hal 61, No.39.XI.1.)
3) Dengan demikian dalam istilah yang tertulis dalam surat dakwaan Saudara Penuntut Umum sudah disebut kesatu primair yang artinya pertama atau kesatu dan pengertian subsidair yang oleh putusan Mahkamah Agung No.131 K/Kr/1958 tanggal 11 November 1958 diartikan juga sebagai kedua, maka istilah subsidair halaman lima dalam surat dakwaan Saudara Penuntut Umum, subsidair itu diartikan Mahkamah Agung adalah kedua, sehingga surat dakwaan Saudara Penuntut Umum di halaman lima, dakwaan subsidair diartikan dalam arti yang sama dengan dakwaan kedua, lalu masih ada lagi dakwaan kedua. Jadi di halaman lima dalam surat dakwaan Saudara Penuntut Umum terdapat 2 (dua) buah dakwaan kedua.
4) Bahwa dengan adanya dakwaan Saudara Penuntut Umum di halaman lima subsidair dan ada istilah kedua yang artinya sama, maka hal ini di luar kebiasaan praktek dakwaan di pengadilan, oleh karena itu Saudara Jaksa/Penuntut Umum menyusun surat dakwaan tidak teliti, tidak cermat dan tidak jelas.
5) Bahwa dengan adanya campur baur penggunaan istilah tersebut dalam surat dakwaan Saudara Penuntut Umum, maka surat dakwaan Saudara Penuntut Umum tidak memenuhi kriteria Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP yang mensyaratkan bahwa surat dakwaan harus berisi:
"Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, dengan menyebutkan, waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan".
6) Bahwa karena surat dakwaan Saudara Penuntut Umum tidak diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan' maka menurut ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP dakwaan yang demikian harus batal demi hukum.
4. DAKWAAN TIDAK DIRUMUSKAN SECARA CERMAT
a. Bahwa dalam dakwaan kedua para terdakwa dituduh melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana berdasarkan ketentuan Pasal 218 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
b. Bahwa unsur-unsur dari Pasal 218 KUHP tersebut adalah sebagai berikut:
- · Barangsiapa;
- · Pada waktu rakyat datang berkerumun;
- · Dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang:
c. Bahwa dengan memperhatikan unsur ke-2 dari Pasal 218 KUHP, dapatlah disebutkan berkerumunnya orang-orang di tempat tersebut haruslah diartikan, di tempat itu tadinya tidak terdapat kerumunan orang kemudian orang-orang datang ke tempat itu sehingga menim- bulkan sesuatu kejadian. Jadi orang yang disuruh pergi sebelumnya tidak ada di tempat itu. Keberadaannya di tempat itu karena ia datang ke sana lalu diperintahkan pergi oleh penguasa yang berwenang.
d. Bahwa dalam surat dakwaan itu sama sekali tidak diuraikan kejadian- kejadian seperti yang tersebut dalam unsur-unsur Pasal 218 KUHP itu, khususnya tidak diuraikan apakah para terdakwa dan kawan-kawannya tersebut adalah orang-orang yang datang ke tempat kejadian perkara yaitu Jl. Diponegoro No. 58 Jakarta Pusat pada jam 06.00 -10-00 WIB saat peristiwa 27 Juli 1996 itu terjadi.
e. Kenyataan membuktikan, para terdakwa bukanlah orang-orang yang datang ke Jl. Diponegoro 58 ketika peristiwa itu terjadi. Karena para terdakwa sudah lama berada di tempat itu (bahkan sudah berada disana berpuluh-puluh hari) sehingga mereka tidak bisa dikenai perintah meninggalkan tempat sebagaimana ketentuan Pasal 218 KUHP yang didakwakan itu.
f. Bahwa perintah untuk meninggalkan tempat hanya berlaku terhadap pendukung Soerjadi yang menyerbu, karena merekalah yang datang di tempat kejadian.
g. Bahwa oleh karena dakwaan kedua tidak memuat uraian-uraian yang cermat, jelas dan lengkap mengenai kejadian sesuai dengan unsur- unsur yang terdapat dalam Pasal 218 KUHP, maka dakwaan kedua tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari Eksepsi ini adalah:
1) Bahwa surat dakwaan dari Saudara Penuntut Umum tidak berisi uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan sebagai-mana disyaratkan dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
2) Bahwa surat dakwaan tersebut batal demi hukum sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
6. PERMOHONAN
Berdasarkan segala hal yang tersebut di atas mohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat kiranya memberikan putusan dalam Eksepsi sebagai berikut:
1) Mengabulkan Eksepsi ini, untuk seluruhnya.
2) Menyatakan surat dakwaan penuntut umum, batal demi hukum atau dinyatakan batal.
3) Atau setidak-tidaknya menyatakan surat dakwaa tersebut tidak dapat diterima.
4) Membebaskan atau melepaskan para terdakwa dari tuntutan dan dakwaan.
Jakarta, 14 Oktober 1996
Tim Pembela Demokrasi Indonesia
(bersambung)