(c) 2001 edited by , PNSABK and compiled by



Oh NASIB ….. SUPERSEMAR …..
SEMINAR SUPERSEMAR, Jakarta 8 Maret 2001


Halaman 1
Halaman 2
Halaman 3
Halaman 4
Halaman 5
Halaman 6
Halaman 7
Lampiran 01
Halaman 8
Halaman 9
Lampiran 02
Halaman 10
Lampiran 03
Halaman 11
Lampiran 04
Halaman 12
Lampiran 05
Halaman 13
Halaman 14
Halaman 15
Halaman 16
NAWAKSARA
Halaman 17
Halaman 18
Halaman 19
Halaman 20
Halaman 21
Halaman 22
Halaman 23
Pelengkap
Halaman 24
Halaman 25
Halaman 26









(Halaman 5)


13. Rekayasa politik dengan menggunakan sarana hukum, khususnya hukum Konstitusi, memang hebat, namun apabila disimak dengan teliti isi dan makna TAP IX/MPRS/1966 tersebut, maka akan terlihat betapa 'dungu-nya' mereka itu, karena dalam kenyataannya mereka itu melaksanakan isi SP 11 Maret 1966 dengan itikad jahat dan samasekali tidak sejalan dan tidak sesuai dengan inti pokok dari SP 11 Maret 1966 itu.

Butir 1 dari SP 11 Maret 1966 itu berbunyi:

'Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya Pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden… dst..nya.

Kita semua menjadi saksi bahwa tidak ada secuil isi pokok SP 11 Maret 1966 itu yang dilaksanakan oleh Jend. Soeharto dengan Orbanya, kecuali tindakan- tindakan yang sesuai dengan politik yang dijalankannya, yaitu 'menghancurkan jalannya revolusi Indonesia, menangkap dan menahan Pres. Soekarno sampai mati dan melarang buku-buku atau tulisan Pres. Soekarno, yang memuat ajaran-ajaran politik dan kemasyarakatan yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia'.

Jadi disatu sisi Jend. Soeharto dan Orbanya hendak 'melestarikan' berlakunya SP 11 Maret 1966, setidak-tidaknya sampai dilaksanakannya Pemilu MPR, akan tetapi dilain sisi mereka sangat berkepentingan untuk menggunakan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966, tanggal 21 Juni 1966 itu untuk melancarkan pelaksanaan politik mereka sendiri dengan hanya memanfaatkan kesempatan untuk 'mengambil segala tindakan yang dianggap perlu ….', tanpa menghiraukan syarat-syarat lainnya, karena syarat-syarat lainnya itu justru akan menghalangi niat-niat busuk mereka.

Hanyalah dengan sepotong anak kalimat yang terdapat dalam butir 1 dari isi SP 11 Maret 1966 tersebut, Jend. Soeharto dan Orbanya telah menjungkir-balikkan tatanan politik dan kemasyarakatan Indonesia, dengan didukung oleh politik kekuasaan dan kekejaman yang diluar batas prikemanusiaan. Siapa yang menentang kebijaksanaan politik Orde Baru dengan mudah dicap terlibat langsung atau tidak langsung dengan G30S, dan nasib orang yang demikian itu menjadi orang yang 'vogelvrij verklaard', tidak punya hak apa-apa lagi dan siapapun boleh 'membunuhnya' tanpa ada urusan. Pemerintah Orba yang dikomandani oleh Jend. Soeharto ini adalah suatu bentuk pemerintah seperti suatu 'schrik bewind' (kekuasaan pemerintahan yang mengagetkan dan menakutkan). Bentuk pemerintahan yang 'schrik bewind' ini, jelas tidak dilandasi oleh pembinaan 'nation and character building', bagi pertumbuhan bangsa kita - akan runtuh dari dalam. Pemerintahan yang menakutkan ini memang berjalan cukup lama, sekitar satu generasi (lebih dari 30 tahun), dan sekarang kita semua menjadi saksi kehancuran bangsa kita, bangsa Indonesia yang menjadi tercabik-cabik karena pertentangan politik, pertentangan sosial, kesenjangan ekonomi, pergulatan antar umat beragama, antar suku, antar kepentingan dan sebagainya tanpa ada yang melerai, termasuk TNI dan Polisi sebagai alat kekuasaan sekalipun.

14. Dengan kajian sebagaimana diuraikan di atas, jelaslah bahwa sejak tanggal 2 Oktober 1965 telah terjadi perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh Jend. Soeharto yang melanggar perintah atasan, membuat rekayasa politik dengan menggunakan sarana hukum konstitusi yang tidak masuk akal sehat. Perbuatan-perbuatan Jend. Soeharto itu tidak lain adalah rangkaian dan suatu kesinambungan dari usaha dan tindakan yang semuanya melanggar hukum, yang pada akhirnya menuju kearah pengambil-alihan kekuasaan - coup d`état - secara tidak sah. Oleh pakar asing, rangkaian perbuatan Jend. Soeharto itu disebut 'creeping coup d`état', atau suatu pengambil-alihan kekuasaan secara merayap.

______________




 

Back

Forward